Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Putus Sekolah Merajut Mimpi

Kompas.com - 22/03/2013, 02:57 WIB

Cornelius Helmy

Di ruang kelas pinjaman dari Yayasan Pendidikan Al Mubaroq, Kecamatan Pageurageung, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, 20 anak mantan pekerja anak memelototi aksara Korea di papan tulis. Mereka tengah menimba bekal untuk meraih mimpi.

Anak-anak putus sekolah itu sedang mengikuti program Paket B (setara SMP) dan Paket C (setara SMA) di Yayasan Pemberdayaan Umat (Yapem). Enam bulan terakhir, bahasa Korea mulai mereka serap. Mereka belajar mengenal kata, pembentukan kalimat, hingga percakapan sederhana. Kecakapan diperlukan sebagai bekal mencari pekerjaan di Korea Selatan atau perusahaan Korea di Indonesia kelak.

Bekerja di Korea atau di perusahaan milik Korea di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir sangat diminati masyarakat Tasikmalaya. Tahun 2013, tercatat 21 anak yang menunggu jadwal keberangkatan ke ”Negeri Ginseng” itu. Upah memadai dan kenyamanan bekerja menjadi faktor pemikat.

Para peserta didik antusias memperlihatkan kemampuan mereka. Lia Lisnawati (19), warga Kampung Cimanggu I, Desa Sukamenak, Kecamatan Sukaresik, Tasikmalaya, percaya diri maju menuliskan josim yang berarti ”awas, hati-hati”.

Kholid (18), warga Sukaresik lainnya, tidak mau kalah. Ia menuliskan him yang berarti ”kuat”. Kedua kata itu sering digunakan mandor perusahaan di Korea saat memberikan perintah kepada anak buahnya.

Lia pernah nekat bekerja di pabrik konfeksi di Bandung selama tiga tahun selepas lulus SMP. Namun, setahun terakhir ia bekerja di rumah menemani orangtuanya. Hal itu terpaksa dilakukan karena orangtuanya tidak punya biaya untuk menyekolahkan lebih lanjut.

Kholid sempat mengubur mimpi menjadi mekanik tiga tahun lalu. Tingginya biaya masuk SMA memaksa Kholid meninggalkan bangku sekolah. Penghasilan ayahnya Rp 300.000 per bulan hanya cukup untuk biaya makan empat anggota keluarganya. Untuk meningkatkan penghasilan keluarga, ia menjadi perajin bambu dengan penghasilan Rp 10.000 per hari.

”Lewat program Paket C, saya dapat pelatihan montir mesin mobil dan mesin lainnya,” katanya.

Koordinator Yapem, Dwi Juli, mengatakan, sejak enam bulan lalu pihaknya fokus mengajarkan bahasa Korea bagi mantan pekerja anak. Program ini kelanjutan program Pengurangan Pekerja Anak dalam rangka mendukung Program Keluarga Harapan. Ia dibantu beberapa relawan tanpa upah tetap. ”Awalnya tak mudah menjaring peserta didik. Kami pernah disangka calo TKI dan sindikat penculik anak,” katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com