Oleh: Dwi Erianto
JAKARTA, KOMPAS - Perkembangan teknologi semakin memberi kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi. Sumber ilmu pengetahuan yang pada masa lalu berada di ruang-ruang perpustakaan, kini berada dalam genggaman gawai. Internet menjadi jalan pintas bagi publik untuk mengonsumsi informasi. Popularitas perpustakaan di tengah masyarakat semakin pudar.
Selama beberapa tahun terakhir, minat masyarakat untuk mengunjungi perpustakaan terus turun. Hal itu setidaknya tampak dari merosotnya jumlah kunjungan masyarakat ke Perpustakaan Nasional selama lima tahun terakhir.
Perpustakaan terbesar dan memiliki koleksi paling lengkap di Indonesia itu rata-rata hanya dikunjungi 403.000 orang per tahun. Kondisi ini jauh di bawah negara Singapura. Di negara tetangga yang jumlah penduduk jauh lebih sedikit jika dibandingkan dengan Indonesia itu, Perpustakaan Nasional-nya dikunjungi lebih dari 1 juta orang per tahun.
Rendahnya kunjungan masyarakat ke perpustakaan juga terlihat di perpustakaan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Dalam lima tahun terakhir, pengguna jasa perpustakaan daerah sekitar 400.000 orang. Sementara penikmat perpustakaan keliling yang dikelola Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DKI Jakarta hanya sekitar 200.000 orang per tahun. Padahal, Pemprov DKI Jakarta tiap tahun terus menambah jumlah koleksi buku- buku di perpustakaan tersebut.
Selaras dengan hasil jajak pendapat ini, kultur membaca dan berkunjung ke perpustakaan memang masih minim. Meski mayoritas publik jajak pendapat ini mengaku pernah mengunjungi perpustakaan di daerahnya, intensitasnya sangat jarang. Sebagian terbesar responden mengaku kunjungan ke perpustakaan dilakukan hanya pada saat masih sekolah dan ketika mengerjakan tugas dari sekolah.
Jika dicermati, pengakuan itu paralel dengan tingkat pendidikan publik. Semakin tinggi tingkat pendidikan responden, semakin besar pula intensitas kunjungan ke perpustakaan.
Selain berkompetisi dengan teknologi digital yang bisa diakses melalui gawai, rendahnya minat berkunjung ke perpustakaan antara lain juga dipengaruhi oleh belum memadainya akses masyarakat ke perpustakaan. Setidaknya hal ini tergambar dari pengumpulan pendapat yang dilakukan oleh Litbang Kompas.
Lebih dari separuh responden yang berhasil dirangkum pendapatnya menilai saat ini perpustakaan di daerah tempat tinggal mereka belum bisa diakses secara bebas oleh masyarakat umum. Sebagian pengelola perpustakaan masih mensyaratkan keanggotaan jika masyarakat ingin mengakses atau meminjam buku di perpustakaan.
Minat baca rendah
Selain itu, minat baca masyarakat masih dianggap rendah. Setiap tiga dari empat responden menilai minat baca, terutama kalangan remaja, masih rendah. Rendahnya minat baca di negeri ini juga tecermin dari kebiasaan membaca buku masyarakatnya.