Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Quo Vadis Ujian Nasional

Kompas.com - 24/04/2013, 02:20 WIB

Ketiga, jika UN hendak dijadikan dasar untuk menumbuhkan sikap jujur, akhlak mulia, budi pekerti luhur, dan karakter bangsa yang tangguh sebagaimana tujuan pendidikan nasional, kelihatannya tak relevan lagi dipertahankan. Jika pada diri anak muncul sportivitas bahwa ia belum bisa berbahasa Inggris dengan baik, lalu ia lulus dengan angka tinggi, sesungguhnya ada pembelajaran secara tak langsung pada anak itu bahwa di Indonesia semua bisa diatur. Mungkin tak disadari, proses pendidikan seperti inilah yang akan menjauhkan anak dari kejujuran, kerja keras, dan kemandirian, serta merapuhkan sendi-sendi peradaban bangsa masa depan.

Jalan keluar

Memperhatikan harapan Boediono untuk mencari jalan keluar atas kompleksitas penyelenggaraan UN yang biayanya melewati setengah triliun rupiah, hal-hal berikut perlu dilakukan. Pertama, Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) perlu dipertanyakan eksistensinya. Jika dikaji, amanah yang terkandung pada Pasal 35 UU No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, institusi yang paling bertanggung jawab atas segala hal terkait penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan nasional adalah BSNP. Namun, di sisi lain, tanggung jawab itu sulit diwujudkan karena BSNP sebagai satu-satunya institusi yang dapat mandat UU untuk melakukan standardisasi, penjaminan dan pengendalian mutu dengan mengembangkan, memantau, dan melaporkan pencapaiannya belum berjalan.

Keberadaan BSNP saat ini amat berbeda dan menyimpang dari tuntutan UU. Di sejumlah negara lain, kendali mutu pendidikan nasional sangat bergantung pada kemandirian dan profesionalisme badan standardisasi atau lembaga pengujiannya. Lembaga ini di Malaysia bernama Lembaga Peperiksaan Malaysia (Malaysian Examinations Syndicate/MES), di Inggris disebut Cambridge Local Examinations Syndicate atau Oxford Delegacy of Local Examinations, di Hongkong disebut Hong Kong Examinations and Assessment Authority, di Selandia Baru bernama New Zealand Qualifications Authority.

Lembaga-lembaga ini benar-benar mandiri, menghimpun para ahli dan praktisi dari semua bidang keilmuan dan bidang studi di semua jenjang, jenis, dan jalur pendidikan untuk menyiapkan naskah ujian, menentukan standar, mengolah semua proses pelaksanaan ujian, dan memberikan pengakuan. BSNP kelihatannya lebih mirip Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional di era Orde Baru dan sama sekali tak punya kemampuan teknis menangani UN secara mandiri. Jika yang melaksanakan fungsi penyiapan dan pelaksanaan UN adalah Pusat Pengujian Balitbang, mengapa institusi ini tak disiapkan sebagai institusi profesional yang mandiri. BSNP, jika masih diperlukan, dapat berperan sebagai think tank Kemdikbud.

Kedua, sesuai harapan Boediono, agar tidak ada anak didik kita yang tertinggal, kelihatannya pemerintah dapat mempelajari bagaimana AS memberlakukan The No Child Left Behind Act (2001) semasa Presiden Bush yang dilanjutkan oleh Presiden Obama untuk meningkatkan standar mutu pendidikan dasar dan menengah secara merata di seluruh negara bagian. Kebijakan ini sesungguhnya adalah penyempurnaan dari UU Pendidikan Dasar dan Menengah 1965 semasa Presiden Lyndon Johnson. Melalui kebijakan tersebut dapat dipetik berbagai cara meningkatkan standar mutu pendidikan dan memperkecil kesenjangan mutu antarsekolah, mengembangkan sistem pengujian, peningkatan kompetensi guru, kebijakan subsidi, dan sebagainya.

Kebijakan itu sesungguhnya adalah kerangka sistemik yang akan mempersiapkan anak-anaknya mendapatkan pendidikan terbaik sesuai dengan tantangan abad ke-21. Pendekatan sistemik seperti itu sungguh diperlukan di negeri tercinta ini. Akhirnya, semoga berbagai musibah pengelolaan pendidikan nasional kita akan menjadi pelajaran berharga bagi kebesaran masa depan kita bersama.

Hafid Abbas Guru Besar Universitas Negeri Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com