JAKARTA, KOMPAS.com - Kepemimpinan perempuan sebagai pucuk pimipinan di institusi perguruan tinggi masih terbatas. Perempuan yang menduduki jabatan sebagai rektor atau pimpinan perguruan tinggi minim.
Di perguruan tinggi negeri (PTN) saat ini terdata empat perempuan rektor/ketua. Padahal ada 97 PTN, dari politeknik, sekolah tinggi, instititut, dan universitas.
Minimnya kepemimpinan perempuan yang menjadi pucuk pimpinan di perguruan tinggi mengemuka dalam kegiatan USAID/HELM (Higher Education Leadership and Management) di Jakarta, Senin (27/5/2013). Program ini diikuti 25 perguruan tinggi negeri dan swasta di berbagai wilayah Indonesia, untuk menguatkan kepemimpinan perempuan di perguruan tinggi.
"Dalam indikator pembangunan juga mulai diperhitungkan soal gender development index. Kebijakan yang sensitif gender ini perlu juga dikembangkan di perguruan tinggi," kata Emy Susanto, Ketua Program Studi Perempuan Universitas Airlangga.
Kristen Potter, pimpinan USAID/HELM, mengatakan, lokakarya dilakukan di berbagai perguruan tinggi untuk memberikan dukungan yang lebih kuat agar perempuan-perempuan dapat meruntuhkan berbagai hambatan, baik karena nilai, struktur, budaya, atau pribadi, yang menghalangi perkembangan personal maupun profesional.
"Karakteristik kepemimpinan yang baik perlu dikembangkan untuk mendorong perempuan dan laki-laki menjadi pemimpin yang baik di masa depan," kata Kristen.
Menurut Kristen, mayoritas pimpinan di institusi pendidikan tinggi dijabat laki-laki. Padahal jumlah mahasiswa perempuan lebih banyak daripada pria. Karena itu, USAID/HELM memahami isu ini, serta berupaya untuk memperkuat potensi dan pengembangan diri perempuan melalui kegiatan kepemimpinan perempuan.
Kepercayaan diri adalah kiat mewujudkan potensi diri perempuan seutuhnya. usai berpartisipasi dalam lokakarya USAID/HELM, sejumlah perempuan di institusi pendidikan tinggi percaya diri dan termotivasi untuk mempersipakan diri jadi pemimpin.
Badia Perizade, Rektor Universitas Sriwijaya, mengatakan, ketika dia dicalonkan menjadi perempuan rektor pertama di Universitas Sriwijaya, dukungan awalnya tidak kuat. Namun, dengan bukti kinerja yang baik, Badia menjadi rektor dua periode.
"Kepemimpinan perempuan memang lebih menantang. Kita harus membuktikan tiga kali lebih keras dari pemimpin pria," kata Badia.
Di Universitas Sriwijaya, perempuan dosen berjumlah 433 orang (40 persen) dan dosen laki-laki sebanyak 729 orang (60 persen). Perempuan pemimpin juga dimunculkan dengan memperhatikan potensi sebagai pembantu rektor ataupun direktur.
Tian Belawati, Rektor Universitas Terbuka, merupakan perempuan rektor pertama di perguruan tinggi ini. Bahkan, di Asia Tenggara, saat ini hanya ada dua perempuan rektor dari sembilan rektor universitas terbuka.
Sementara itu, Yani Panigoro, Ketua Majelis Wali Amanat Institut Teknologi Bandung (ITB), mengatakan saat ini kepemimpinan perempuan amsih jadi isu karena jumlahnya yang terbatas. Dosen di ITB sebanyak 77 persen laki-laki dan 23 persen perempuan. Jumlah dosen berkisar 1.200 orang.
"Perempuan berpelunag untuk menjadi pemimpin di perguruan tinggi. Asal, perempuan memiliki keberanian untuk tampil dan mengutarakan visinya," kata Yani.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.