KOMPAS.com – Saat ini ekonomi dunia memang masih didominasi oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Cina, India, Jepang, Jerman dan Rusia. Namun, ekonomi Indonesia juga mulai menunjukkan taringnya.
Berdasarkan data World Bank, PDB paritas daya beli atau purchasing power parity (PPP) Indonesia tahun 2012 berada di peringkat 16 dunia, di antara Turki dan Australia. Lalu, prestasi itu melonjak pada 2014. Indonesia berhasil menyabet rangking ke-10 dengan share 2,3 persen, hanya berbeda 0,1 persen dengan Inggris di peringkat ke-9.
Berdasarkan prediksi PricewaterhouseCoopers (PWC), pada 2030 nanti Indonesia akan naik ke peringkat lima dunia. Jika mampu mempertahankan perkembangan ekonominya, pada 2050 mendatang Indonesia bahkan akan mampu meraih posisi keempat.
Tak hanya PWC. McKinsey&Company juga memprediksikan hal sama. Melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kian pesat, Indonesia dapat bertengger di posisi ke-7 pada 2030 dengan perkiraan GDP 878 miliar dollar AS.
Era pasar bebas
Pintu perdagangan dunia kian terbuka lebar. Di tingkat Asia Tenggara, Indonesia harus bersiap menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akhir tahun ini.
MEA menjanjikan kemudahan transaksi barang dan jasa antara negara-negara Asia Tenggara sehingga kompetisi semakin ketat. Jaringan bisnis pun kian luas. Para pelaku usaha dituntut fleksibel dan cepat merespon pasar. Standar barang dan jasa pun harus berbasis internasional.
Lalu, penanaman modal asing diperkirakan akan meningkat dan lapangan pekerjaan pun menjadi semakin luas. Harapan dengan terbentuknya MEA, kesejahteraan masyarakat ASEAN pun akan meningkat.
"Bagi banyak pihak yang menganut konsep globalisasi, MEA memang menjadi peluang," kata Rektor Universitas Bina Nusantara, Prof Harjanto Prabowo, saat ditemui KOMPAS.com, Selasa (19/5/2015).
Lalu, apa konsekuensinya? Harjanto mengatakan, MEA tidak hanya akan membuka keran arus perdagangan, melainkan juga pasar tenaga kerja profesional.
Seperti diketahui, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengisyaratkan adanya penghapusan peraturan yang sebelumnya menghalangi perekrutantan tenaga asing. Dampaknya, persaingan di bursa kerja pun semakin ketat.
"Yang paling disoroti dari MEA adalah lalu lintas SDM ini. Kemudian, yang menjadi hambatan sekarang adalah apakah SDM ini sudah memenuhi keriteria atau belum," tutur Harjanto.
Menggenjot SDM
Meneropong perkembangan ekonomi tersebut, Indonesia perlu segera berbenah. Faktor utama perlu segera dibenahi adalah SDM.
Presiden RI ketiga, BJ Habibie, pernah mengamini pentingnya pembangunan SDM bangsa. Dia mengatakan, daya saing bangsa tak akan berkembang jika tak ditopang oleh ketersediaan SDM berkualitas. Hal itu dia sampaikan pada acara malam inspiratif Kultum Supermentor 6: Leaders yang diadakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) di Jakarta, Minggu (17/5/2015) lalu.
Untuk mewujudkan hal itu, diperlukan sinergi dari berbagai pihak terkait, yaitu pemerintah, perguruan tinggi, dan pelaku bisnis. Semua itu kemudian disokong masyarakat untuk memperkuat dan membangun lingkungan yang mendukung perkembangan SDM.
"Pembagian tugas sebenarnya sudah jelas kok. Kementerian tenaga kerja bantu mempermudah akses tenaga kerja, kementerian pendidikan tinggi selain mengurusi riset juga mengurusi para mahasiswa ini agar punya akses ke industri. Biar ada matching,” ujar Harjanto.
Harjanto pun menjelaskan tugas perguruan tinggi untuk terus melakukan koordinasi dengan industri agar mereka memahami karakter lulusan perguruan tinggi. Di sisi lain, industri pun harus bertanggung jawab membantu membangun kesiapan para SDM, terutama potensi SDM berkaitan dengan jenis industrinya.
Pengembangan SDM oleh industri pun harus dilakukan secara intensif dan berkesinambungan, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Contoh nyata pengembangan SDM oleh industri adalah pembangunan fasilitas belajar seperti yang dilakukan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Industri manufaktur otomotif ini memiliki Toyota Learning Center (TLC) bertempat di Kawasan Industri Kota Industri Internasional Karawang (KIIC), Jawa Barat.
Program pengembangan SDM internal sangat penting agar perusahaan dapat bersaing menghasilkan produk berkualitas internasional. Misalnya, dengan program transfer karyawan yang dilakukan Toyota.
Pada program tersebut, karyawan berkesempatan mencicipi lingkungan kerja baru ke perusahaan Toyota di Jepang (Toyota Motor Corporation). Program Intra Company Transferee (ICT) ini dilangsir Toyota dapat meningkatkan keahlian dan daya saing SDM Toyota terutama untuk para engineer-nya.
Lewat program tersebut diharapkan kerja keras semua pihak dalam membangun SDM Indonesia akan menggerakkan perekonomian ke arah lebih baik. Khususnya, untuk menyongsong pasar bebas dengan inovasi dan produktifitas bertaraf internasional.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.