Mau Mendapat Beasiswa? Buatlah Potret Diri Anda yang "Charming"!

Kompas.com - 12/01/2016, 07:21 WIB
Oleh: Indy Hardono

KOMPAS.com - Sebutlah, Anda lulusan perguruan tinggi negeri (PTN) terkenal dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,8. Dengan modal itu, Anda ingin melanjutkan studi ke jenjang S-2 di bidang food technology di Wageningen University, sebuah universitas pertanian terbaik di dunia yang berada di Belanda. Saat diminta menjelaskan mengapa Anda melamar program tersebut, kira-kira apa jawaban Anda?

Jika jawaban Anda adalah ingin memperdalam ilmu yang telah didapatkan di Indonesia atau ingin meraih karir yang baik di bidang tersebut, maka bersiaplah Anda bersaing dengan ratusan mahasiswa lain untuk bisa studi di kampus itu.

Kenapa? Karena akan ada beratus orang yang menjawab pertanyaan tersebut dengan jawaban yang sama dengan Anda. Anda tidak sendiri!

Lalu, jika ditanya lagi, manfaat apa yang akan Anda berikan dengan ilmu yang Anda akan dapatkan nanti bagi organisasi, institusi, komunitas, bangsa dan negara, apa kira-kira jawaban Anda?

Boleh jadi, dengan optimistisnya Anda menjawab akan membawa ide-ide baru bagi organisasi Anda dan berkontribusi penuh terhadap pembangunan di bidang tersebut. Jika benar itu adalah jawabannya, maka bersiap-siaplah Anda akan bersaing dengan ratusan orang yang menjawab pertanyaan itu dengan jawaban sama. Ya, jawaban yang generik dan normatif, tidak artikulatif!

M LATIEF/KOMPAS.com Lembaga pemberi beasiswa mencari kandidat yang punya motivasi kuat dan tujuan studi yang jelas. Kandidat seperti apa? Kandidat yang punya self awareness terhadap kekuatan dan kelebihannya.
Mengapa

Banyak pelajar yang menemui kesulitan dan tidak dapat menjawabnya dengan tepat dan artikulatif tentang motivasi mereka untuk meneruskan studi di luar negeri dan mengambil bidang studi tersebut.

Jawaban standar biasanya, "Saya ingin memperdalam ilmu yang saya dapat saat kuliah S-1,".

Atau, jawaban lainnya, "Saya ingin memperluas wawasan saya, atau ingin mendapat pengalaman internasional,". 

Bahkan, ada jawaban yang lebih sederhana lagi. "Karena bidang studi S-2 yang saya ambil ini sama dengan program studi S-1 saya,".

Sepertinya, pertanyaan berbau ‘mengapa’ cukup sulit dijawab oleh sebagian besar pelajar Indonesia. Padahal, pertanyaan seputar 'mengapa' itulah yang justru menjadi kunci untuk menentukan pelajar tersebut layak diterima di suatu perguruan tinggi atau menjadi penerima beasiswa.

Mengapa? Mengapa Anda ingin kuliah di negara tersebut dan mengambil bidang studi tertentu? Mengapa Anda layak menjadi penerima beasiswa? Mengapa Anda merasa lebih baik dari kandidat lain? Mengapa dari kacamata lembaga pemberi beasiswa, ‘investasi’ yang mereka tanamkan ke Anda akan mendatangkan return lebih baik ketimbang pada kandidat lain?

Mengapa universitas-universitas berkelas dunia tersebut rugi besar jika tidak memberikan Anda letter of admission? Masih banyak 'mengapa' lainnya untuk dijawab.

M LATIEF/KOMPAS.com Di tengah ratusan, bahkan ribuan formulir pendaftaran yang masuk, motivation statement dan CV yang artikulatif, yang distinctive, menjadi satu nilai jual di mata lembaga pemberi beasiswa. Baik itu motivation statement dan CV harus bikin mereka kepincut!
Motivasi

Banyak pemburu beasiswa mengira bahwa dengan berbekal IPK tinggi dari universitas terkenal dan nilai bahasa Inggris tinggi, maka otomatis pintu akan terbuka lebar-lebar dan mereka dengan mudah melanjutkan studi atau meraih beasiswa di luar negeri. Mereka lupa, ada beratus-ratus, bahkan beribu pelamar lain memiliki IPK di atas 3 atau nilai IELTS di atas 6.5.

Nilai dan angka tersebut hanyalah persyaratan minimal. Itu semua hanya knock out of criteria.

Agar dapat terpilih, harus ada faktor lain yang mampu membuat si pelamar mengungguli pelamar lain. Faktor itu harus mampu membedakan Anda dengan pelamar lain. Apa itu? Motivasi!

