Kuliah di Luar Negeri, Gengsi atau Kebutuhan?

Kompas.com - 07/11/2014, 07:00 WIB
Oleh Indy Hardono

KOMPAS.com - Ada yang menarik dari pertemuan bilateral pertama antara Presiden RI Joko Widodo atau Jokowi dengan Perdana Menteri Australia Tony Abbot, sesaat setelah pelantikannya pada 20 Oktober 2014 lalu. Ada dua hal penting disampaikan PM Abbot selama pertemuan hanya selama 15 menit tersebut, yaitu tentang investasi dan pendidikan khususnya tentang pertukaran pelajar (student exchange).

Mengapat isu pertukaran pelajar menjadi begitu penting sehingga harus dibawa ke pertemuan bilateral oleh kedua kepala pemerintahan tersebut? Australia memang berkeinginan mengirim lebih banyak lagi mahasiswanya ke Indonesia untuk belajar di dan/atau tentang Indonesia melalui program pertukaran pelajar.

Australia sangat "sadar" dengan posisi strategis Indonesia baik secara politik, ekonomi maupun budaya. Maka, lebih banyak pelajar Australia mempunyai pengetahuan dan pengalaman tentang Indonesia akan lebih "menguntungkan" mereka.

Lebih jauh lagi, Australia memandang pentingnya international student mobility sebagai salah satu kunci pengembangan sumber daya manusianya yang berwawasan global dan nantinya akan bermuara kepada perkembangan ekonomi negara. Pertanyaannya, sedemikian penting kah international student mobility?

M Latief/KOMPAS.com Ada apa di balik motivasi mereka yang begitu menggebu-gebu untuk bersekolah di luar negeri? Apakah karena gengsi? Padahal, jika diamati, sebagian besar pelajar asal China dan India yang bersekolah di luar negeri berasal dari keluarga berlatar belakang sosial biasa-biasa saja.
Gengsi

China dan India tercatat sebagai negara dengan jumlah outbound international student mobility terbesar di dunia. Masing-masing mencatat jumlah hampir 700 ribu dan 200 ribu mahasiswa. Sebaliknya, baru sekitar 40 ribu mahasiswa Indonesia pada saat ini yang menuntut ilmu di luar negeri.

Bagi sebagian besar masyarakat China dan India, pendidikan merupakan investasi utama, bahkan bisa jadi lebih penting dari kebutuhan primer lain, misalnya pangan, pakaian, dan papan, serta barang-barang konsumtif, antara lain mobil, gadget, atau barang-barang elektronik. Mereka bahkan rela "berhutang" dengan fasilitas student loan untuk bisa mendapatkan pendidikan tinggi yang bermutu baik.

Ada apa di balik motivasi mereka yang begitu menggebu-gebu untuk bersekolah di luar negeri? Apakah karena gengsi? Padahal, jika diamati, sebagian besar pelajar asal China dan India yang bersekolah di luar negeri berasal dari keluarga berlatar belakang sosial biasa-biasa saja.

Memang, baik China, India dan negara-negara lain seperti Korea, Malaysia atau Vietnam yang memiliki tingkat outbound international student mobility cukup tinggi, sepertinya sangat menyadari bahwa percepatan pertumbuhan suatu negara sangat ditentukan oleh percepatan pertumbuhan kualitas sumber daya manusianya. Mereka sadar, bahwa menuntut ilmu di luar negeri bukan saja untuk mendapatkan ilmu secara kognitif (academic skills). Lebih dari itu, mereka mengingingkan ilmu dan ketrampilan bersifat afektif dan psikomotorik, misalnya critical thinking, problem solving, communication, collaboration dan creativity/invention yang justru sangat dibutuhkan dalam persaingan global.

Secara umum, ada hubungan linier antara meningkatnya mobilitas pelajar ke luar negeri dan pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Negara-negara seperti Malaysia dan Vietnam yang 25 tahun lalu masih menjadi "underdog", secara perlahan namun pasti sudah mulai "menyalip" Indonesia, yang dunia pendidikannya masih saja sibuk mengkaitkan bersekolah di luar negeri dengan anti-nasionalis, sibuk gonta-ganti kurikulum, atau sibuk dengan persaingan internal di dalam perguruan tinggi dengan mengusung jumlah guru besar yang dimiliki, atau sibuk dengan masalah alokasi dana riset yang tak juga rampung-rampung.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang baru saja direstrukturisasi itu seharusnya mendorong dan memotivasi para pelajar untuk menggapai kesempatan belajar ke luar negeri seluas-luasnya sebagai salah satu agenda utama mereka. Kebijakan Kemdikbud harus berpihak pada usaha-usaha meningkatkan mobilitas internasional pelajar, baik dari maupun ke Indonesia. Caranya, misalnya, penyediaan beasiswa bagi pelajar berprestasi, student loan, dan termasuk di dalamnya memberi kemudahan bagi pelajar asing untuk bisa kuliah di Indonesia atau inbound international student mobility antara lain dengan memberi kemudahan visa pelajar dan sebagainya. Hal-hal itu secara langsung juga dapat mengakselesari proses internasionalisasi pendidikan tinggi nasional.

