Ancaman Krisis Energi Butuh Semangat Anak Muda, Berani Terlibat?

Kompas.com - 13/01/2016, 07:49 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis


KOMPAS.com – Kebutuhan energi dunia terus meningkat, termasuk di Indonesia. Diperkirakan, cadangan minyak bumi dalam negeri, yang merupakan sumber utama energi Indonesia, akan habis pada 2025.

Merujuk penelitian yang dipublikasikan jurnal Universitas Gadjah Mada (UGM) pada 2013, konsumsi energi nasional pada tahun 2000 mencapai 778 juta barrel setara minyak. Pada 2011, angkanya melonjak menjadi 1.114 juta barrel setara minyak. Padahal, dalam kurun waktu sama, produksi minyak bumi di Indonesia justru susut 4 persen per tahun.

"Sektor transportasi menghabiskan sekitar 60 persen konsumsi energi minyak bumi Indonesia. Dari angka ini, 70 persen berasal dari transportasi jalan," kata Kepala Pusat Studi Energi UGM Deendarlianto, Kamis (7/1/2016).

Sementara itu, Pusat Studi Energi Asia Pasifik (APERC) memperkirakan kebutuhan energi sektor transportasi akan melonjak dari angka 1.087 juta ton setara minyak pada 2002 menjadi 1.991 juta ton setara minyak pada 2030.

Jika tak ada upaya luar biasa untuk menekan konsumsi energi berbasis minyak atau mendorong penggunaan energi terbarukan, APERC memperkirakan Indonesia akan benar-benar mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan energi dalam negeri pada 2030.

"Ketersediaan bahan bakar fosil kita sudah menipis, infrastruktur (untuk menambah produksi minyak domestik) juga masih kurang berkembang, sementara produksi mobil semakin tinggi. Ditambah, tidak ada kebijakan untuk membatasi usia penggunaan mobil," papar Deendarlianto.

Rentetan data tersebut memperlihatkan ancaman krisis energi bagi Indonesia. Menyikapinya, mulai 2012 UGM menggelar riset melibatkan mahasiswa, bekerja sama dengan PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) dan Pertamina. Riset berbasis simulasi tersebut memotret penggunaan alternatif energi untuk sektor transportasi.

Dalam simulasi, para peneliti menguji pengaruh efisiensi bahan bakar dan penerapan bahan bakar alternatif terhadap konsumsi energi, tingkat emisi, dan subsidi bahan bakar minyak. Ada lima simulasi dikaji dalam penelitian bertajuk "Best Energy Mix for Road Transportation in Indonesia" tersebut.

"Jika menggunakan bahan bakar biofuel, gas bumi, mobil listrik, (mobil) hybrid, atau menggunakan percampuran jenis energi ini, (proyeksi) jadinya seperti apa," tutur Deendarlianto.

Berdasarkan hasil penelitian itu, lanjut Deendarlianto, Indonesia perlu segera mengembangkan energi terbarukan dan mengurangi populasi kendaraan tua berbahan bakar bensin. Jika dilakukan secara masif, konsumsi bahan bakar dan subsidi bahan bakar minyak bisa ditekan secara maksimal.

"Program pemerintah, misalnya penggunakan biofuel sampai 20 persen pada 2025 harus jalan, bahkan ditingkatkan angkanya," tuturnya. 

Bukan hanya skala nasional, lanjut Deendarlianto, model simulasi itu juga menggambarkan efek penggunaan energi hingga level lebih mikro di tingkat kabupaten.

"Jumlah kendaraan juga harus dibatasi jangan sampai melebihi total panjang jalan. Terakhir, subsidi BBM harus dialihkan agar tidak jebol pada 2025," imbuh dia.

Deendarlianto berharap, penelitian tersebut bisa menjadi referensi bagi pemerintah dalam merancang Rencana Umum Energi Nasional dan Daerah.

"Kami juga bekerja sama dengan industri, terutama industri otomotif, sehingga kajian ini diharapkan bisa digunakan industri ketika merancang produk kendaraan," ucapnya.

Tidak berhenti di situ, penelitian pun terus mengalami perkembangan. Banyak variabel baru dimasukkan, misalnya, pada 2013 unsur 'kemacetan' turut masuk perhitungan simulasi.

"Tahun 2015 kemarin kami juga tambahkan penggunaan bahan bakar terbarukan seperti biodisel," kata Manajer Divisi Engineering TMMIN Indra Chandra Setiawan yang juga merupakan salah satu tim peneliti, Kamis (7/1/2015).

Semangat muda

Selain memberikan dasar akademis bagi mendesaknya reformasi energi di dalam negeri, penelitian ini memperlihatkan pula bahwa mahasiswa juga punya kontribusi untuk mengatasi persoalan bangsa. Semangat muda dapat menjadi modal besar bagi hadirnya beragam inovasi dan kreativitas yang solutif.

"Mereka energik sekali, beda dengan kami yang tua-tua ini. Mudah berkoordinasi juga," puji Deendarlianto.

Tak hanya dalam proses penelitian, para mahasiswa juga terlibat dalam presentasi Kongres Energi Nasional tahunan UGM. Memang, tiap tahun hasil penelitian Deendarlianto dan kawan-kawan menjadi salah satu agenda presentasi rutin.

"Sengaja kami libatkan mahasiswa agar sebelum mereka lulus dan menjadi profesional, mereka sudah punya pengalaman," kata Deendarlianto.

Pada kongres itu semua elemen, baik itu akademisi, pelaku industri, dan pemerintah, berkumpul untuk bertukar pikiran mengenai permasalah energi nasional. Penelitian ini pun, menurut dia, masih akan berlanjut hingga ke tataran lebih kompleks.

"Misalnya, (menguji) dampak terhadap ekonomi nasional jika kita menggunakan biodisel sebagai alternatif energi," katanya.

Penelitian lanjutan akan menyentuh pula hitungan praktis. Misalnya, papar Deendarlianto, menghitung kebutuhan lahan dan pekerja hingga infrastruktur yang dibutuhkan bila ada rencana membuat energi alternatif dari tebu.

Di sisi lain, Indra turut mengungkapkan bahwa arah penelitian juga akan difokuskan mampu mendukung program-program perencanaan energi yang bersifat mikro.

"Misalnya kita bantu provinsi DKI Jakarta membuat perencanaan energi daerah," tutur Indra

Sementara itu, TMMIN optimistis penelitian semacam ini bisa menjadi salah satu modal mengatasi ancaman krisis energi seperti beragam proyeksi yang sudah ada.

"Dengan semangat teman-teman dari akademisi dan anak mudanya, saya optimistis Indoneisa bisa mencapai kedaulatan energi," kata Technical Director TMMIN Yui Hastoro, Selasa (29/12/2015).

"Saya lihat anak muda sekarang hebat. Mereka sangat mampu diberi pekerjaan yang levelnya nasional," tambah Yui.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau