Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Putus Sekolah Merajut Mimpi

Kompas.com - 22/03/2013, 02:57 WIB

Program ini mendapatkan sambutan positif. Pengajar bahasa Korea, Haris Pratama, mengatakan, beberapa anak mulai mahir menulis dan berbahasa Korea dalam waktu enam bulan. Salah seorang kini tengah menanti panggilan bekerja dari perusahaan otomotif asal Korea di Jakarta.

”Sengaja kami kenalkan ungkapan yang kerap digunakan di pabrik dan perusahaan. Selama ini banyak pekerja Indonesia belum menguasai bahasa Korea. Tidak jarang terjadi perselisihan antara pekerja Indonesia dan atasannya,” kata Haris yang pernah menjadi TKI di Korea selama 12 tahun.

Sekitar 60 kilometer ke arah selatan dari Pageurageung, Sukmara, siswa kelas I SMAN 2 berbasis Kelautan dan Berasrama Cipatujah, Tasikmalaya, juga tengah meraih mimpi. Setahun terakhir Sukmara bersama 24 siswa lainnya belum memiliki ruang kelas permanen. Mereka berdesakan menggunakan ruang rapat Desa Cikawungading berukuran 10 x 6 meter. ”Meski numpang, asalkan bisa sekolah gratis, tidak masalah,” katanya.

Sukmara mengatakan sempat putus sekolah selama lima tahun karena tidak punya biaya. Di usia belia, ia terpaksa merantau ke Kota Banjar dan Kota Cimahi, Jawa Barat, bekerja sebagai penjaga toko dan operator internet. SMAN 2 yang tidak memungut bayaran menariknya pulang kampung setahun lalu.

”Saya ingin jadi pembudidaya ikan,” kata Sukmara, yang kini didaulat sebagai ketua OSIS oleh 24 siswa lainnya.

Kepala Sekolah SMAN 2 Cipatujah Dadan Sudrajat mengatakan, pemilihan kelautan karena kualitas dan pendapatan masyarakat pesisir pantai dinilai masih minim. Sementara pemilihan konsep asrama guna menampung siswa miskin yang rumahnya jauh dari sekolah.

Akan tetapi, Dadan mengatakan, proses pembangunan sekolah masih terkendala status kepemilikan tanah. Pemkab Tasikmalaya berjanji menyelesaikan masalah itu sebelum tahun ajaran baru 2013.

Para pengajarnya pun tidak kalah militan. Tanpa dibayar, sebanyak 18 pengajar mau mendidik siswa setiap hari. Semuanya sarjana dan mayoritas adalah warga Cikawungading, Kecamatan Cipatujah.

Neli Nurviani (22), pengajar seni budaya dan keterampilan, rela tidak dibayar sama sekali. Ia bangga melihat kemauan keras anak Cipatujah belajar lagi.

Perangkat desa yang galau dengan maraknya anak putus sekolah juga ikut terlibat. Supriyatna (72), Kepala Urusan Pemerintahan Desa Cikawungading, naik turun bukit setiap hari. Ia mendatangi satu per satu rumah anak yang anak putus sekolah selepas tugas di kantor desa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com