Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurikulum 2013 (Bukan) Pepesan Kosong

Kompas.com - 11/05/2013, 04:58 WIB

Minimnya panduan dan sosialisasi formal menyebabkan media massa yang justru banyak mengambil alih wacana perubahan kurikulum dalam beberapa bulan terakhir. Surat kabar (31,8 persen), televisi (27,5 persen), dan internet (15,8 persen) merupakan sumber informasi utama bagi para guru. Kemudian disusul institusi formal seperti kepala sekolah (10,4 persen) dan kolega guru (7,4 persen). Akibatnya, pengetahuan umum para guru terhadap Kurikulum 2013 bersifat setengah-setengah dan cenderung terombang-ambing wacana.

Dampak penerapan kurikulum baru terhadap institusi sekolah juga dikhawatirkan guru. Terkait kondisi dan status sekolah, perubahan struktur kurikulum potensial menimbulkan persoalan bagi SD-SMP negeri (50,2 persen) dibandingkan dengan sekolah swasta (46,2 persen).

Hal ini karena jumlah guru bersertifikasi cenderung lebih banyak di sekolah negeri. Tujuh dari setiap 10 guru SD-SMP negeri sudah memiliki sertifikasi guru, sementara hanya lima dari tiap 10 guru di sekolah swasta yang memiliki sertifikasi. Pengurangan jam pelajaran menyebabkan guru bersertifikasi sulit memenuhi syarat minimal jam mengajar per minggu.

Implikasi

Ambiguitas antara keyakinan sekaligus kekhawatiran mewarnai opini umum dan sikap guru terhadap implikasi perubahan kurikulum. Pada tataran idealisme, secara umum guru optimistis bahwa Kurikulum 2013 akan meningkatkan kompetensi lulusan peserta didik dari aspek spiritual, intelektual, dan mental. Namun, tataran operasional tampak lebih problematis. Sebagian besar guru (64,8 persen) menganggap bahwa Kurikulum 2013 tidak berbeda dengan Kurikulum 2006 yang bermuatan padat sehingga dikhawatirkan memberatkan anak didik.

Pendekatan tematik integratif juga menjadi sorotan. Separuh bagian guru (51,6 persen) khawatir integrasi materi IPA dan IPS ke dalam Bahasa Indonesia akan melemahkan nilai nasionalisme dan jati diri kebangsaan anak didik. Sekitar separuh guru juga mengkhawatirkan hal itu akan melemahkan kemampuan kognitif siswa atas pelajaran IPA dan IPS (56,1 persen) di satu sisi dan pemahaman tata bahasa (49,8 persen) di sisi lain. Merujuk pada pengamat pendidikan M Abduhzen, integrasi pelajaran IPA, IPS, dan Bahasa Indonesia, potensial menimbulkan kerancuan berpikir peserta didik (Kompas, 12/12/2012).

Pro-kontra yang mewarnai perubahan kurikulum menunjukkan bahwa kebijakan ini belum sepenuhnya siap dilaksanakan. Kesan sebagai kebijakan yang tergesa dan dipaksakan sulit ditepis. Sudah sepatutnya strategi penerapan Kurikulum 2013 dikaji ulang dengan strategi sosialisasi dan pelatihan yang memadai, demi menghindari Kurikulum 2013 menjadi pepesan kosong.

Indah Surya Wardhani Litbang Kompas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com