Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tiga Orang Indonesia yang Melebihi Zamannya...

Kompas.com - 02/05/2016, 15:54 WIB

Awal perjuangan Ki Hadjar dimulai dalam bidang jurnalistik. Dia menjadi anggota harian De Expres, sekaligus menjadi anggota harian lainnya, di antaranya harian Utusan Hindia dan Tjahaja Timur. Namun, akibat tulisan-tulisannya yang dimuat harian Preanger Bode, juga tulisan Tjipto Mangunkusumo, juga tulisan Douwes Dekker yang isinya menyindir Belanda, mereka ditangkap dan dibuang.

Belanda membuang Ki Hadjar alias Soewardi ke Pulau Bangka. Sementara itu, Tjipto Mangunkusumo diasingkan ke Banda Neira, sedangkan Douwes Dekker dibuang ke Kupang. Mereka bertiga inilah yang pada kemudian hari disebut dengan "Tiga Serangkai".

Perjuangan Ki Hadjar tidak berhenti di situ saja. Dia kini mulai mendalami dunia pendidikan dan pengajaran.

Ada empat orang pelopor pendidikan yang memengaruhi Ki Hadjar dalam dunia pendidikan, yaitu Friedrich Frobel, Maria Montessori, George Kerschensteiner, dan Rabindranath Tagore. Akhirnya, Ki Hadjar menemukan metode yang digali dari jiwa dasar nasionalisme, kemerdekaan.

Ki Hadjar mendasarkan pendidikan pada nilai-nilai budaya. Di Taman Siswa pendidikan dan pengajaran merupakan upaya sengaja dan terpadu dalam rangka memerdekakan aspek lahiriah dan batiniah manusia.

Dalam Taman Siswa, ada tiga proses pendidikan yang dia perkenalkan, yaitu ing ngarso sung tulodo (pendidik berada di depan memberi teladan), ing madyo mangun karsa (pendidik selalu berada di tengah dan terus memotivasi), tut wuri handayani (pendidik selalu mendukung peserta didik agar terus maju). Dasar ketiga itu, tut wuri handayani, kini dijadikan semboyan Taman Siswa dan sistem yang dipakai adalah momong, among, ngemong.

Engku Mohammad Syafei (1893-1969)

Engku Mohammad Syafei mendirikan Inlandsche Nijverheid School (INS) yang didirikan pada 1926 di Desa Kayutanam, Provinsi Sumatera Barat. Semula bernama Inlandsche Nijverheid School, awalnya INS bernama Indonesische Nederland School Kayutanam. Namanya kemudian berubah lagi menjadi Institut Nasional Syafei Kayutanam atau Ruang Pendidik INS Kayutanam.

Kedua nama terakhir itu menjadi nama resmi. Namun, kehadiran INS Kayutanam tidak terlepas dari peran serta Marah Sutan (1870-1954), seorang guru dan aktivis pergerakan kemerdekaan.

Pergaulan Marah Sutan dengan Tjipto Mangunkusumo dan Ki Hadjar Dewantara membuat dirinya semakin yakin bahwa pendidikan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia. Maka dari itu, Marah Sutan mengirim Engku Mohammad Syafei ke Belanda untuk belajar dan agar mendapatkan pendidikan guru lebih lanjut.

Sepulang dari Belanda, Syafei berangkat ke Padang, Sumatera Barat, untuk membuka sekolah INS Kayutanam pada 1926. Inilah hasil idealisme Marah Sutan kepada Engku Syafei.

Berdirinya INS Kayutanam merupakan simbol perlawanan terhadap penjajah. Engku Syafei mengharapkan melalui INS Kayutanam ini untuk membangkitkan jiwa patriotisme terhadap bangsa Indonesia, kemudian diharapkan dapat membentuk watak warga merdeka yang sanggup berdiri sendiri, bebas dari ketergantungan dari bangsa lain. Sejarah INS Kayutanam adalah sejarah hidup Engku Syafei. Jatuh bangun INS Kayutanam adalah jatuh bangun Engku Syafei.

IRWAN SUHANDA/PENERBIT BUKU KOMPAS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com