Hal itulah yang dirasakan oleh Tengku Mohd. Khairal, salah satu dosen pengajar MM Online. Menurut dia, pada dasarnya teknis pelaksanaan perkuliahan secara online tidak berbeda dengan perkuliahan konvensional yang berlangsung dengan tatap muka di kelas. Namun, pada perkuliahan secara online, dosen setidaknya dituntut memiliki dedikasi lebih tinggi.
"Sebab, pengajar harus selalu sigap setiap hari untuk mengecek forum di dunia maya. Kalau kuliah reguler itu tiga jam selesai. Ada pertanyaan waktu itu, saat itu juga bisa selesai. Kalau di perkuliahan online, mahasiswa bisa bertanya kapan saja, terus berlanjut," ujar Tengku saat ditemui Kompas.com di ruang kerjanya, Universitas Bina Nusantara, Jakarta, tengah April lalu.
Dosen yang juga Ketua Program MM Online itu memaparkan, bahwa kelas laiknya sebuah forum diskusi yang disediakan pada sistem perkuliahan. Bentuknya seperti blog.
Di forum itulah, mahasiswa kemudian memberikan komentarnya untuk menanggapi atau mengkritisi topik-topik diskusi perkuliahan yang dicetuskan oleh dosen. Topik tersebut kemudian bergulir dalam forum. Di sinilah mahasiswa diminta aktif untuk memberikan komentar mereka (Baca: Mutlak, Metode "Online Learning" Bikin Mahasiswa Lebih Disiplin!).
Salah satu yang menarik dari perkuliahan online ini, lanjut Tengku, tidak ada yang pernah bisa menebak, kapan si mahasiswa akan berkomentar. Semua topik dipilih dari silabus, tetapi penetu topik diskusi adalah dosen.
"The beautiful thing of online, waktunya kapan saja available, kapan si mahasiswa diskusi, semua akan terekam di situs. Ada yang tiba-tiba muncul jam 1 malam, itu terekam di sana," ujar Tengku.
"Dosen ada tanggung jawab pribadi di sini. Paling tidak, sekurang-kurangnya dia mengecek forum sekali sehari. Dia tidak bisa melepas dalam dua atau tiga hari kosong, karena kalau kelamaan akan menumpuk komentarnya," kata Tengku.
Satu hal yang unik, menurut Tengku, adalah jawaban-jawaban yang dilontarkan oleh para mahasiswa pada saat terjadi diskusi dalam forum. Pasalnya, tak jarang di antara para mahasiswa itu terjadi adu argumen.
"Di situlah fungsi dosen, yaitu sebagai penengah. Bila ada mahasiswa yang sudah terlihat dengan nada tinggi, kita akan tutup forumnya," kata Tengku.
Tengku juga menekankan perbedaan antara pengajaran MM online dengan metode pengajaran E-learning. Pada metode E-learning mahasiswa hanya diminta mengunduh modul, lalu kemudian mereka pelajari sendiri modul tersebut. Tapi, mempelajari modul-modul tersebut tidak dilakukan dengan pengajaran secara online ("MM Online Learning", Inilah Kebebasan Belajar yang Penuh Tanggung Jawab!).
"Pada MM online, kalau kita download, mahasiswa harus baca. Satu minggu kemudian ada forum diskusi, dan dosen harus memberikan topik yang terkait dengan topik pada minggu tersebut. Pada pengajaran online, dosen hanya menjadi penengah diskusi. Karena belajar-mengajar itu lebih kepada mahasiswa itu sendiri," katanya.
Teguh menjelaskan, perkuliahan MM Online memiliki masa kuliah 3 semester. Setiap semester terbagi menjadi dua periode yang terdiri 4 sampai 5 mata kuliah.
Adapun saat ini merupakan perkuliahan pertama MM Online setelah resmi diluncurkan pada akhir 2013 lalu. Sebanyak 20 orang mahasiswa tercatat mengikuti kelas perdana MM online ini dan diisi oleh dua tenaga dosen. Dari kedua puluh orang itu kemudian dibuat kelompok-kelompok kecil selama perkuliahan.
"Pembagiannya dilakukan oleh sistem. Dalam kelompok itulah kemudian mahasiswa saling berdiskusi. Kelompok akan terus berganti setiap mata kuliah," ujar Teguh.
"Yang paling unik pada first class. Topik pembicaraan pertama mereka adalah tukar nomer ponsel. Mungkin, untuk melancarkan komunikasi tidak hanya dalam forum ini saja," tambahnya.
Baca juga: Mengapa Siswa Kelas "Online" Lebih Unggul dari Kelas Konvensional?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.