Memang, rasanya kurang afdal studi di luar negeri tanpa mencicipi kerja paruh waktu, tak terkecuali di Beppu, Jepang. Hal ini seperti diungkapkan Anindya Pradipta atau akrab disapa Anin. Bagi dia, kerja paruh waktu atau arubaito adalah sesuatu menyenangkan dilakukan oleh pelajar seperti dirinya yang hidup jauh dari orang tua.
"Saya belum lama melakukan arubaito, baru berjalan satu bulan. Tetapi, dari sini saya merasa kemampuan bahasa Jepang terus meningkat dan pergaulan dengan anak-anak mahasiswa Jepang lain semakin luas," tutur mahasiswa semester dua di Asia Pacific Management (APM) di Kampus Ritsumeikan APU, Beppu, Jepang, Kamis (27/6/2013).
"Kita harus mampu memperlihatkan layanan terbaik di depan tamu, padahal di dapur kita kerja keras bukan main dan banyak tantangannya. Awal-awalnya memang terasa keras, tapi kalau sudah biasa saya yakin ini jadi santapan sehari-hari. Intinya, apabila kita bekerja baik dan atasan percaya, kita akan terus terpakai dan selalu dipercaya," ujarnya.
"Waktu itu saya masih tinggal di asrama atau AP House. Saya mendapat banyak pengalaman bagaimana susahnya menjadi cleaning service, terutama kejengkelan terhadap orang yang suka membuang sampah sembarangan di kelas. Karena itulah, kalau saya membuang sampah sembarangan di kelas, saya tahu betul betapa jengkelnya menjadi orang paling bertanggung jawab membersihkannya," kata mahasiswa APM semester empat ini.
Audi menuturkan, pengalaman keduanya bekerja paruh waktu dilakoninya sebagai pekerja di hotel di kota Yufuin. Ia menceritakan, mulai membersihkan kamar hotel, mencuci piring, menyiapkan makanan dan minuman, bahkan membersihkan ofuro atau kamar mandi khas Jepang dilakukannya dengan sebaik mungkin.
"Saya satu-satunya orang Indonesia bekerja di hotel itu dan satu-satunya orang asing di situ. Karena tidak ada yang berbahasa Inggris, mau tak mau saya harus berkomunikasi dengan bahasa Jepang. Jadi, ketika pertama dimarahi dalam bahasa Jepang, saya cuek saja karena tidak mengerti," ungkap Audi sambil terbahak.
Sejak itulah, selain bisa punya penghasilan tambahan dan keberanian untuk belajar, kecakapan berbahasa Jepang Audi semakin terasah. Bekerja paruh waktu terus dia lakukan seperti menjadi pengangkat kursi selama seminggu penuh di kampus, menjadi asisten fotografer, hingga menjadi pramusaji restoran.
Pengalaman Audi pun semakin matang. Ia mengaku, dimarahi sesering apa pun dan sekasar apa pun, dia akan cuek saja. Hal terpenting baginya adalah dia tahu kesalahannya dan apa yang harus ia lakukan kemudian untuk memperbaiki sehingga tak perlu mendengar omelan pegawainya.
"Saya harus terbiasa menghadapi orang-orang yang punya karakter keras di setiap pekerjaan saya di sini. Apabila kita mengerjakan sesuatu dengan ikhlas dan niat ingin belajar, kita pasti mendapatkan pelajaran berharga dari pekerjaan itu dan itu sesuatu hal yang menyenangkan," ucapnya.
Bukan hal sulit
"Kerja part time untuk mahasiswa di sini legal, yaitu 1 minggu 40 jam kerja. Yang penting punya visa pelajar dan mendaftar ke imigrasi, mahasiswa bisa menjadi pekerja sambilan yang sah," kata Dahlan Nariman, Vice Dean of Admission-Associate Professor Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), di Kampus Ritsumeikan APU, Beppu, Jepang, Rabu (26/6/2013).
"Standar penghasilan dari bekerja sambilan di Beppu itu per jam 650-800 yen. Jadi, bisa berpenghasilan 40.000 yen per bulan dari kerja sambilan bukan hal sulit di sini," tambahnya.
Tak ada yang sulit, memang. Kuncinya hanya kemauan. Hal itu seperti dikatakan Erica Marcella Dewi.
"Gampang kalau bahasa Jepang kita memadai, punya teman banyak sehingga informasi banyak didapat, memiliki keberanian untuk mencoba, serta tidak gampang menyerah. Tanpa itu, susah cari kerja paruh waktu," ujar mahasiswa semester 8 APM jurusan International Transaction.
Pengalaman menjadi chef di salah satu restoran selalu diingat Erica sebagai pelajaran berharga. Selain banyak bahan makanan harus diingat, dia juga harus membedakan piring sajian lantaran setiap makanan harus disajikan di piring berbeda. Belum lagi tekanan orang-orang Jepang yang menurutnya "supergalak".
"Karena itu, siapkan fisik dan mental kuat," ujar Erica yang kini telah menjadi chef assistant di Machako, salah satu restoran yang sudah berdiri 30 tahun di Beppu.
Erica mengaku bersyukur bisa bertahan menjadi mahasiswi yang berhasil mencari penghasilan tambahan dengan bekerja paruh waktu. Bahkan, setelah 2,5 tahun bekerja di situ, kini ia berperan untuk mengatur pegawai-pegawai lainnya di restoran itu.
"Dari hasil part time job ini saya bisa membiayai uang transportasi bus per tahun seharga kurang lebih Rp 9,5 juta, Saya bisa memenuhi biaya hidup saya di Jepang tanpa meminta uang dari orangtua. Ini memang impian saya ketika masih duduk di bangku SMA," ucap Erica.
Sebagai hasil jerih payah dan semangatnya hidup mandiri di Beppu, pada November nanti, Erica mulai bekerja di Mitsubishi di Surabaya, Jawa Timur. Erica menuturkan, dua bulan lalu ia pulang ke Surabaya untuk mengikuti wawancara kerja dengan perusahaan asal Jepang tersebut. Ia adalah satu dari sekian banyak mahasiswa dan mahasiswa yang diterima langsung bekerja setelah lulus pada September nanti dari Ritsumeikan APU.
Terkait hal itu, berdasarkan data terakhir Oktober 2012, jumlah pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di Ritsumeikan APU sebanyak 184 mahasiswa, terdiri dari 156 tingkat sarjana (S-1) dan 28 mahasiswa di jenjang S-2. Menurut Dahlan Nariman, dengan angka sebanyak itu dari Indonesia, tawaran kerja dari bermacam perusahaan internasional Jepang selalu membanjir.
"Lebih dari 95 persen mahasiswa internasional sukses di dunia kerja. Tahun lalu, 400 perusahaan internasional melakukan rekrutmen langsung di kampus," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.