Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketika Pembangunan Menuai Protes

Kompas.com - 20/02/2013, 11:46 WIB
Ambrosius Harto Manumoyoso

Penulis

Jika pembangunan kompleks GGC merusak lingkungan, unit-unit yang ditawarkan tidak akan laku. "Tidak mungkin kami menjual unit yang banjir," kata Handi. Sebelum membangun, pengembang melaksanakan studi kelayakan. Pengembang tidak gegabah membangun dengan merusak. "Jualan tidak akan laku," katanya.

Handi memaparkan, sebelum pengembang masuk pada 2010, kompleks GGC seluas 200 hektar dan sekitar seluas 100 hektar sudah kebanjiran. Contohnya banjir pada Oktober 2010. Menurut studi pengembang, ketika musim hujan, kawasan 300 hektar ini menggelontorkan air 14.000 liter per detik. Namun, kapasitas drainase hanya 6.000 liter per detik sehingga banjir tidak terhindari.

Saluran air dari kompleks menyambung ke gorong-gorong berdimensi lebar 4 meter dan tinggi 2 meter di bawah Jalan Tol Jakarta-Cikampek. Dari gorong-gorong lanjut ke siphon atau saluran air dalam air yang membedakan aliran Saluran Tarum Barat atau Kalimalang dengan Sungai Bekasi. Dari siphon menyambung ke pintu air Islamic Center dan selanjutnya Sungai Bekasi. Ketika Sungai Bekasi meluap, air dari kompleks tidak bisa masuk sehingga tertahan, kembali, dan merendam kawasan.

Handi mengatakan, sanggup merevitalisasi saluran air utama dan membangun jaringan baru meskipun bukan tugas pengembang. Mereka juga telah membangun waduk penampung air seluas 2 hektar sebelum gorong-gorong di bawah jalan tol. Pengembang juga meminta eks kolam pancing yang berstatus fasilitas umum milik Pemerintah Kota Bekasi dijadikan waduk.

Drainase
Sekretaris Dinas Bina Marta dan Tata Air Kota Bekasi Mohammad Ridwan mengatakan, selokan-selokan dari kompleks tidak boleh lebih rendah daripada saluran utama. Jika lebih rendah, air tidak akan mengalir. "Di titik-titik yang lebih rendah, solusinya harus ada pompa air," katanya.

Kepala Bidang Tata Air Nurul Furqon menambahkan, kontur Kota Bekasi secara umum datar. Hal ini mempersulit upaya untuk melancarkan jalan air. Kawasan GGC dan sekitarnya termasuk Daerah Aliran Sungai (DAS) Bekasi. Sungai Bekasi menampung aliran Sungai Cileungsi dan Sungai Cikeas yang bermata air atau hulu di Kabupaten Bogor. Kerap terjadi debit air Sungai Bekasi begitu tinggi sehingga meluap dan membanjiri bantaran.

Furqon mengatakan, saat Sungai Bekasi meluap, pembuangan air dari kompleks sulit terjadi. Air ibarat kembali dan meluber sehingga menggenangi daratan di sekitar saluran dan sungai. Secara umum, Kota Bekasi belum memiliki peta drainase.

Akibatnya, tidak bisa diketahui bagaimana tata air di kawasan berjuluk Kota Patriot dan berpenduduk 2,3 juta jiwa ini. Penataan drainase yang tidak terpadu mengakibatkan banjir selalu terjadi ketika musim hujan.

Semrawut

Sekretaris Dinas Bangunan dan Kebakaran Ebih Martini mengingatkan, pembangunan kompleks kerap tidak dilengkapi dengan sistem pencegahan kebakaran. Pengembang kerap lupa membangun jaringan pipa hidrant. "Apalagi menyediakan armada pemadam kebakaran," katanya.

Di Kota Bekasi terdapat lebih dari 400 kompleks perumahan. Kompleks-kompleks dibangun sejak 1980. Waktu itu, Kota Bekasi belum dimekarkan dari Kabupaten Bekasi. Pembangunan kompleks-kompleks perumahan merupakan kebutuhan riil. Bekasi bertetangga dengan Jakarta. Bekasi dipilih sebagai tempat hunian para pekerja di Jakarta.

Anggota Komisi B Ariyanto Hendra menilai pembangunan kompleks-kompleks mengabaikan prinsip keselarasan. Inilah cermin kesemrawutan pembangunan. Pembangunan antarkompleks tidak sinkron. Pengembang di satu kompleks tidak memedulikan kompleks sekitar. "Perlu ada kebijakan yang tegas untuk menata kawasan secara terpadu," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau