“Uang tambahan yang didapat juga cukup untuk jalan-jalan ketika liburan,” ujar Matteo.
Saat ada waktu libur, Matteo sering mengunjungi tempat-tempat wisata di Jepang. Misalnya, Kyoto atau bahkan Tokyo.
“Seru juga ke kota metropolitan di Jepang. Bisa belanja macam-macam, dari mulai baju hingga elektronik,” tambahnya.
Asyiknya bekerja paruh waktu
Pengalaman bekerja paruh waktu dirasakan pula oleh Aisyah Fakhriyah Ahmad Wadi, mahasiswi asal Indonesia yang juga berkuliah di APU. Namun, kata dia, bekerja di Jepang akan lebih mudah ketika orang bersangkutan menguasai bahasa Negeri Sakura itu.
“Sebelum datang ke Jepang, saya memang sudah menguasai bahasa Jepang. Rupanya itu bisa jadi modal mencari pekerjaan paruh waktu dengan upah tinggi,” ujar Aisyah.
“Jadi penerjemah, upahnya bisa lebih besar. Kalau diakumulasi dari upaya kerja saya, pendapatan sebulan bisa sampai 90.000 yen atau bahkan lebih,” kata dia.
Dari pendapatan itu, ujar Aisyah, kebutuhan hidupnya per bulan sudah bisa tercukupi tanpa mengutak-atik sangu yang diberikan orangtuanya.
Meski demikian, tegas Aisyah, asyiknya bekerja paruh waktu tak boleh mengganggu aktivitas kuliah.
“Harus pintar bagi waktu. Bekerja berarti harus siap dengan segala konsekuensinya,” tambah dia.
Berani ikut berjibaku biaya hidup tinggi di Negeri Sakura?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.