Itulah prinsip utama yang dipegang Nicholas Susanto Tjandra (17), pelajar IPEKA Puri, Jakarta Barat, peraih medali emas bidang Matematika di Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2014 di Lombok. Baca: Sekolah Kristen IPEKA Raih 3 Emas di Olimpiade Sains Nasional.
Merunut kembali perjalanan meraih emas, Nicholas menuturkan, persiapannya sangat keras. Kali pertama, dirinya harus berkompetisi dengan rekan-rekan satu sekolahnya. Setelah lolos, ia masih harus bersaing lagi di tingkat kotamadya Jakarta Barat. Lepas dari seleksi tersebut, ia naik ke jenjang provinsi.
Di tingkat provinsi pun Nicholas masih menghadapi seleksi lagi. Ada dua tahap seleksi dia hadapi. Tahap pertama ada 125 orang, dengan 25 orang diantaranya dari masing-masing tingkat kotamadya di Jakarta. Mereka dikumpulkan di satu tempat dan diberi pelatihan.
Proses selanjutnya, dari 125 orang itu kembali diseleksi untuk diambil 50 orang siswa. Dari sekitar 50 orang itulah yang kemudian mewakili kontingen DKI Jakarta dan dipertandingkan untuk tingkat provinsi melawan provinsi lainnya. Setelah itu, barulah Nicholas melenggang masuk ke tingkat nasional.
"Memang berat, tapi saya tetap enjoy supaya tidak stres. Saya menikmati semua pelatihan yang diberikan saat di karatina. Sebelumnya, saya sudah mengikuti lomba OSN dari tingkat SMP, sehingga ilmunya terpakai terus sampai sekarang," ujar Nicholas kepada Kompas.com, pekan lalu.
Untuk menjadi yang terbaik, dia mengaku harus bersaing dengan banyak siswa. Di tingkat nasional, saingannya ada 99 orang untuk dipilih menjadi 30 pemenang dan mendapatkan 15 perunggu, 10 perak, serta 5 emas.
Nicholas mengaku, dirinya menghadapi banyak "tekanan". Dia menilai, para "jawara sains" tersebut tidak hanya datang dari provinsi di Jawa, tetapi dari seluruh Indonesia.
"Bakat itu tersebar di semua siswa di Indonesia. Hanya saja, guru-guru bagus tidak tersebar di sana. Guru-guru yang bagus kebanyakan ada di ibukota atau provinsi-provinsi besar. Jadi, memang yang sudah tahunan rutin hasilnya bagus itu di seputaran Jawa saja," kata pelajar SMA IPA kelas 12 ini.
Pengalaman
Nicholas mengaku tidak ada punya banyak beban saat tampil di OSN. Dia mengatakan, pengalaman selama inilah yang membuatnya demikian.
"Memang, pada awal-awal ikut OSN dulu saya kewalahan," tutur pelajar kelahiran 25 September 1997 ini.
Ketekunan dan kerja keras Nicholas diuji. Selama mengikuti OSN, dia benar-benar belajar keras, selain juga harus menjaga kondisi tubuhnya agar senantiasa bugar. Pun, yang tak kalah penting, dia harus mempersiapkan mentalnya.
"Soal matematikanya tertulis, tak ada praktik. Dua hari hanya untuk lomba. Setiap hari ada empat soal. Empat soal dengan waktu empat jam. Jadi, mengerjakan semua soal dalam waktu empat jam. Untuk itu saya harus selalu fit dan tentu saja, siap mental juga," katanya.
Atas keberhasilan itu, Nicholas menyatakan terima kasih kepada sekolahnya yang terus memberikan bimbingan atau jam pelajaran tambahan. Selain itu, sekali setiap pekan, dia juga mendapat bimbingan dari guru privat bersama teman-temannya.
"Mirip les. Kalau persiapan di sekolah lebih pada latihan saja. Banyak latihan, jadi semakin siap mengerjakan soalnya di OSN. Intinya, banyak latihan jadi lebih siap," ujarnya.
Nicholas telah mengikuti OSN sejak kelas 10 (SMA). Medali yang didapatnya pun terus naik, mulai hanya perunggu, kemudian perak, sampai akhirnya menggondol emas. Dia akui, faktor pengalaman juga berpengaruh dalam menghadapi OSN tahun ini. Jika kali pertama merasa guguk, kini dirinya makin terbiasa berkompetisi.
"Pengalaman membuat mental saya semakin siap," ujar pengagum Steve Jobs itu.
Nicholas mengaku tak punya metode khusus dalam belajar. Dia hanya banyak berlatih soal, tak lebih.
"Saat OSN, waktu di karantina itu digunakan untuk belajar dari pagi sampai sore. Lalu, malamnya juga ada lagi jadwal belajar," ujar siswa yang ingin kuliah di fakultas teknik ini.
Jadi Menteri
Ternyata, peran orang tua sangat mempengaruhi kesukaan Nicholas pada Matematika. Saat kanak-kanak, ayahnya yang merupakan seorang pedagang, kerap meminta Nicholas kecil untuk menghitung.
"Lama-kelamaan saya sering menghitung, jadi familiar dan suka dengan angka-angka. Akhirnya, tumbuh rasa suka dengan Matematika," papar pelajar yang ingin melanjutkan studi ke ITB atau salah satu universitas di Singapura ini.
Setelah OSN nanti, Nicholas mengaku ingin sekali mengikuti Olimpiade Matematika (IMO 2014). Penggemar hobi bermain futsal ini berjanji akan berusaha keras menembus kompetisi tersebut. Baginya, membagi waktu akan menjadi salah satu kunci suksesnya.
"Dalam sehari, selain tidur, ada waktu 16 jam. Tidak mungkin selama 16 jam itu belajar terus. Di sekolah juga bisa belajar sambil bersosialisasi. Lalu, di rumah sediakan waktu sekitar sejam atau dua jam untuk latihan," kata Nicholas.
Kelak, kata Nicholas, dia ingin membenahi pendidikan di Indonesia jika suatu saat nanti menjadi Menteri Pendidikan Nasional.
"Saya ingin pembuat pendidikan yang seru dan dinamis. Ya, supaya anak-anak tertarik untuk selalu belajar," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.