KOMPAS.com – "Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. Di depan kita memberi contoh, di tengah membangun prakasa dan bekerjasama, di belakang memberi daya-semangat dan dorongan".
Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara adalah pelopor pendidikan karakter di sekolah, jauh sebelum Kurikulum 2013 memasukkan agenda sama. Tidak, bahkan lebih jauh dari itu, yaitu sebelum Ibu Pertiwi meraih kemerdekaannya. Kutipan Bapak Pendidikan Nasional di atas adalah salah satu "mata pelajaran" pembentukan karakter di Perguruan Taman Siswa, sekolah kaum jelata yang didirikannya pada 3 Juli 1922.
Sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan, dia sadar betul bahwa saat itu, "calon" Negara Indonesia memerlukan sebuah sistem pendidikan yang bisa memerdekakan. Pendidikan harus menjadi gerbang membangun kesadaran anak bangsa tentang keadilan dan kemakmuran yang bebas dari penjajahan.
Dalam buku Ki Hadjar dan Taman siswa, dalam Sejarah Indonesia Modern, Abdurrachman Surjomihardjo juga menyebutkan karakter lain yang ditanamkan Ki Hajar saat itu. Lima di antaranya adalah kepercayaan pada kekuatan diri, cinta kebenaran dan kemerdekaan, solidaritas, kesadaran akan kesamaan derajat, serta kepemimpinan.
Lelaki yang pernah hidup dalam pengasingan ini sadar, pendidikan karakter merupakan faktor penting dalam sebuah perubahan. Setumpuk ilmu tak akan membawa faedah apapun tanpa nilai-nilai rohani yang baik.
Belajar berpikir kritis
Sejak mata pelajaran sejarah masuk dalam agenda sekolah, kita mulai berkenalan dengan tokoh-tokoh besar Indonesia, termasuk "Soekarno Sang Proklamator". Namun, agaknya belum setiap orang tahu bahwa Soekarno pernah berguru kepada HOS Cokroaminoto, pendiri Sarekat Islam.
Mendengar hal itu, apakah timbul rasa penasaran dalam diri Anda, bagaimana seorang HOS Cokroaminoto bisa mencetak pemimpin besar sekaliber Soekarno?
Sejak usia 15 tahun, Soekarno sudah dijejali tumpukan bacaan "berat" oleh Cokroaminoto. Dia diekspose dengan beragam jenis pemikiran tokoh-tokoh dunia. Dari sinilah, Soekarno muda belajar bahwa ilmu itu tak berbatas.
"Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat," kata-kata mutiara Cokroaminoto ini selalu menjadi prinsip yang ditanamkan dalam-dalam pada jiwa anak didiknya.
Lebih dari itu, Cokroaminoto juga mendorong muridnya berpikir kritis. Dia memberi ruang eksplorasi ide tanpa batas sehingga anak didiknya terlatih untuk mampu melihat suatu hal dari bermacam-macam sudut pandang.
Tak mengherankan, dari tangan Cokroaminoto lahir tokoh-tokoh nasional yang meresapi ideologi berbeda, seperti Semaun yang sosialis, Kartosuwiryo seorang Islam fundamentalis, dan Soekarno seorang nasionalis.
Memberdayakan kaum hawa
Raden Ayu Lasminingrat lahir di Garut pada 1843, atau 36 tahun sebelum RA Kartini dilahirkan. Penulis dan sejarahwan Deddy Effendie menyebut Lasminingrat sebagai tokoh perempuan intelektual pertama di Indonesia. Selain menulis karyanya sendiri, dia juga banyak menterjemahkan buku-buku anak sekolah dari bahasa Belanda ke bahasa Sunda, baik menggunakan aksara Jawa maupun Latin.
Hal itu tidaklah aneh mengingat Lasminingrat memang sempat diasuh teman Belanda ayahnya, Levyson Norman. Dia pun menjadi perempuan pribumi satu-satunya yang mahir menulis dan berbahasa Belanda pada masanya.
Dalam buku Semangat Baru: Kolonialisme, Budaya Cetak, dan Kesastraan Sunda Abad ke-19, Mikihiro Moriyama mencatat, sejak kecil, Lasminingrat bercita-cita memajukan pendidikan kaum hawa. Lalu, setelah dipinang Bupati Garut RAA Wiratanudatar VIII, dia memilih pensiun dari dunia kesusastraan dan fokus kepada pendidikan perempuan.
Pada 1907, Lasminingrat mendirikan sekolah Keutamaan Istri. Sekolah ini dianggap cukup maju karena sudah menggunakan sistem kurikulum. Materi pembelajaran diarahkan pada keterampilan rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan menjahit. Dia berharap, setelah menikah, muridnya telah pandai mengurus suami dan mendidik anak-anak.
Dalam kurun empat tahun, jumlah murid Keutamaan Istri tumbuh menjadi sekitar 200 orang. Lalu, 15 ruang kelas dibangun seluruh murid dapat tertampung. Pada 1913, sekolah ini bahkan Istri mendapat pengakuan resmi dari pemerintah Hindia Belanda.
Sejarah juga mencatat, Lasminingrat adalah tokoh dibalik pendirian Sakola Istri asuhan Dewi Sartika. Jika Dewi Sartika disebut-sebut sebagai tokoh pendidikan, maka tak berlebihan jika Lasminingrat didaulat sebagai tokoh perempuan intelektual pertama Indonesia.
Bangun kualitas internasional
Perjuangan para perintis pendidikan belum berakhir. Bagi mantan Menteri Pendidikan Bambang Sudibyo, pengembangan mutu pendidikan Indonesia tak pernah usai. Beragam program dan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan organisasi-organisasi pendidikan perlu dilakukan secara berkesinambungan.
Saat menjabat sebagai presiden Organisasi Menteri-Menteri Pendidikan di Asia Tenggara (SEAMEO) pada 2007, Bambang mencetuskan ide meningkatkan kualitas tenaga pendidik. Saat itu, ambisinya adalah meningkatkan kualitas tiga pusat pelatihan guru ke taraf internasional.
Lalu, pada 2009, kerja keras itu berbuah manis. Tiga SEAMEO Center resmi menjadi Pusat Pengembangan Pendidik dan Tenaga Kependidikan se-Asia Tenggara, yaitu pusat Ilmu Pengetahuan Alam di Bandung, Matematika di Yogyakarta, dan Bahasa di Jakarta.
Ada lima jenis program peningkatan mutu guru dan kepala sekolah saat itu, yaitu analisis kebutuhan pelatihan; penguatan kapasistas bidang sumber daya manusia, fasilitas, dan sistem manajemen; pelatihan pendidikan internal; penelitian; pengawasan dan evaluasi.
Berkat kontribusinya itu, Bambang mendapatkan penghargaan khusus pada malam perayaan 50 tahun berdirinya SEAMEO di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, Rabu (7/10/2015).
"Ini merupakan waktu dan kesempatan yang tepat untuk menunjukkan keuntungan dan kesuksesan yang kerjasama regional yang kuat. Hal ini juga sama pentingnya bagi SEAMEO untuk terus menunjukkan usaha dalam menciptakan masa depan lebih baik di bidang pendidikan dengan semangat yang selalu baru," ujar Gatot Hari Priowirjanto, Direktur Sekretariat SEAMEO kepada Kompas.com, Selasa (6/10/2015).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.