Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
A Bobby Pr

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) ini menekuni penulisan buku biografi. Sejak di bangku kuliah ia sudah menulis buku dan membuat majalah. Beberapa karyanya yang sudah dibukukan antara lain Ny. Lie Tjian Tjoen: Mendahului Sang Waktu (2014); Mgr. Michael Cosmas Angkur OFM: Pemimpin Sederhana (2014); Pater Wijbrans OFM: Memberi Teladan Tanpa Kata, (2010); Mgr. Hermelink: Setelah 27 Tahun Dimakamkan Jenazahnya Masih ‘Utuh’ (2010); Jurnalistik: Bakat? Buang ke Laut (2009).

Loh, Kok Rektor Asing?

Kompas.com - 15/06/2016, 13:03 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Oleh karena itu kita tentu memahami tanggapan keras Guru Besar UIN Azyumardi Azra terhadap usulan Nasir yang seolah menempatkan rektor lokal tidak mampu membenahi PTN.

“Mengimpor rektor dari mancanegara malah bisa menjadi kontraproduktif karena merupakan pelecehan terhadap kemampuan anak bangsa sendiri,” tulis Azyumardi Azra di Kompas (11/6) lalu.

Persoalan kualitas pendidikan tinggi kita sebenarnya sudah terang benderang. Banyak ahli sudah urun rembuk dan mengungkapkan secara gamblang lewat seminar maupun media massa.

Beberapa yang telah dikemukakan antara lain: kualitas tenaga pengajar masih rendah, mahasiswa belum bebas berekspresi, tuntutan akademik terlalu padat, gaji dosen rendah sehingga nyambi berbagai tempat, fasilitas pendidikan belum memadai, kualitas dan kuantitas tenaga peneliti masih kurang, publikasi ilmiah sedikit, anggaran pendidikan masih kecil, biaya kuliah tinggi, relevansi perguruan tinggi dengan kebutuhan dunia kerja dan industri masih lemah, dll.

Belum lagi masalah regulasi yang perlu dikupas tuntas untuk memberi ruang demi perkembangan PTN kita di tengah persaingan global.

Persoalan-persoalan itulah yang harus diselesaikan untuk meningkatkan kualitas pendidikan kita. Mengangkat warga negara asing menjadi rektor PTN bukanlah solusi tepat karena masalah pendidikan tidak terpisah dengan persoalan nilai-nilai budaya.

Tentu saja ada anak bangsa yang mampu memperbaiki kualitas pendidikan bila diberi ruang dan didukung untuk melakukannya secara menyeluruh.

Dari berbagai permasalahan itu, menarik salah satu contoh yang disampaikan oleh seorang guru besar perguruan tinggi swasta di Jakarta.

Dia menceritakan lembaganya sempat memiliki peneliti sekitar 40 orang. Memasuki tahun 2000 jumlah peneliti mulai dikurangi.

Enam tahun kemudian, tidak ada satu pun peneliti meski masih memiliki lembaga penelitian. Kondisi ini terjadi hanya karena kebijakan ‘dari atas’ yang menyangkut status pangkat dosen dan peneliti.

Persoalan-persoalan itulah yang harus diselesaikan. Obatnya tidak perlu kita cari jauh-jauh dari negeri seberang karena the founding fathers telah memberikan banyak catatan berharga dalam meletakkan pondasi pendidikan nasional.

Tugas kitalah yang harus menggali pemikiran mereka dan  kemudian menyesuaikannya dengan situasi sekarang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com