M Latief/KOMPAS.com Negara-negara seperti Malaysia dan Vietnam yang 25 tahun lalu masih menjadi
Nilai tambah

Menjadi kompetitif secara global adalah suatu keniscayaan di situasi dimana dunia menjadi semakin terbuka dan "unprotected". Berdasarkan pengamatan para mahasiswa yang kuliah di luar negeri, sebagian besar menggarisbawahi bahwa nilai tambah terbesar yang mereka dapatkan adalah soft skills dan personal development. Kedua hal itu justru menjadi penentu keberhasilan karir mereka setelah kembali ke tanah air.

Lailly Prihatiningtyas (29), Dirut BUMN termuda, yang sempat mengenyam pendidikan di Belanda untuk mendapatkan gelar magister di bidang akuntansi mengatakan, bahwa sistem pengajaran yang mengedepankan diskusi dan mengemukakan pendapat secara terbuka, dan juga belajar di lingkungan sangat kental nuansa internasionalnya telah melatihnya menjadi kritis, dapat memahami dan menyelesaikan bermacam masalah dengan pendekatan multikultur. Hal itu kurang dia dapatkan pada waktu menempuh pendidikan di dalam negeri, yang secara umum masih berorientasi ke pengetahuan kognitif semata dan menempatkan indeks prestasi (IP) masih menjadi indikator utama.

Halaman:


Terkini Lainnya

Profil Wamildan Tsani Panjaitan, Dirut Baru Garuda yang Lulusan SMA Taruna Nusantara dan AAU

Profil Wamildan Tsani Panjaitan, Dirut Baru Garuda yang Lulusan SMA Taruna Nusantara dan AAU

Edu
BRIN Beri Beasiswa Program Degree By Research bagi S2-S3, Ada Bantuan UKT dan Riset

BRIN Beri Beasiswa Program Degree By Research bagi S2-S3, Ada Bantuan UKT dan Riset

Edu
Ubah Wajah Industri Jamu, Irwan Hidayat Raih Gelar Honoris Causa dari Unnes

Ubah Wajah Industri Jamu, Irwan Hidayat Raih Gelar Honoris Causa dari Unnes

Edu
“Pangan Kasih dari Hati ke Rasa”, Gerakan Solidaritas Orang Muda untuk Akses Pangan

“Pangan Kasih dari Hati ke Rasa”, Gerakan Solidaritas Orang Muda untuk Akses Pangan

Edu
Inovasi Siswa SMAN 8 Purworejo, Bikin Lampu Otomatis hingga Buka Pintu dengan KTP

Inovasi Siswa SMAN 8 Purworejo, Bikin Lampu Otomatis hingga Buka Pintu dengan KTP

Edu
Perkuat Pendidikan Indonesia, Yasbil Luncurkan 'Beasiswa Anak Teladan Indonesia 2025'

Perkuat Pendidikan Indonesia, Yasbil Luncurkan "Beasiswa Anak Teladan Indonesia 2025"

Edu
Tips Tembus Publikasi di Jurnal Bereputasi ala Pakar dari Ural Federal University, Rusia

Tips Tembus Publikasi di Jurnal Bereputasi ala Pakar dari Ural Federal University, Rusia

Edu
Kisah Prof. Rainiyati, 12 Tahun Rampungkan Usaha Jadi Guru Besar Unja

Kisah Prof. Rainiyati, 12 Tahun Rampungkan Usaha Jadi Guru Besar Unja

Edu
Cerita Alumni Telkom University, Ikut Desain Mobil Kepresidenan MV3 Garuda

Cerita Alumni Telkom University, Ikut Desain Mobil Kepresidenan MV3 Garuda

Edu
Perkuat “Growth Mindset”, 516 Beswan Djarum Diharapkan Temukan Potensi Diri

Perkuat “Growth Mindset”, 516 Beswan Djarum Diharapkan Temukan Potensi Diri

Edu
Mendikdasmen Ingin Ada Pramuka Bhayangkara di Sekolah, Apa Itu?

Mendikdasmen Ingin Ada Pramuka Bhayangkara di Sekolah, Apa Itu?

Edu
Tangguhkan Gelar Doktor Bahlil, UI Akui Harus Lakukan Perbaikan Internal

Tangguhkan Gelar Doktor Bahlil, UI Akui Harus Lakukan Perbaikan Internal

Edu
Cerita 2 Profesor Perempuan Unej, Susul Suami Jadi Guru Besar di Fakultas yang Sama

Cerita 2 Profesor Perempuan Unej, Susul Suami Jadi Guru Besar di Fakultas yang Sama

Edu
Banyak Gen Z Masih Jadi Pengangguran, BCA Beri Beasiswa dan Pelatihan

Banyak Gen Z Masih Jadi Pengangguran, BCA Beri Beasiswa dan Pelatihan

Edu
Mendikdasmen: Mapel AI dan Coding Mulai Siswa SD Kelas 4-6, Bukan Wajib

Mendikdasmen: Mapel AI dan Coding Mulai Siswa SD Kelas 4-6, Bukan Wajib

Edu
komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau