Ada dua hal yang diterapkan Ridwan di KPM. Pertama, metode seikhlasnya. Prinsip ini berlaku bagi semua murid dan staf pengajar. Tujuannya, kata Ridwan, memberikan ruang yang lebar untuk anak miskin mendapatkan hak pendidikan.
Kedua, metode Matematika nalaria realistik. Dengan metode ini, Ridwan mengedepankan belajar Matematika yang menyenangkan dan tidak fokus pada hafalan. Semua siswa dilatih menggunakan soal-soal yang terkait kehidupan sehari-hari.
Di luar itu, Ridwan juga mewajibkan semua siswa yang beragama Islam untuk mengaji dan mendirikan shalat. Ia ingin membentuk pribadi yang seimbang, yaitu unggul secara akademis dan memiliki kedalaman religius.
"Kadang-kadang saya suka bilang, yang nggak shalat dan ngaji nggak boleh belajar di sini. Akhirnya semua pada shalat," kelakar Ridwan. Tentu saja, itu hanya cara dia mengingatkan para siswa dan mengajak mereka membangun kesadaran.
Paling berkesan, ungkap Ridwan, adalah saat tim dari lembaganya berhasil menorehkan hasil baik pada Junior Balkan Mathematical Olympiad (JBMO) di Turki, beberapa tahun lalu. Dalam kompetisi itu, siswa-siswanya mengalahkan pesaing kuat dari Amerika Serikat dan Rusia dengan mendapatkan dua emas dan dua perunggu.
"Dengan rendah hati, maaf Pak Menteri, kami juga pernah mengalahkan tim dari Kemdikbud (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan) di Olimpiade Matematika," ucap Ridwan malu-malu. Salah satu tamu dalam penghargaan malam itu adalah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh.
Risiko dan rezeki
Segala hal punya risiko dan konsekuensi logis. Tak terkecuali aktivitas Ridwan. Pada saat bersamaan dia bergelut dengan idealisme dan realitas kehidupan keluarga.
Ridwan sekarang sudah berkeluarga, dengan satu istri dan tiga anak. Putri pertamanya duduk di bangku kelas III SD.
Dengan metode bayar seikhlasnya, Ridwan tentu saja tak dapat berbuat banak. Uang keropak yang dia buka setiap dua pekan sekali kerap hanya habis untuk biaya operasional, termasuk honor karyawan dan staf pengajar.
Bukan sekali dua kali, Ridwan mendapati keropak-nya kosong melompong. Tak ada satu pun siswa yang memasukkan uang ke sana. Nombok, tentu saja.
Beruntung, kehidupan rumah tangga Ridwan berjalan harmonis. Kesulitan yang datang silih berganti tak menggoyahkan bahtera tersebut.
Sebagai gambaran, Ridwan berpindah kontrakan sebanyak enam kali sejak pertama mendirikan KPM. Dia memilih pindah kontrakan bila tak punya biaya untuk memperpanjang sewa.
Akhirnya, Ridwan membawa istri dan tiga anak mereka ke rumah orangtuanya di Ciomas, Bogor, Jawa Barat. "Sebenarnya yang lebih pantas dapat penghargaan itu ibu saya atau istri saya," ujar dia.
Ridwan pun bercerita lagi. Pada suatu ketika dia sangat terdesak kebutuhan keluarga. Uang yang dia miliki tak seberapa. Beberapa ikat singkong menjadi solusi untuk mengisi perut keluarga ini.
"Saya bilang sama istri saya, hidup dengan saya itu tegang. Kadang-kadang harus siap jual motor atau jual rumah," ucap Ridwan. Meski begitu, dia bertekad melanjutkan apa yang sudah di lakoni lebih dari satu dasawarsa.
Ridwan berharap ada banyak tempat belajar seperti KPM di tempat lain. Tujuannya satu saja, "Memberikan hak yang sama untuk anak-anak Indonesia." Ridwan mengaku tak pernah khawatir mengenai rezeki.
"Ini adalah cara yang saya pilih untuk bersyukur kepada Tuhan," kata Ridwan. "Dengan begitu, tak ada lagi yang perlu dirisaukan." Dia berkeyakinan, Tuhan hadir menemani setiap langkahnya.
"Ibu saya bilang, jadi laki-laki jangan lembek karena kita punya mimpi besar. Dengan beribadah, maka rezeki di langit dan di dalam bumi akan turun dan keluar," tutur Ridwan.