Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ada Prestasi, "Rezeki" Tak Kemana… Termasuk Urusan Kuliah!

Kompas.com - 29/01/2016, 20:51 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis


KOMPAS.com
– Dulu, hari-hari Ahmad Tohani berputar antara sekolah, rumah, bengkel, surau, dan sesekali petualangan di alam terbuka. Sekarang semua berubah, serasa mimpi yang menjadi nyata. Selalu ada jalan untuk asa dan usaha.

Pada hari-hari-nya dulu, Tohani biasa membantu pekerjaan ayahnya di bengkel las kecil-kecilan milik keluarga sepulang sekolah di SMK Negeri 1 Purworejo, Jawa Tengah. Dia di sana sampai kira-kira pukul empat sore, saat sang Ayah menutup bengkel.

Bila ayah Tohani kembali ke sawah mengurus padi yang tiap pagi dia tinggalkan untuk bekerja di bengkel, Tohani pulang ke rumah. Dia harus mengurusi adik laki-laki yang masih seusia sekolah dasar.

Petang merembang, aktivitas Tohani dan keluarganya "berpindah" ke surau. Shalat berjamaah lalu mengaji. Sang ayah juga merupakan guru mengaji di kampungnya. Di luar semua kegiatan harian ini, sesekali dia menyalurkan hobi panjat tebing dan bertualang.

Dalam benak Tohani, bukan tak terbersit keinginan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.Namun, kondisi ekonomi keluarga membuat ia urung menyampaikan niat itu kepada ayah dan ibunya. Siapa nyana, sekolah masih jadi rezeki Tohani.

Rezeki tak kemana…

Tak disangka-sangka, prestasi Tohani semasa SMK menjadi jalan bagi masa depannya. Ia terpilih menjadi salah satu penerima beasiswa Toyota Indonesia Academy (TIA). Rezeki memang tak kemana….

Hari ini, Tohani adalah mahasiswa TIA di Karawang, Jawa Barat. Dia tinggal di asrama, bersama 32 siswa lulusan SMK terpilih lainnya. Kini, rutinitasnya berubah.

"Sekitar jam setengah enam, kami ada bersih-bersih asrama dan apel pagi. Jam 6, kami berangkat naik bus ke kampus TIA," tutur Tohani soal rutinitas paginya, Rabu (27/2/2016).

Sekolah baru Tohani berada di area pabrik PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN). Lokasinya sekitar 45 menit perjalanan dari asrama.

Sejak gedung akademi tahap 1 diresmikan pada 2015, TIA berkomitmen memberikan pendidikan D-1 gratis di Akademi Manufaktur Otomotif bagi siswa-siswi berprestasi dari SMK. Seleksi awal dilakukan di sekolah-sekolah kejuruan di beberapa provinsi di Indonesia.

"Generasi muda merupakan masa depan kita," kata Direktur Administrasi TMMIN Bob Azam, Kamis (28/2/2016).

TIA, lanjut dia, didirikan atas dasar keinginan Toyota untuk mendukung upaya Pemerintah membangun sumber daya manusia berketerampilan tinggi. Sasarannya, tutur Bob, TIA dapat mengembangkan lulusan SMK dengan bekal ilmu dan keterampilan manufaktur otomotif berkualitas.

"Untuk mendukung peningkatan daya saing industri," tegas dia.

Salah satu tantangan untuk daya saing industri ini, tak terkecuali otomotif, adalah berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Tak biasa…

Rahmatullah, salah satu pengajar di TIA, menceritakan banyak perbedaan sistem pengajaran yang diterapkan di TIA. Di sini, teori dan praktik sama pentingnya. Memastikan pemahaman siswa, ungkap dia, juga tak ditunda-tunda.

"Teori 15 menit, lalu dilanjutkan praktik. Ketika ada mahasiswa tidak paham, di tempat praktik ada meja konseling khusus. Di situ mereka boleh konsultasi dan kami akan menjelaskan kembali sampai siswa mengerti 100 persen," jelas Rahmatullah.

Perbedaan pola ajar ini menjadi keuntungan bagi para siswa. Setidaknya, Tohani mengakui itu. Terlebih lagi, ia sering merasa kelimpungan belajar karena bidang studinya di TIA berbeda dengan jurusan yang diambil semasa SMK.

"Saya juga sering bertanya. Karena besok-besok tidak ada kesempatan lagi. Tapi kalau waktu tidak mencukupi, misalnya, saya besok pagi langsung tanya lagi ke dosen bersangkutan," kata Tohani.

Selain skill, mahasiswa juga dituntut berdisiplin. Mereka diwajibkan duduk tenang dan tidak keluar masuk kelas selama kegiatan belajar berlangsung. Hal ini penting, ucap Rahmatullah, agar mereka terbiasa memiliki mental kuat saat terjun ke industri manufaktur nanti.

"Tidak ada itu mahasiswa duduk kaki disilang, atau menyender ke bangku. Main-main pulpen saja tidak boleh. Awalnya mereka kaget, tapi lama-lama terbiasa juga," ungkap Rahmatullah.

Aturan sama berlaku juga bagi para pengajar. Dosen harus menyiapkan materi pembelajaran dan peralatan mengajar sehari sebelum kelas dimulai.

"Dosen tidak boleh melakukan gerakan sia-sia seperti mengambil spidol karena tertinggal. Pokoknya harus siap 100 persen sebelum kegiatan belajar mengajar dimulai," tutur Rahmatullah.

Memang, TIA bukan sekolah pertama yang menawarkan kuliah gratis. Ada sederet sekolah gratis lain. Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS), misalnya, yang menggelar pendidikan jenjang D-4 dan sistem ikantan dinas di bawah naungan Badan Pusat Statistik (BPS).

Ada juga Sekolah Multi Media Training Center di bawah naungan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Untuk yang suka matematika dan pemecahan kode, ada pula Sekolah Tinggi Sandi Negara. Satu saja syaratnya, prestasi dan kemampuan tinggi untuk lolos seleksi.

"(Sekolah) ini kesempatan bagus bagi saya menggali masa depan. Saya ingin bisa membantu orangtua," kata Tohani.

"Setelah lulus (dari TIA) maunya bekerja. Tapi kalau bisa pengen sambil kuliah lagi sampai sarjana. Kepingin ambil jurusan teknik mesin," ujar dia berbinar.

Seperti ujaran para sesepuh, perjalanan hidup Tohani menegaskan bahwa rezeki tak akan kemana, selama kemampuan dan upaya menjadi penumpunya. Semangat!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com