Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Amanda Setiorini
Pengemar Buku dan Travelling

Penggemar buku dan travelling, berpengalaman sebagai jurnalis selama tujuh tahun dan menekuni penerbitan buku selama enam tahun sesudahnya. Penulis buku ‘My Travel Notes’ ini sekarang menjadi penulis lepas dan dosen manajemen di Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana.

Kenapa Mahasiswa Kita Malas Membaca?

Kompas.com - 20/05/2016, 12:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnu Nugroho

Membaca vs. Menonton

Kebanyakan orang lebih suka menonton daripada membaca. Setiap mengajar pelatihan menulis saya selalu bertanya, berapa orang yang senang membaca dan yang senang menonton. Kebanyakan memilih menonton daripada membaca. Menurut saya, itu salah satu sebab mereka merasa kesulitan untuk menulis.

Sekarang, ada “gangguan” lain lagi, yaitu gawai. Masalahnya, gawai kerap diasosiasikan dengan game atau video. Keponakan saya yang belum berusia 3 tahun sudah mahir memilih video anak-anak dari YouTube. Gawai memang ampuh membuat anak-anak anteng.

Saya tidak menyalahkan, tetapi juga heran mengapa gawai tidak dibuat menjadi sarana untuk senang membaca. Jadi kita tidak perlu memusuhi gawai dan menganggapnya sebagai gangguan terhadap minat literasi. Asalkan kita mengenalkan gawai dengan cara yang tepat, dengan fungsi yang sudah diarahkan, saya yakin kita bisa mengambil manfaat dari kemajuan teknologi ini.

Keberadaan e-book, misalnya. Terlepas dari preferensi apakah lebih suka membaca di layar atau kertas, e-book sangat bermanfaat untuk meningkatkan minat baca. Saya bisa menyimpan berbagai e-book dalam satu alat, lalu membacanya di manapun ketika dibutuhkan.

Biasanya kalau memang sudah persiapan untuk menunggu—misalnya di bank atau antre dokter—saya sudah membawa bacaan. Tetapi untuk kegiatan menunggu yang tidak direncanakan, simpanan e-book saya di ponsel adalah solusi.

Baru-baru ini saya mengunduh iJakarta, aplikasi Perpustakaan Digital Jakarta milik Badan Perpustakaan dan Arsip Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Meski masih banyak penyesuaian dan perbaikan yang perlu dilakukan, saya melihatnya dengan lebih positif: semakin mudah kita mengakses bacaan. Tinggal bagaimana kita memanfaatkannya saja.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com