Lembaga pemberi beasiswa memang akan mencari kandidat yang punya motivasi kuat dan tujuan studi yang jelas. Mereka mencari kandidat dengan self awareness tinggi terhadap kekuatan dan kelebihannya. Juga, terhadap potensi dan passion yang dimilikinya.

Para kandidat juga harus mampu membaca faktor-faktor eksternal dan perubahan global, misalnya tentang kelangkaan energi, ketahanan pangan dan perubahan iklim, selain tentu saja isu-isu geopolitik, perubahan perilaku sebagai dampak digitalisasi dan mampu memprediksi bermacam perubahan di masa depan.

Kemampuan membaca dan memahami faktor internal (potensi, minat, passion) atau self awareness dan sensibilitas membaca faktor eksternal (perubahan global, tantangan masa depan) dan ‘mengemasnya' menjadi satu paket yang "menggiurkan" pihak pemberi beasiswa, adalah keharusan bagi para pemburu beasiswa.
 
Di tengah ratusan, bahkan ribuan formulir pendaftaran yang masuk, motivation statement dan CV yang artikulatif, yang distinctive, menjadi satu nilai jual di mata lembaga pemberi beasiswa. Baik itu motivation statement dan CV harus bikin mereka kepincut!

Ingat, pemberi beasiswa tidak akan memberikan beasiswa kepada pelamar yang sekedar mencari pengalaman internasional atau memperluas jejaring, apalagi hanya ingin naik golongan karena telah mendapatkan gelar akademis lebih tinggi.

Pemberi beasiswa tidak akan pernah kepincut dengan pelamar yang motivasi utamanya belajar ke luar negeri sekadar untuk mendapat posisi lebih baik sepulang studi di negeri orang. Organisasi pemberi beasiswa manapun mendapat mandat yang sama dari pendonor masing-masing, yaitu mencari kandidat terbaik, yang worth investing! Anda harus menjadi kandidat yang benar-benar diperhitungkan!

Memangnya kenapa kalau Anda lulusan PTN ternama dan lulus sebagai lulusan terbaik? Memangnya kenapa kalau Anda pernah jadi pemimpin organisasi mahasiswa di kampus? Tidak berarti apa-apa jika Anda tidak bisa mengkaitkan potensi diri anda dengan study objective Anda?

M LATIEF/KOMPAS.com Ingat, pemberi beasiswa tidak akan memberikan beasiswa kepada pelamar yang sekedar mencari pengalaman internasional atau memperluas jejaring, apalagi hanya ingin naik golongan karena telah mendapatkan gelar akademis lebih tinggi.
Yang terjadi akhirnya adalah sebuah paradoks, yaitu di satu sisi over valuation. Yaitu, kondisi dimana Anda merasa yang terbaik dan paling berkualifikasi tanpa dibarengi self awareness tentang kekuatan dalam diri Anda tersebut dapat menjadi katalis bagi keberhasilan studi dan rencana masa depan setelah selesai studi. Enggak nyambung!

Siapkan potret diri Anda!

Bagi Anda yang pernah melihat lukisan potret diri dari pelukis besar Affandi di museum Affandi di Yogyakarta atau pelukis legendaris Vincent van Gogh di Van Gogh Museum di Amsterdam, tentu setuju kalau lukisan-lukisan tersebut, walaupun terlihat sangat sederhana, tidak glamor dan neko-neko. Lukisan itu tidak rumit, tapi lain dari yang lain, dan berhasil mencuri perhatian.

Lukisan Affandi berkaos oblong sambil menghisap pipa seakan mengeluarkan pernyataan: "Inilah aku (self awareness). Aku dengan kebersahajaanku, sekaligus kekuatanku. Aku dan duniaku, passion-ku dan visiku!".

Begitu juga lukisan potret diri Van Gogh. Sederhananya lukisan tersebut, tapi mampu menyihir karena lugas mengatakan: "Lihatlah aku, sang maestro!".

Jadi, motivation statement dan curriculum vitae tidak perlu berbunga-bunga, apalagi copy paste dari sumber lain. Buatlah lukisan potret diri yang lugas, tidak perlu cantik, tapi charming dan dapat mencuri perhatian tim seleksi beasiswa.

Buatlah lukisan potret diri yang tidak membuat pemberi beasiwa nantinya akan mengatakan "Kalian berhutang pada negara, dan kalian beruntung mendapatkan beasiswa ke luar negeri!". 

Tapi, lukisan potret diri Anda yang mampu berkata: "Negara atau pemberi beasiswa akan sangat beruntung memilih saya. Cause I deserve it!".

Selamat berburu beasiswa!

Penulis adalah pemerhati pendidikan dan bergiat sebagai koordinator tim beasiswa pada Netherlands Education Support Office (NESO) di Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau