Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 13/06/2016, 08:51 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

Saat berusia sekitar 10 tahun, saya pernah menderita penyakit aneh. Penyakit itu adalah gatal-gatal di seluruh tubuh, seperti gatal gigitan nyamuk, namun di area yang lebih luas dan rasa gatalnya lebih lama.

Anehnya, gatal itu timbul setiap kali saya menyantap siomay yang dijual keliling dengan sepeda oleh seorang bapak gendut dengan topi mirip gangster Chicago era Al Capone.

Mungkin penyakit itu sebenarnya alergi. Entah alergi ikan atau bahan lain dalam siomay itu, saya kurang tahu. Pasalnya, saya tidak mengalami gatal yang sama bila menyantap siomay yang dijual orang lain.

Celakanya, siomay pak gendut ini termasuk siomay yang lezat (untuk ukuran saat itu) dan murah, tak seperti siomay lainnya. Ditambah lagi, pak gendut selalu datang ke kampung kami setiap sore.

Maka rutinitas pak gendut memanggil anak-anak dengan ketukan suara piring dengan sendok menjadi irama memilukan untuk telingaku.

Hati hancur rasanya melihat anak-anak berlarian membawa uang dan bercengkerama sambil makan siomay di samping sepeda pak gendut. Apalagi bila tiba-tiba kakek bermurah hati membayari saudara-suadaraku jajan.

Kadang saya ikut bergabung untuk bercengkerama, sambil menahan air liur melihat potongan-potongan siomay dengan bumbu kacang disiapkan di piring-piring yang bukan untukku. Saya bayangkan, wajah saya saat itu pasti begitu memelas.

Dalam beberapa kesempatan, wajah memelasku membuat bapakku iba, dan akhirnya aku pun dibelikan siomay, tapi hanya kentang, kubis dan telurnya saja. Namun entah mengapa, tanpa kandungan ikan pun tubuhku tetap menjadi gatal.

Akhirnya diputuskan aku harus puasa makan siomay yang dijual pak gendut. Puasa yang sungguh menyiksa karena kehadiran sepedanya selalu dinanti anak-anak lain dan menjadikan setiap sore lebih ceria, sementara saya tak bisa bergabung.

Lama-lama saya jadi membenci kedatangan penjual siomay itu. Suara piring dan sendok yang diketuk-ketuk membuat sebal. Saya bahkan berharap agar dia tak usah jualan lagi, atau agar semua anak juga menderita penyakit gatal yang sama supaya saya tak sendiri berpuasa.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+