Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Menjadi Mahasiswa yang Belajar

Kompas.com - 25/04/2016, 09:10 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Sebab kegagalan yang utama sangat jelas: karena mereka tidak belajar. Atau, karena mereka belajar dengan cara yang salah.

Banyak mahasiswa mengira di bangku kuliah mereka akan belajar tentang hal-hal yang membuat mereka siap bekerja. Yang dibayangkan adalah ketika lulus nanti mereka akan mendapat pekerjaan dengan bekal apa yang sudah mereka pelajari.

Pikiran seperti itu hanya cocok untuk peserta kursus menjahit yang ingin mencari kerja sebagai tukang jahit!

Pekerja lulusan perguruan tinggi tidak diharapkan demikian. Mungkin hanya 10% dari apa yang dipelajari dari kurikulum kuliah yang terpakai di dunia kerja. Dalam banyak kasus malah jauh di bawah angka itu.

Kalau begitu, untuk apa kuliah bertahun-tahun, mempelajari ilmu yang kemudian tidak dipakai?

Kuliah, sekali lagi, bukan kursus keterampilan. Tujuan utama kuliah adalah untuk mengasah kemampuan belajar. Materi kuliah pada akhirnya hanyalah sampel yang pada tingkat tertentu bisa diganti-ganti.

Lulus kuliah tidak berarti seseorang sudah lengkap ilmunya, dan siap memasuki dunia kerja. Lulus kuliah hanya bermakna bahwa seseorang sudah menjalani proses belajar, dan ia sudah menunjukkan kemampuan belajarnya, dan siap untuk belajar lagi.

Ketika memasuki dunia kerja orang tidak dihadapkan pada persoalan seperti saat menyelesaikan soal ujian di kelas. Ia akan menyelesaikan masalah yang selalu punya banyak dimensi. Dalam setiap masalah ia harus belajar lagi untuk mencari penyelesaiannya.

Yang harus dia pelajari tidak terbatas pada bidang yang tadinya ia tekuni, tapi meliputi berbagai bidang. Dan setiap hari, setiap saat ia akan dihadapkan pada situasi itu. Setiap hari dan setiap saat ia harus belajar, lagi dan lagi. Bahkan seorang presiden direktur, seorang pakar sekalipun harus selalu belajar.

Banyak mahasiswa yang belajar demi menghadapi ujian. Lulus ujian adalah tujuan belajar. Bahkan lulus ujian adalah tujuan dari tujuan. Karenanya kita sering menemukan mahasiswa menyontek saat ujian.

Pada titik itu ia sudah gagal sebagai mahasiswa, karena ia gagal memahami makna yang paling dasar dari proses belajar. Besar kemungkinan ia hanya akan jadi penenteng ijazah kosong saat lulus nanti.

Banyak pula mahasiswa yang tidak menghayati proses belajar. Ketika praktikum, misalnya, mereka hanya fokus pada materi akademik belaka. Padahal ada banyak sisi non-akademik seperti kerja sama, kepemimpinan, etika, dan lain-lain.

Banyak yang menghabiskan waktu dengan menekuni buku teks, menjadi penghafalnya, tapi tidak pernah peduli pada hal lain seperti pergaulan, komunikasi, dan hal-hal lain yang dikenal sebagai soft skill. Hasilnya adalah seseorang yang mahir dalam hal-hal teknis, tapi gagap dalam kerja sama.

Di akhir tulisan singkat ini saya ingin kutipkan penggalan cerita dalam Quran, ketika Allah hendak menciptakan Adam, dan menjadikannya sebagai khalifah di muka bumi. Para malaikat keberatan, lalu Allah menunjukkan alasanNya.

Kepada Adam diajarkan nama-nama benda, yang ketika ditanyakan kepada malaikat mereka tak tahu jawabannya. Adam tahu. Mengapa? Karena manusia dibekali kemampuan belajar.

Pesan Allah sangat jelas: hanya yang mampu belajar yang akan jadi khalifah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com