Pesan itu berupaya disampaikan selama 3 jam pementasan kolosal "Malin Kundang",
yang menutup rangkaian acara Indonesia Week 2013: Indonesia for Everyone di Millenium Hall,
Ritsumeikan Asia Pacific University (APU), Jumat (28/6/2013) malam tadi. Penonton yang terdiri
dari mahasiswa/mahasiswi internasional dan alumni APU, serta penduduk lokal Beppu terperangah dibuatnya.
Pentas dibuka oleh sohibul hikayat bergaya kocak membawakan cerita ini. Kemudian, adegan drama diawali dengan munculnya Tari Saman. Sontak, gedung pertunjukkan berkapasitas 700 orang itu berubah riuh dalam sorak dan tepuk tangan.
Selanjutnya, kisah Malin Kundang pun dimulai dengan adegan perpisahan antara Malin Kundang dan ibunya yang tak kuasa melepas niatan Malin Kundang untuk merantau. Mulai tari Rentak Besapih asal Jambi hingga Ronggeng Manis dari Betawi mengiringi adegan demi adegan.
Durhaka pada cerita
Benang merah kisah Malin Kundang pada pementasan ini memang tidak berubah. Malin Kundang yang miskin, pergi merantau, lalu menjadi durhaka karena enggan mengakui ibunya. Hanya saja, penggarapan ceritanya dikemas dengan segala macam kesenian tradisional dan musik modern asal Indonesia. Tak ada lagi kisah Si Malin Kundang yang 100 persen berbau Minangkabau sebagai latar cerita ini lahir.
"Karena tujuan inti dari pementasan ini memang bukan cuma pada esensi kisah Malin Kundang sebagai anak durhaka, tetapi lebih kepada bagaimana pesan tentang Indonesia tersampaikan ke semua orang yang menonton, khususnya para mahasiswa internasional kampus ini," Monica Elvina Saputra, Ketua Panitia Indonesia Week 2013 kepada Kompas.com, seusai pertunjukkan.
Dengan tetap menjadikan Tari Saman sebagai "ikon" Indonesia Week 2013, pilihan jenis tari
dan musik dibuat mengikuti alur cerita ini meskipun terkesan "lari" dari ciri Minangkabau-nya, seperti pemakaian Tari Rentak Besapih asal Jambi, Ronggeng Manis dari Betawi, atau Tari Kecak dari Bali.
Nyatanya, malah sebaliknya. Gerak serempak Tari Kecak ini justru bikin penonton berdecak, salah satunya adalah Duta Besar Indonesia untuk Jepang, Muhammad Lutfi, serta para anggota Indonesia Yukou Kyokai atau Komunitas Pencinta Indonesia di Oita.
Belum lagi kehadiran Tari Ronggeng Manis dari Betawi. Buat apa tarian ini hadir dalam cerita
Malin Kundang, dan apa hubungannya? Rasanya, drama malam ini yang justeru "durhaka" pada
cerita aslinya!
Lagi-lagi malah sebaliknya, penonton kembali berdecak. Tepuk tangan dan sorak tak henti disematkan kepada para penari yang beberapa diantaranya adalah mahasiswi Jepang dan Korea.
"Saya dan teman-teman puas setelah menyiapkan pergelaran ini selama 9 bulan. Kerja keras itu terbayar sudah, karena semua ini kami kerjakan sendiri dari nol. Saya yakin, pesan tentang Indonesia untuk semua di sini tersampaikan," jawab Monica atau akrab disapa Vina.
I love you mom!
Pikirku pun melayang/Dahulu penuh kasih/Teringat semua cerita orang/Tentang riwayatku
Kata Mereka Diriku Selalu dimanja/Kata mereka diriku selalu ditimang
Oh Bunda ada dan tiada dirimu/Kan selalu ada di dalam hatiku...
Suasana pun berubah hening. Penonton yang sedari awal riuh, sejenak terhipnotis oleh kesenduan suara Melly diiringi piano.
Selepas itu, Ibunda Malin Kundang keluar panggung setelah menyesali kutukannya sendiri pada anak semata wayangnya. Sohibul hikayat pun kembali bertutur. Ia bilang, kisah Malin Kundang berasal dari Minangkabau. Sisa-sisa dongeng ini masih bisa dijumpai "penonton" di Pantai Manis, Sumatera Barat, sebagai peringatan kepada manusia untuk selalu menyayangi ibunya.
Di ujung cerita, ketika layar panggung telah ditutup, seorang mahasiswa "bule" tiba-tiba naik ke panggung. Ia lalu mengeluarkan ponselnya, dan berbicara dengan seseorang di seberang sana.
"I love you Mom...," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.