Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Indy Hardono
Pemerhati pendidikan

Saat ini bergiat sebagai koordinator tim beasiswa pada Netherlands Education Support Office di Jakarta. Sebelumnya, penulis pernah menjadi Programme Coordinator di ASEAN Foundation. 

ASEAN, Dekat di Mata, Jauh di Hati...

Kompas.com - 08/08/2016, 11:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorLatief

KOMPAS.com - Ada sekitar 625 juta orang yang tinggal di kawasan Asia Tenggara. Sejak tahun 1967, ada 6 negara dan kemudian disusul oleh 4 negara lainnya di kawasan ini yang telah menandatangani deklarasi.

Deklarasi itu akhirnya menjadi landasan berhimpunnya negara-negara tersebut menjadi ASEAN. Namun, pernahkah kita merasa sebagai warga ASEAN, yang memiliki identitas dan mimpi yang sama?

Banyak sekali 'cita-cita' ASEAN seperti keinginan untuk menjadi satu masyarakat ekonomi, yang suatu saat punya mata uang sendiri. Tidak terhitung berapa ratus kali diadakan pertemuan tingkat tinggi, mulai senior official meetings, ministerial meetings, sampai Konferensi Tingkat Tingkat (KTT) ASEAN di level pemimpin ASEAN. Semua berjalan, dari satu deklarasi ke deklarasi lain.

Tapi, apakah euforia dan excitement itu juga dirasakan dan dijiwai oleh penduduk ASEAN, oleh kita? Berapa banyak anak-anak muda ASEAN tahu bahwa Hari ASEAN jatuh hari ini, 8 Agustus? Ada berapa banyak warga ASEAN yang kenal hymne ASEAN?

Integrasi suatu kawasan memang kadang hanya menyentuh ranah politik. Banyak yang berpikir bahwa kawasan dapat disatukan hanya oleh berbagai pertemuan tingkat tinggi di level menteri, dan kepala pemerintahan. Pun, banyak orang mengira bahwa foto kepala negera ASEAN saling berpegangan tangan adalah jaminan bersatunya kawasan ini.

Bagi sebagian besar warganya, ASEAN adalah sesuatu yang diawang-awang. Kehadirannya tidak membumi, dan tidak ada relevansinya dengan kehidupan mereka. ASEAN memang dekat di mata, namun jauh di hati!

Belajar dari Eropa

Tonggak integrasi Eropa ditandai dengan penandatanganan Maastricht Treaty pada 1992. Perjalanan yang cukup panjang bagi Uni Eropa untuk berhasil menjadikan Eropa terintegrasi bukan saja secara politik, namun juga identitas dan semangatnya.

Salah satu instrumen untuk integrasi adalah berbagai kegiatan yang berorientasi pada people-to-people contact, yang kadang luput atau tidak dianggap sebagai "agenda utama" integrasi suatu kawasan.

Eropa memiliki program mobilitas pelajar intra Eropa bernama Erasmus. Ini merupakan program pertukaran pelajar paling intensif dan berhasil di dunia. Tidak kurang dari tiga juta pelajar Eropa setiap tahunnya ikut serta dalam program pertukaran pelajar intra Eropa  dengan tinggal dan studi di negara Eropa lainnya.

Pelajar dari University of Groningen di Belanda, misalnya, tinggal selama lima bulan di Swedia untuk belajar di Stockholm University. Sementara itu, pelajar dari Italia belajar selama satu semester ke Jerman.

Tentu saja, mobilisasi pelajar bukan hanya tentang tiga juta transfer kredit antaruniversitas. Tiga juta mobilitas pelajar itu adalah tiga juta exposure terhadap budaya, sejarah, bahasa dari negara lain di kawasan itu. Juga tentang tiga juta pemahaman yang dibangun tentang keberagaman nilai, budaya dan juga pemahaman tentang posisi strategis kawasan ini dari sisi geopolitik maupun ekonomi.

Karena itulah, tak heran jika kaum muda Inggris menentang keluarnya negara itu dari Uni Eropa. Hal tersebut disebabkan karena identitas Eropa yang cukup kuat di kalangan kaum muda yang terbentuk salah satunya melalui program mobilitas pelajar intra Eropa.

Berbuat untuk ASEAN

Pelajar ASEAN adalah masa depan ASEAN. Merekalah yang akan duduk di kursi pengemudi pada saat ASEAN benar-benar siap untuk lepas landas menjadi kawasan mumpuni. Kawasan yang konon diproyeksikan sebagai kekuatan ekonomi nomor empat terbesar di dunia.

Pernahkah terbayang suatu saat para pelajar Indonesia bukan saja mahir berbahasa Inggris, tapi juga cakap berbahasa Tagalog? Atau, pemuda asal Vietnam yang piawai berbahasa Melayu?

Suatu hal sangat umum terjadi di Eropa adalah banyaknya pelajar Belanda yang mampu menguasai tiga bahasa sekaligus, seperti bahasa Inggris, Jerman dan Spanyol. Atau, banyak pelajar Jerman yang mahir berbahasa Italia.

Dilihat dari budaya dan interaksi langsung itulah rasa memilki (ownership) identitas dan tujuan bersama dibangun. Integrasi kawasan harus dimulai dengan integrasi rasa, integrasi hati manusia yang hidup di kawasan tersebut. Inilah perekat bagi ASEAN.

Untuk itulah, sukses ASEAN bukan cuma dilihat dari banyak hasil pertemuan, tapi justru dilihat dari banyaknya interaksi antar warganya. Seperti dikatakan oleh Nelson Mandela:
"If you talk to a man in a language he understands, that goes to his head. If you talk to him in his language, that goes to his heart".

Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri RI juga pernah mengatakan: "ASEAN adalah rumah yang disibukkan oleh berbagai kerjasama. Penghuninya terlena dan lupa rumah itu sedang terombang ambing, didorong kanan dan kiri. Semua penghuni jadi diingatkan pada nilai dan prinsip saat rumah itu didirikan secara gotong royong".

Maka, marilah para pelajar ASEAN, mulai sekarang bentangkan cakrawala ASEAN itu dengan turut serta dalam program pertukaran pelajar intra ASEAN. Hal ini untuk mengenal lebih dekat saudara ASEAN kita. Saatnya kita mulai untuk Berpikir ASEAN, BerHati ASEAN dan Berbuat untuk ASEAN. Think, Feel and Act ASEAN!

Selamat Hari ASEAN!

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com