Perlu Belajar dari Belanda, Negara yang "Tak Ada Apa-apanya"?

Kompas.com - 05/03/2015, 02:46 WIB
Latief

Penulis

KOMPAS.com – Secara fisik, Belanda hanyalah Negara kecil dibandingkan Indonesia. Ketimbang Indonesia, apa yang bisa dibanggakan Belanda? Alamnya? Hutannya? Gunungnya?

Tidak ada! Bahkan, dalam kamus bahasa Belanda, arti ‘Nederland’ pun maknanya cukup melekatkan Belanda sebagai Negara yang punya kelemahan, yaitu ‘tanah yang rendah’.

Tak berlebihan, tentu saja. Karena memang, 2/3 bagian dataran Belanda ada di bawah permukaan laut. Tak ada hutan lebat seperti di Kalimantan dan Papua, apalagi gunung-gunung hijau seperti Semeru, Rinjani, atau Kerinci.

Lalu, kenapa Belanda begitu maju? Kenapa orang berbondong-bondong begitu bangga ingin berwisata ke sana? Mengapa sepakbola mereka tergolong tim kesebelasan papan atas dunia, yang mengekspor banyak pemain berkelasnya ke klub-klub besar Eropa?

Pertanyaan lain, kenapa banyak pelajar internasional mau menimba ilmu di negeri kecil yang "tak ada apa-apanya" dibanding Indonesia ini? 

Berdasarkan catatan Nuffic Neso Indonesia, setiap tahun sekitar 1.200 mahasiswa Indonesia berada di Belanda untuk menempuh studi gelarnya. Total mahasiswa internasional belajar di Belanda selama 2012-2013 ada lebih dari 90,500 pelajar. Mahasiswa asing di Belanda paling banyak berasal dari Cina dan Jerman, sementara Indonesia ada di urutan ke sebelas.

M Latief/KOMPAS.com Para mahasiswa Indonesia di Faculty of Geo-Information Science and Earth Observation (ITC), Universitas Twente, usai bertemu dengan tim Nuffic Neso Indonesia, Rabu (4/3/2015).
Berguru ke Belanda

Belanda adalah Negara kecil yang terbukti bisa "survive" dengan segala keterbatasannya. Tanpa sumber daya alam yang bisa dibanggakan seperti halnya Indonesia, Belanda jauh lebih maju dari Indonesia.

Boleh jadi, orang-orang Belanda hidup di bawah permukaan laut. Tapi, terbukti mereka lebih unggul dalam urusan water management hingga orang Indonesia pun harus “berguru” ke Belanda untuk belajar soal tata kelola air. Di mana salahnya?

Catatan lainnya, hingga saat ini pendidikan tinggi di Belanda memiliki reputasi di seluruh dunia berkat kualitasnya. Kualitas itu dijamin melalui sistem peraturan dan jaminan kualitas nasional.

Undang-undang Belanda, yaitu Undang-Undang Pendidikan Tinggi dan Penelitian, menyatakan bahwa program gelar yang ditawarkan oleh institusi pendidikan tinggi harus dievaluasi terhadap seperangkat kriteria tertentu dengan menilai isi dan tingkat studinya. Bukan program yang mengada-ada atau gonta-ganti. Pasalnya, program sarjana dan master yang memenuhi kriteria akan diakreditasi atau diakui secara resmi oleh Organisasi Akreditasi Belanda dan Flander (Accreditation Organization of the Netherlands and Flanders (NVAO).

Anda hanya akan diberikan gelar yang diakui setelah menyelesaikan program studi gelar yang telah terakreditasi. Sistem akreditasi ini diciptakan agar program studi pendidikan tinggi di Belanda memenuhi standar tertinggi.

"Di Belanda, para pelajar berada dalam lingkungan belajar internasional yang multikultur. Itu sudah pasti. Bukan cuma multibudaya dalam pergaulan antar sesama pelajarnya, tapi juga dosen-dosennya," ujar Koordinator Beasiswa Nuffic Neso Indonesia, Indy Hardono, kepada KOMPAS.com, Rabu (4/3/2015), usai pertemuan dengan mahasiswa Indonesia di Erasmus University, Rotterdam.

Indy mengakui, "kultur akademik" di Belanda sangat menguntungkan untuk pelajar Indonesia. Dosen-dosen di sini sangat egaliter.

