Ada Ada Dengan Cinta? Ah... Cinta Melulu!

Kompas.com - 21/05/2016, 00:17 WIB

KOMPAS.com - Tema percintaan merupakan tema yang tidak akan lekang dimakan waktu. Bayangkan, mampukah Anda menghitung berapa banyak lagu, drama, dan novel yang mengambil tema cinta?

Cinta melulu! Mulai cinta segitiga, cinta yang dipaksakan, hingga cinta monyet ala remaja. Tak heran, banyak orang awam maupun dari industri kreatif berupaya mengambil jarak dengan tema-tema yang mengangkat kisah-kisah cinta.

Memang, tidak ada yang salah dengan kisah-kisah bertema cinta. Cinta adalah salah satu babak dalam kehidupan manusia yang sangat penting. Tak heran, glorifikasi melalui aneka media selalu dilakukan.

Namun, dari sudut industri kreatif, cinta menjadi terlalu bising. Sebabnya, setiap detik cinta selalu digelontorkan, diumbar, dan berserak. Entah itu dalam format lagu, cerpen, novel, FTV, sinetron, dan lain sebagainya.

Urusan cinta-cintaan menjadi terlalu bising, dan akibatnya susah didengarkan. Mengapa bisa bising?

Barangkali, karena cinta dalam produk-produk kreatif tersebut sekadar sebuah rumus saja supaya bisa menjual. Pokoknya, seseorang harus membikin cerita bertema cinta, dengan plot yang sudah gampang ditebak, dengan adegan, dan bahkan dialog yang sudah standar.

Tidak mengherankan, cinta dalam cerita tersebut tidak menantang lagi untuk dikunyah. Gampangan!

Tapi, mungkin juga, orang-orang yang terlibat dalam penciptaan produk kreatif tersebut tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengelaborasi lebih dalam karyanya. Alhasil, karya yang sampai ke penikmat hadir dengan logika yang rumpang. Alih-alih menimbulkan efek yang mengesankan, karya-karya yang kurang matang itu justru sering jadi bahan olok-olok.

Ya, cinta justru menjadi komedi yang tidak lucu. Tengoklah judul-judul FTV yang sering dijadikan meme dan bahan olok di media sosial, sebutlah Cantik-cantik Koq Tukang Sedot Tinja? Kaleng Krupuk Pembawa Cinta, Ketemu Jodoh di Kandang Sapi, dan masih banyak lagi aneka bahan olok lainnya.

Itu pula yang menjadi keprihatinan dan pernah diangkat oleh sebuah band indie Efek Rumah Kaca dalam lagunya berjudul Cinta Melulu. Liriknya menyentil dengan pedas fenomena “cinta yang terlalu bising ini":

Nada-nada yang minor/

lagu perselingkuhan/

atas nama pasar semuanya begitu klise.

Harus Diungsikan

Bicara industri kreatif, permasalahan tidak lagi sesederhana yang kita pikir. Kita tak bisa begitu saja menyuruh rumah-rumah produksi, produser, atau penerbit untuk membuat karya yang "seperti ini", meski mengatasnamakan diri wakil penikmat. Banyak faktor yang memengaruhi tren bisnis itu.

Kenyataannya, secara hitung-hitungan, produk-produk cinta yang klise tersebut memang laku. Artinya, ada penikmat yang konsisten menyukainya, dan ada orang-orang yang memang mau membuat karya semacam itu.

Akhirnya, kita perlu berpikir dalam ranah industri kreatif juga. Ketika kita merasa jengah dengan produk-produk kreatif yang dangkal, buatlah contoh produk untuk melawan kedangkalan itu. Lakukanlah edukasi pada konsumen dengan membikin karya tandingan.

Tidak perlu pesimistis. Toh, di saat bioskop dibombardir dengan film-film yang tidak bermutu, film-film seperti Daun di Atas Bantal (1998) atau Ada Apa Dengan Cinta (2002) bisa mencuri perhatian.

Salah satu karya yang patut diacungi jempol atas eksperimennya yang menakjubkan adalah sebuah kumpulan cerpen berjudul "Cerita Cinta Tanpa Cinta". Buku ini menarik karena 10 cerpen di dalamnya sama sekali tidak memuat kata "cinta".

Memang, meski jelas-jelas menyebut dirinya kumpulan cerita cinta, buku ini berkomitmen untuk tidak mengeksplisitkan cinta. Akibatnya, cerita-cerita di dalamnya tampak ditenun dengan sangat jeli dan berhati-hati.

Kesepuluh cerita cinta yang ada di dalamnya mengangkat ekspresi dan adegan percintaan dengan lebih halus. Tema yang diangkat juga lebih bervariasi, karena melibatkan tokoh-tokoh yang tak biasa diangkat.

Ada kisah tentang office boy yang secara rahasia menaruh hati pada karyawan kantor. Ada pendaki gunung yang jatuh cinta dalam perjalanan berkereta, dan penyanyi yang ditemui mantannya di Turki.

Sebagai sebuah antitesis karya-karya yang cinta yang begitu bising, buku ini pantas untuk dibaca. Anda dapat menjadikannya sebagai salah satu alternatif cerita cinta yang tidak melulu sama.

(ADINTO FAJAR/GRASINDO)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau