Serius... Program Magang Itu Bukan Asal Ada!

Kompas.com - 12/11/2015, 16:24 WIB
Latief

Penulis

HONGKONG, KOMPAS.com - Salah satu harapan dunia usaha untuk menghilangkan kekhawatiran pada persaingan memperebutkan lapangan kerja di era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) nanti adalah keseriusan perguruan tinggi menerapkan program internship atau magang.

Sebagai "penyuplai" tenaga kerja, perguruan tinggi harus memperkenalkan dan menerapkan perkenalan program magang secara sistematis, baik bagi calon tenaga kerja (mahasiswa) atau pemberi kerja. Sudah saatnya universitas mengembangkan silabus magang yang baik agar link and match antara industri dan perguruan tinggi berjalan dengan baik.

"Kenapa penting, karena magang itu diperlukan agar lulusan perguruan tinggi bisa dengan mudah beradaptasi dengan dunia luar. Dunia kerja atau dunia usaha kalau mereka mau terjun ke bisnis atau wirausaha," ujar Henoch Munandar, Director of Risk Management and Human Resources PT Bank Sumitomo Mitsui Indonesia, pembicara pertama pada diskusi "Binus Industry Partnership Program" di Hongkong, Rabu (12/11/2015).

Pendapat tersebut diperkuat oleh Director PT Phincon, Arifa. Salah satu peserta diskusi itu mengaku bahwa selama ini ada gap antara perguruan tinggi dengan para calon tenaga kerja itu cukup jauh.

Arifa berharap, anak-anak Indonesia jangan hanya dipersiapkan untuk dididik di luar negeri dan bekerja di luar negeri. Sudah semestinya anak-anak itu dididik untuk kemudian berkarya di Indonesia.

"Untuk itu, mereka harus dihargai dengan setimpal di negerinya sendiri. Jangan sampai kita menggaji orang bule atau orang India itu lebih tinggi dari anak-anak Indonesia sendiri," kata Arifa.

Tak heran, lanjut Arifa, fenomena "merendahkan" anak-anak Indonesia itu pada akhirnya terlihat berakar sejak perusahaan memperlakukan para mahasiswa magang. Mereka kerap hanya dijadikan sebagai tenaga administrasi.

"Ini kesempatan industri mendidik anak-anak magang itu dengan benar-benar memberinya kesempatan luas mengenal dunia kerja. Ajak mereka meeting dengan klien, bagaimana cara perusahaan berjualan produknya," kata Arifa.

"Intinya, ajarkan apa yang kita kerjakan sebagai tanggung jawab kita di perusahaan. Bagaimana kita presentasi, beradu argumen dengan klien, anak-anak magang itu harus tahu dan jangan biarkan mereka duduk di belakang meja," tambahnya.

Untuk itulah, lanjut Arifa, dia sepakat bahwa program magang tidak bisa diterapkan sebagai program "asal ada". Jangan sampai, program magang tak membuat anak-anak didik tidak jadi
apa-apa.

"Tugas kitalah membantu mereka, menyiapkan mereka untuk siap menyambut dunia luar," katanya.

M LATIEF/KOMPAS.com Peserta diskusi sesi pertama 'Binus Industry Partnership Program (BIPP) 2015' yang digelar Binus University di Hongkong, Rabu (12/11/2015). Diskusi tersebut menghadirkan 30 perwakilan perusahaan di level manajer bidang sumber daya manusia dari Indonesia
Lari ke Singapura

Henoch mengatakan, magang merupakan pelatihan terbaik menghadapi MEA. Menurut dia, ada empat lingkup penerapan magang terbaik yang bisa dijalankan perusahaan bersama-sama pihak industri. 

Pertama adalah asessment. Baik dilakukan secara mingguan atau bulanan, peserta magang harus diberikan penugasan yang optimal. Lingkup ini kemudian diakhiri dengan feedback sebagai evaluasi kinerja.

Kedua adalah diverse work element. Di sini mahasiswa peserta magang harus mengikuti pelaksanaan proyek-proyek perusahaan dan bisnis keseharian si pemberi tugas atau karyawan di perusahaan tempatnya magang.

Adapun keempat adalah network with senior management. Di sini peserta magang bisa belajar berikteraksi dengan kalangan internal perusahaan, baik itu saat makan siang atau rapat.

"Sedangkan yang keempat itu intern supervisor. Di sini anak magang harus diajak untuk mengetahui jalannya organisasi perusahaan seperti apa. Di lingkup inilah proses coaching dan mentoring dari si pemberi kerja bisa diterapkan," kata Henoch.

Henoch menuturkan, selama ini perguruan tinggi di Singapura sudah menerapkan program magang secara integral dengan kurikulum. Magang juga sudah menjadi silabus universitas.

"Proses seleksinya sangat ketat dan anak-anak magang itu dibayar dengan uang saku yang layak," lanjutnya.

Artinya, lanjut Henoch, perguruan tinggi Singapura tidak main-main menerapkan program magang. Magang bukan sekadar program yang "asal ada" dan dijalankan. Padahal, dengan penerapan yang baik, program magang dapat menjadi ajang praseleksi bagi si pemberi kerja untuk mengidentifikasi dan mendapatkan SDM fresh graduate yang sesuai kebutuhannya.

"Jadi, jangan heran kalau anak-anak kita lebih memilih di sana dibanding di sini," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau