JAKARTA, KOMPAS.com - Guru, kepala sekolah, dan pengawas menganggap kebijakan ujian nasional (UN) tidak tepat. Namun, pemerintah tetap memaksakan kebijakan UN meskipun layanan pendidikan pada siswa belum terstandar secara nasional.
Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI) Sulistiyo di Jakarta, Selasa (16/4/2013), mengatakan, tahun 2012 PB PGRI secara internal melakukan survei tentang UN pada guru, kepala sekolah, dan pengawas. Hasilnya tergambar sebagai berikut: guru sebanyak 28,57 persen menganggap UN sebagai kebijakan yang tidak tepat, dan 42,86 persen sangat tidak tepat.
Kepala sekolah mengangap kebijakan UN tidak tepat 26,15 persen, dan 49.23 persen menganggap kebijakan UN sangat tidak tepat. Adapun pengawas sebanyak 27 persen menganggap kebijakan UN tidak tepat dan sangat tidak tepat 41,77 persen.
Menurut Sulistiyo, penilaian itu disebabkan UN tidak berhasil meningkatkan semangat belajar, menimbulkan kecurangan, menimbulkan ketegangan murid, dan menanamkan mental koruptif pada anak. "Meski demikian banyak keberatan dan dampak buruknya, pemerintahan tetap melaksanakan UN setiap tahun. Bahkan pada 2013 nilai UN menjadi salah satu komponen yang menentukan untuk masuk perguruan tinggi tanpa melalui tes (SMNPTN)," kata Sulistiyo.
Akan tetapi, pelaksanaan UN tiap tahun penuh masalah. Puncak kekacauan UN terjadi tahun ini sehingga 11 provinsi tidak bisa serentak mengikuti UN. PGRI, lanjut Sulistiyo, menganggap bahwa kekacauan UN tahun ini bukan sekadar persoalan teknis, tetapi lebih daripada itu adalah masalah humanis, masalah manusia atau human error.
"Karut marut UN merupakan cerminan dari tidak kapabelnya manajemen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam meng-handle amanah dan tugas-tugas penyelenggaraan pendidikan nasional," kata Sulistiyo.
Menurut Sulistiyo, fenomena UN 2013 ini hendaknya menyadarkan kita bahwa adalah muskil mengharapkan kemajuan bangsa ini dengan mempercayakan pendidikan pada pihak-pihak yang tidak berkompeten. Sementara itu, kita tahu bahwa pendidikan adalah episentrum yang sangat menentukan perjalanan bangsa ini pada masa mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.