Awalnya, organisasi kepencintalaman didirikan untuk tujuan pembangunan karakter, yaitu rasa cinta tanah air, tanggung jawab, semangat pantang menyerah, dan persahabatan. Semua itu dapat terwujud dengan cara bergiat di alam bebas.
Sejenak, melihat ke belakang, organisasi pencinta alam dibentuk untuk mewadahi para anak muda yang ingin berkelana di alam bebas. Dengan berkelana di alam bebas tersebut, mereka dapat bekerja sama dengan rekan seperjalanannya. Selain itu, mereka juga dapat bersilaturahmi dengan penduduk setempat untuk menebar semangat persahabatan.
Kegiatan kepencintalaman seyogianya dibentuk untuk meningkatkan intelektualitas, jasmani, dan rohani. Sebagaimana disampaikan oleh Bapak Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, pendidikan itu dapat diperoleh melalui sekolah, keluarga, dan pergerakan. Kegiatan kepencintalaman ini merupakan salah satu wadah pendidikan berbentuk pergerakan.
Dalam kegiatan ini, pembelajaran bukan hanya diperoleh dari mendengar, tetapi juga diperoleh dari melihat, dan merasakan. Oleh karena itu, ide untuk menghentikan kegiatan kepencintalaman kurang tepat karena itu sama saja memampatkan basis pendidikan.
Ya, seperti perkataan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, kegiatan pencinta alam di sekolah harus dibina dengan baik, bukan begitu saja perlu dihentikan. Pendidikan dasar pencinta alam di sekolah-sekolah perlu dievaluasi lagi. (Baca: Ahok Tak Setuju Ekskul Pencinta Alam Ditutup).
"Dalam pendidikan Mapala UI, senior berperan sebagai mentor, yang menjadi pembimbing sekaligus teman diskusi calon anggota. Jadi senior itu, justru bersifat menjadi teman jalan. Biar alam yang membentuk mental calon anggota," ujar Ridwan Hakim (21), Ketua Mapala UI kepada Kompas.com di Jakarta, Jumat (4/7/20140).
Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UI itu menuturkan, bahwa dalam melaksanakan pendidikan terhadap “anak baru”, Mapala UI melakukannya dengan gaya "teman ngobrol dan teman jalan". Sistem itu terdefinisikan melalui senior yang berperan sebagai mentor pembimbing, dan sekaligus teman berdiskusi.
"Itu dilakukan supaya kemampuan berorganisasi melalui manajemen perjalanan yang baik dapat diinternalisasikan oleh setiap anggotanya. Bukan dengan hukuman, apalagi pakai main fisik," ujarnya.
Selain itu, lanjut Ridwan, memang perlu adanya latihan fisik untuk menunjang kegiatan di alam bebas. Latihan fisik adalah suatu kebutuhan untuk menjalankan kegiatan di alam bebas, bukan perintah, apalagi paksaan seorang senior. Senior adalah teman diskusi, bukan tempatnya hukuman.
Namun, ketika pelatihan fisik dan mental menjadi satu-satunya indikator dalam kegiatan kepencintalaman saat ini, premis tersebut berdampak pada wacana bahwa seorang yang gagah dan berani seolah-olah menjadi gambaran seorang yang bergiat di alam. Esensinya malah melenceng.
Ridwan mengatakan, paradigma yang mungkin dijalani para siswa SMA tersebut seolah menimbulkan konsekuensi logis yang membuat adanya kekerasan dalam kegiatan kepencintalaman. Hal tersebut diperparah dengan banalisasi kekerasan dalam kegiatan, yang bahkan cenderung menjadi sesuatu yang menawan bahwa; makin keras, makin macho.
"Dalam hal ini, kami siap membantu meniadakan praktik-praktik kekerasan dalam kegiatan kepencintalaman melalui metode pendidikan yang tepat, sebagaimana usulan Bapak Ahok. Mari kita melihat dengan jernih, tujuan dibentuknya organisasi pencinta alam. Kegiatan ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa cinta tanah air, dan sesama hidup. Kekerasan bukan melambangkan kegiatan kepencintalaman," kata Ridwan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.