M Latief/KOMPAS.com Undang-undang Belanda, yaitu Undang-Undang Pendidikan Tinggi dan Penelitian, menyatakan bahwa program gelar yang ditawarkan oleh institusi pendidikan tinggi harus dievaluasi terhadap seperangkat kriteria tertentu dengan menilai isi dan tingkat studinya.
Dia mencontohkan kisah mahasiswa Indonesia yang membutuhkan seorang profesor untuk menjadi pembimbing tesisnya. Saat dihubungi, si profesor tak sekalipun mengangkat telepon dan membalas pesannya. Hingga beberapa waktu kemudian, tak disangka oleh si mahasiswa, profesor itu menghubunginya. Rupanya, ia sedang sibuk mengajar saat ditelepon oleh mahasiswa itu.

"Beritahu kapan saya bisa menghubungi kamu agar saya bisa membantu masalah kamu," kata Indy, menuturkan cerita si mahasiswa.

Pengalaman tersebut rupanya juga dialami oleh Erika H Wijaya, mahasiswa double degree di HIS Erasmus Universiteit. Dia mengaku lebih enak kuliah dengan cara yang diberikan para dosen di kampus ini dibanding di Indonesia.

"Dosen di sini sangat cepat membalas email dan tak susah dikontak. Kita tidak disuapi terus dengan teori-teori di kelas, tapi malah lebih banyak berdiskusi. Kami diberikan jurnal ini dan itu yang jumlahnya banyak, lalu kami belajar sendiri. Sisanya kami berdiskusi dengan teman dan dosen," ujar mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang akrab disapa Erik itu.

Menurut dia, dosen-dosen di kampusnya ini sangat terbuka. Mereka tak sungkan untuk berbagi hasil penelitiannya kepada mahasiswa dan memperkenalkan proyek yang sedang dikerjakan dan membahas dengan mahasiswanya.

"Afiliasi mereka ke lembaga-lembaga internasional, aksesnya luas sekali. Kami diberi banyak literature dan tinggal memilih yang kita butuhkan karena saking banyaknya," ujarnya.

Pionir

Orang-orang Belanda terkenal dengan open minded people. Di bidang pendidikan, Negara ini terbuka untuk mereka yang punya ide–ide inovatif sehingga metode pengajarannya sangat memberi ruang luas untuk menerapkan ide-ide inovatif itu.

Tak heran, ciri khas orang Belanda adalah selalu bisa memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal. Sebagian besar negara ini berbatasan dengan laut dan wilayah dalamnya memiliki banyak jalur air dan danau. Tapi, orang Belanda bisa memanfaatkan situasi “kurang beruntung” itu dengan baik melalui reklamasi tanah dari air.

Cornelis Lely adalah contoh sukses mereklamasi sebagian besar wilayah Zuiderzee menjadi lahan kering. Bahkan, lahan kering terbesar di Negara itu, yaitu Flevoland, sekarang ditempati oleh sekitar 400.000 orang.

Saat ini Belanda menerapkan teknik serupa yang digunakan di Abu Dhabi untuk menciptakan pulau buatan di pesisir pantainya. Mereka juga membantu membangun tanggul yang kokoh di New Orleans.

Tak dimungkiri, Belanda sudah membuktikan diri menjadi pionir bermanfaat bagi sains dan pendidikan sebab terbukti banyak ilmuwannya menemukan hal-hal baru di dunia. Banyak pemenang Nobel di bidang fisika, kimia, ekonomi dan kedokteran lahir di Negeri Kincir Angin ini.

Ya, Belanda, Negara kecil yang “serba kekurangan” dibandingkan Indonesia itu, telah sangat sukses keluar dari segala kekurangannya. Dengan kemampuannya, mereka seolah tak mau disebut kecil dan lemah di panggung internasional, dan itu sudah mereka buktikan.

Seperti kata legenda sepakbola dunia asal Belanda, Johan Cruyff, "Every disadvantage has its advantage". Setiap kelemahan ada keuntungannya sendiri, ada kelebihan yang bisa dicapai. Apakah kita bisa seperti Belanda? 

Baca juga: "Kebangetan" Kalau Tak Mengambil Beasiswa ke Belanda Ini!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau