Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tetap Bersekolah walau Harus Menjadi Buruh

Kompas.com - 02/05/2013, 09:48 WIB

Oleh: GREGORIUS MAGNUS FINESSO

Kesulitan ekonomi tak menyurutkan semangat Indah Sari (17) dan dua adiknya mengenyam pendidikan. Demi menutupi biaya sekolah, mereka bekerja sebagai buruh plasma bulu mata palsu. Kisah pilu di Hari Pendidikan Nasional!

Terik matahari menyengat kepala ketika Indah dan kedua adiknya berseragam putih-biru menyusuri jalan setapak di Dusun Batur, Desa Penusupan, Purbalingga (70 kilometer timur laut Purwokerto), Jawa Tengah. Mereka baru saja pulang sekolah.

Indah duduk di kelas IX SMPN 4 Rembang. Sementara kedua adiknya, Supriyani Astuti (15) dan Juliah (13), duduk di kelas VII sekolah yang sama.

Sesampai di bilik bambu berukuran 5 x 6 meter, ketiga sosok perempuan itu segera mengambil peralatan merangkai bulu mata palsu.

”Saya sekolah sambil bekerja bikin idep (bulu mata) sejak lima tahun lalu. Adik-adik juga akhirnya ikut membantu supaya ada uang untuk makan,” tutur Indah, Selasa (30/4/2013) siang, sambil memilin rambut di kawat yang dipasang di papan kayu untuk kemudian dirajut jadi bulu mata palsu.

Upah dari aktivitas itu tak hanya untuk menghidupi Indah dan kedua adiknya. Di rumah itu juga tinggal ibu mereka, Tarmini (40), dan adik bungsu, Sayang (5).

Beban mereka kian berat karena Tarmini mengalami gangguan mental sejak kelahiran anak terakhirnya akibat kondisi ekonomi. Perempuan itu tak pernah lagi berbicara kepada orang lain, termasuk anak-anaknya. Setiap hari, ia lebih sering menatap kosong keluar atau tidur di dipan.

Depresi kian mengimpit saat Warsito, ayah Indah yang sakit-sakitan, akhirnya meninggal akhir tahun 2012. Warsito yang semasa hidup menjadi juru kunci Petilasan Bukit Ardi Lawet ini menderita komplikasi sejumlah penyakit dalam.

Menjadi buruh

Tanto Purnomo (23), si sulung, lima tahun terakhir ini bekerja di sebuah bengkel di Samarinda, Kalimantan Timur. ”Mas Tanto tiap bulan kirim uang sekitar Rp 300.000, tetapi semuanya terpakai untuk bayar utang lama biaya berobat Bapak,” tutur Indah.

Saat ini, mereka masih berutang Rp 3 juta kepada pihak pemerintahan desa untuk sewa tanah bengkok tempat rumah mereka berdiri.

Kendati sebagian penduduk di Dusun Batur bekerja sebagai petani, kondisi keluarga Indah sangat memprihatinkan. Bilik bambu tempat mereka berteduh hanya berlantai tanah yang sangat lembab. Kamar mandi tidak ada. Penghuninya setiap hari mandi di sungai. Jika genteng rumah bocor, Indah dan ketiga adiknya hanya bertahan di sudut dipan sambil berpelukan, menghangatkan tubuh.

Keterbatasan ekonomi pula yang membuat Indah dan Supriyani beberapa kali putus sekolah. Namun, semangat belajar Indah dan kedua adiknya tak surut. ”Kalau bikin bulu mata, tidak perlu keluar rumah. Bahan-bahannya sudah dikasih. Nanti, dua hari sekali disetor ke pengepul di dekat sini juga,” ujar Indah.

Indah mengaku ikut bekerja di plasma bulu mata palsu karena diajak tetangganya yang prihatin terhadap kondisi keluarga itu. Di desa tersebut, sejumlah ibu rumah tangga menambah penghasilan dengan membuat bulu mata palsu. Produk itu kemudian dikumpulkan untuk dikirim ke pabrik-pabrik bulu mata palsu yang banyak berdiri di Purbalingga.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com