Bagaimana membuat anak terbuka soal perasaan asmaranya? Ini bukan sesuatu yang bisa kita dapat dengan instant. Kita harus membangunnya dengan baik, sehingga tersedia ruang kepercayaan yang luas antara kita dengan anak. Anak harus diberi ruang senyaman mungkin, sehingga ia tidak takut, juga tidak malu untuk bercerita.
Anak perlu mendapat keyakinan bahwa kita tidak marah dengan perasaan dia. Atau, mereka tidak dilecehkan atau diejek dengan perasaan itu. Ini betul-betul wilayah sensitif.
Keempat, sediakan pendampingan yang memadai saat anak kita mengalami krisis asmara. Kita harus sanggup mendeteksinya, menggali informasi mengenai keadaanya, tapi harus hati-hati, jangan sampai menciderai ruang pribadinya.
Kita bahkan perlu mendeteksi, kapan kita perlu mendapat bantuan atau pendampingan dari psikolog. Nah, soal ini kadang juga jadi hambatan bagi orang tua. Tidak sedikit yang malu konsultasi dengan psikolog, karena kalau konsultasi seakan anaknya sakit mental.
Sakit mental dianggap penyakit memalukan. Padahal, tidak semua konsultasi ke psikolog berarti anak kita sakit. Bahkan, kalau pun sakit, sama saja dengan sakit fisik. Sakit bisa disembuhkan, bukan sesuatu yang hina.
Rumit? Iya. Tapi sekali lagi, semua itu mudah saja, kalau kita biasa hadir di tengah anak-anak kita.