Bangun Kualitas, Manufaktur Wajib Kerja Cerdas!

Kompas.com - 29/05/2015, 15:21 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis

KOMPAS.com – Tahun 2015, Indonesia masih harus bergulat dengan permasalahan ekonomi. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor RI pada Januari-Maret 2015 mengalami penurunan sebesar 11,67 persen dibanding tahun 2014.

Awal pekan ini, nilai tukar rupiah masih tertahan di kisaran Rp 13.000 per dollar AS. Bagi pelaku industri kelas menengah, kondisi ini merupakan tantangan luar biasa.

Harga bahan baku impor melonjak. Tak sebanding dengan nilai jual produk hasil industri di pasar lokal. Dampaknya, biaya produksi membengkak, penjualan pun seret.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kota Tangerang, Gatot Purwanto, Rabu (27/5/2015) lalu, mengatakan bahwa para pengusaha di daerah Tangerang sering mengadakan pertemuan dengan pemerintah kota. Bersama-sama, mereka mencari solusi agar dampak krisis tak sampai berujung pada pengurangan tenaga kerja.

Pasalnya, tingkat pengangguran di Indonesia pada Februari 2015 meningkat dibanding tahun lalu, yaitu 5,81 persen. Jadi, jika efisiensi tenaga kerja harus dilakukan, angka pengangguran akan melonjak. Laju ekonomi nasional pun otomatis tersendat.

Menarik benang kusut

Sebetulnya, jika diselami lebih dalam, akar utama masalah ekonomi Indonesia adalah ketidaksiapan menghadapi pasar bebas. Eforia perdagangan global hanya menjadi topik perbincangan di warung kopi.

Indonesia lupa mempersiapkan kekuatan dalam negeri. Misalnya, infrastruktur industri dasar, manufaktur, industri pangan, dan masih banyak lagi.

Erwin Aksa Mahmud, pengusaha dan anggota Komite Ekonomi Nasional (KEN) pernah menyatakan kepada KOMPAS.com, bahwa Indonesia telah melupakan banyak hal, termasuk membangun industri yang seharusnya sudah mulai dibangun 10 tahun lalu. Akibatnya, industri dalam negeri kalah bersaing.

Akibatnya, Indonesia pasrah terhadap mekanisme pasar. Banyak kebutuhan industri disangga produk impor. Tak aneh, sedikit saja guncangan dari luar, ekonomi Indonesia langsung terkapar.

Berkaca pada Jepang

Di tengah kekacauan ekonomi dunia, nilai ekspor Jepang pada Februari 2015 malah tumbuh di atas perkiraan. Data perdagangan barang Departemen Keuangan Jepang menunjukkan, pada Februari 2015, nilai ekspor Negeri Sakura itu tumbuh 2,4 persen lebih tinggi dari Februari tahun lalu.

Bahkan, ekspor Jepang ke Amerika Serikat menanjak 14 persen dibanding tahun lalu. Kebanyakan komoditinya adalah kendaraan bermotor, peralatan listrik, dan mesin-mesin logam. Jepang semakin mantap menjadi salah satu negara industri manufaktur terbesar di dunia.

“Jepang berhasil membangun lean production system yang dipadukan dalam sebuah lean enterprise. Bagaimana menentukan pergerakan perusahaan antara demand dan suppy dengan berbagai model varian produk sesuai permintaan, dengan biaya semurah-murahnya, dan proses produksi yang efisien,” tutur Direktur Corporate and External Affairs Directorate PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) I Made Dana Tangkas saat ditemui KOMPAS.com, Kamis (21/5/2015).

Dok TMMIN Pada industri manufaktur, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengembangkan manajemen sistem menyeluruh yang di rangkum dalam Toyota Production System (TPS).

Inti lean production ini sebenarnya sederhana. Konsep ini fokus memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menciptakan value atau nilai tinggi bagi konsumen. Dalam praktiknya, industri wajib menghilangkan pemborosan-pemborosan pada proses produksi sehingga kualitas dan nilai produk menjadi lebih baik.

Pada industri manufaktur, PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mengembangkan manajemen sistem menyeluruh yang di rangkum dalam Toyota Production System (TPS). Sistem ini memasukkan teknik dan metode penyelesaian masalah, kepemimpinan, operasi produksi, kolaborasi supplier, pengembangan proses produksi, serta pelayanan konsumen.

“Sebuah lean production harus terbebas dari 3M, yaitu ‘Muda’ atau hal-hal yang mubazir, ‘Mura’ atau hal-hal yang tidak teratur, dan ‘Muri’ atau hal-hal yang berlebihan,” tambah Made.

Ryanair, salah satu maskapai asal Irlandia, berhasil memangkas pengeluaran dengan cara mengurangi beban pesawat selama mengudara. Strategi ini berhasil menghemat pemakaian bahan bakar pesawat.

Walau begitu, maskapai low-cost ini tak pernah berkompromi dengan keselamatan penumpang. Selama 20 tahun lebih terbang mengudara, Ryanair tak pernah mengalami kecelakaan berat.

Tak hanya Ryanair. Bahkan, fashion retail asal Spanyol, Zara, juga menggunakan lean production dan lean logistik. Mereka mengganti koleksi desain dan mengantarkannya ke toko hanya dalam dua minggu.

Untuk menekan biaya, Zara juga mengoperasikan kargo yang disewa seminggu sekali dari Bangladesh. Taktik jitu ini terbukti mampu merebut posisi Gap sebagai retailer pakaian terbesar dunia.

Melihat rentetan fakta di atas, industri-industri manufaktur Indonesia harus bergegas membenahi sistem produksi sehingga biaya dapat ditekan tanpa mengurangi kualitas produk. Dengan begitu, harga yang ditawarkan juga mampu bersaing bahkan sampai ke pasar internasional.

Harapannya, efisiensi pengurangan karyawan pun dapat dihindari. Sebaliknya, perusahaan dapat fokus meningkatan kualitas karyawan dan memaksimalkan proses produksi berdasarkan konsep lean enterprise.

Baca juga: Ini Dia... Rahasia Sukses Jepang Bangun Kekuatan Ekonomi Dunia!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau