Mau Tahu Rasanya Kuliah di Belanda?

Kompas.com - 25/10/2016, 14:52 WIB
Adhis Anggiany Putri S

Penulis


KOMPAS.com – Merantau ke negeri orang untuk menimba ilmu, apalagi sampai ke benua Eropa, bukan hal mudah. Ada banyak hal yang salah-salah bakal gampang membuat pelajar asal Indonesia terjerat "homesick".

Pengalaman seperti itu pernah dirasakan Ronny Anta Ginting. Dia adalah alumnus program sarjana jurusan International Logistic Management di Stenden University of Applied Sciences, Belanda. Enam bulan pertama tinggal di sana, kata dia, merupakan masa paling sulit.

"Perbedaan budaya, iklim, dan makanan memperkuat perasaan rindu Tanah Air dan keluarga, membuat saya tidak kerasan dan selalu membandingkan dengan kehidupan di Indonesia," tutur Ronny saat dihubungi Kompas.com, Senin (17/10/2016).

Kerinduan semakin memuncak, lanjut Ronny, saat musim dingin tiba. Berbeda dengan cuaca Indonesia yang cenderung hangat sepanjang tahun, Belanda sering kali "membeku" selama kurang lebih empat bulan dalam setahun.

"Beraktivitas ketika temperatur berada di bawah nol derajat merupakan tantangan tersendiri," ungkap Ronny.

Selama belajar di sana, Ronny melakukan sendiri beragam aktivitas harian seperti berbelanja, memasak, dan menyetrika baju. Sehari-hari dia pun menunggang sepeda untuk pergi pulang ke kampus.

M LATIEF/KOMPAS.com Sepeda adalah alat transportasi yang umum dipakai di Belanda.

Namun, ujar Ronny, semua cerita tersebut menuai hikmah saat dia pulang ke Indonesia. Dia mengakui kehidupannya di Belanda membentuk sikap mandiri dan tanggung jawab.

"Hal lain adalah saya bertanggung jawab atas setiap keputusan yang dibuat tanpa ada intervensi dari orangtua ataupun keluarga," ucap pria kelahiran Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam ini.

Metode belajar

Selain persoalan non-akademis, mahasiswa internasional seperti Ronny masih harus bergulat dengan tantangan perkuliahan. Maklum, pola pengajaran di Belanda dan Indonesia cukup berbeda.

Perbedaan yang mendasar, tentu saja, adalah semua mata kuliah diajarkan dalam bahasa Inggris. Selama proses belajar, metode yang dipakai juga berbeda.

"Mahasiswa diajarkan menjadi proaktif, berani berpendapat tanpa merasa takut salah," tutur Ronny.

Dosen di universitas tersebut, kata Ronny, mengajar secara interaktif. Murid didorong untuk bertanya dan mengemukakan pendapat secara bebas tetapi teratur dan sopan.

Sebaliknya, menurut Ronny, dosen pun sangat responsif terhadap kebutuhan siswa. Jika membutuhkan konsultasi terkait materi yang kurang dipahami, mahasiswa dapat menemui dosen kapan saja.

Meski demikian, berani mengungkapkan pendapat awalnya ditengarai menjadi tantangan tersendiri bagi mahasiswa internasional asal Indonesia. Hal ini antara lain diungkapkan oleh International Account Manager Stenden University of Applied Sciences, Jasper Hofman.

Menurut Hofman, hubungan antara dosen dan mahasiswa di kampusnya lebih egaliter. Mahasiswa asal Indonesia, ujar dia, sering kali butuh waktu cukup lama untuk menyesuaikan diri dengan model hubungan seperti ini.

"Namun, setelah mereka (mahasiswa dari Indonesia) berhasil melakukannya (menyesuaikan diri menjadi lebih aktif), mereka benar-benar menghargai keterlibatan dalam proyek-proyek kelas," kata Hofman.

Proses pengajaran dalam kelas pun punya ciri berbeda lagi dibandingkan di Indonesia. Salah satunya, mahasiswa belajar dalam kelompok yang keanggotaannya diubah secara acak tiap tiga bulan sekali.

M LATIEF/KOMPAS.com Perkuliahan di Belanda cukup berbeda dibanding di Indonesia. Mahasiswa Tanah Air harus siap menyesuaikan diri.

Di masing-masing kelompok ditetapkan ketua yang ditunjuk bergiliran. Tujuannya, semua mahasiswa belajar menjadi pemimpin.

Kelompok tersebut kemudian mengerjakan tugas sekaligus belajar bersama untuk sekitar 5-6 mata kuliah. Penilaian dosen lalu dilakukan berdasarkan performa grup.

"Dalam proses ini setiap mahasiswa dilatih mengembangkan kemampuan bekerja sama atau team work skill dengan orang dari berbagai macam negara," kata Ronny.

Memang, Ronny bukan satu-satunya mahasiswa internasional di Stenden University of Applied Sciences. Kira-kira 11.000 orang atau sekitar 25 persen total mahasiswa di sana berasal dari luar Belanda.

Di Belanda—tak hanya di Stenden University of Applied Sciences—ada beragam pilihan program internasional terbuka bagi mahasiswa dari berbagai negara, termasuk Indonesia. Karena itu, calon mahasiswa tak perlu ragu apalagi merasa rendah diri untuk menuntut ilmu di sana.

"Siswa Tanah Air memiliki rata-rata kesuksesan hingga 90 persen selama masa pendidikan mereka di Belanda," ucap Indy Hardono, Koordinator Tim Beasiswa Netherlands Education Support Office (NESO), di Jakarta, Sabtu (16/01/2016).

Berbicara dalam acara "Holland Scholarship Day" di Erasmus Huis, Kedutaan Besar Belanda, Indy pun menyebutkan, kegagalan—kalaupun ada—umumnya terjadi akibat permasalahan personal mahasiswa bersangkutan. Misalnya, mahasiswa tersebut sulit menyesuaikan diri dengan budaya Eropa.

Karena itu, Indy menyarankan calon mahasiswa untuk mempersiapkan diri baik-baik. Masukan yang sama turut dilontarkan Ronny. Menurut dia, persiapan mental dan fisik wajib dilakukan.

"Fokus pada tujuan utama, yaitu mendapatkan pendidikan yang baik, berpikir terbuka terhadap hal-hal baru, dan punya semangat pantang menyerah," ungkap Ronny soal jurus sukses belajar di Belanda.

Meski demikian, calon mahasiswa yang berniat melanjutkan kuliah ke Belanda sebenarnya tak perlu terlalu khawatir soal perbedaan budaya tersebut. Menurut Hofman, Belanda dan Indonesia punya banyak kemiripan.

Ragam bahan-bahan khas dalam negeri, misalnya, lumrah ditemukan. Jadi, mahasiswa masih bisa memasak makanan dengan rasa kampung halaman di Belanda.

Dok Nuffic Neso Indonesia Berdiskusi dengan perwakilan perguruan tinggi secara langsung dapat membantu calon mahasiswa memutuskan pilihan lebih baik.

"Para mahasiswa (di Stenden University of Applied Sciences, sebagai contoh) juga ramah, saling menghargai kultur, toleransi, dan terbuka dengan hal-hal baru," kata Hofman.

Namun, lanjutnya, mahasiswa asal Indonesia harus terbiasa dengan kultur orang Belanda yang berbicara apa adanya, kebiasaan yang cukup berbeda dengan di Indonesia.

"Orang Belanda sering bicara 'blak-blakan', beda dengan orang Indonesia yang cenderung berbasa-basi (indirect) dalam berkomunikasi," tuturnya.

Apa pun yang akan dihadapi di sana, paling penting calon mahasiswa memiliki bekal informasi cukup, terutama untuk memilih kampus dan jurusan paling sesuai. Jangan sampai, sudah jauh-jauh kuliah ke Belanda tapi malah merasa "salah jurusan" apalagi gagal di tengah jalan.

Adapun informasi mengenai serba-serbi perkuliahan bisa didapat lewat beragam cara, salah satunya dari pameran pendidikan. Kebetulan, pada tahun ini NESO akan membuka 'Dutch Placement Day 2016' di Jakarta pada 31 Oktober 2016 dan Bandung pada 4 November 2016.

Di acara tersebut, pelajar dapat bertemu dan berdiskusi langsung dengan perwakilan perguruan tinggi Belanda. Persiapan lebih matang merupakan jurus awal bagi calon mahasiswa untuk nantinya mampu menghadapi segala aral.

Siap belajar ke Belanda?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau