Maka itu, mengacu pengalaman penulis, tak jarang kemudian lowongan ilmu komunikasi pun "direbut" yang bukan alumni linear. Sering pula terjadi, alumnus ilmu komunikasi yang tak punya keahlian spesifik, dengan mudah dilibas lulusan non komunikasi yang otodidak namun gaul dengan keahlian komunikasinya.
Lalu, jika merujuk kebutuhan riil di lapangan, variabel yang bisa digunakan sebetulnya banyak. Tapi kita lakukan pendekatan paling sederhana dulu, semisal kebutuhan lulusan ilmu komunikasi di Jawa Barat dengan merujuk tingkat keterbacaan koran.
Sebagai media konvensional senior di provinsi ini, dalam catatan penulis, total oplah seluruh koran sekitar 450.000 s.d 500.000 koran/hari. Jika diasumsikan satu koran dibaca tiga orang, maka tirasnya mencapai 1,5 juta-an.
Jumlah penduduk Jawa Barat sendiri akhir tahun 2016 mencapai 47 juta, dengan usia produktif sekitar 65% diantaranya (30 juta), sehingga penetrasi keterbacaan adalah masing-masing mencapai 3,191% dari total penduduk serta 5% dari usia produktif.
Artinya, tingkat utilitas sekaligus peluang pasarnya relatif sangat kecil. Ditambah budaya baru membaca media massa ke arah media baru/new media, maka terjadi posisi begini: Alumni ikom bersaing sangat ketat untuk pasar (konvensional) yang cenderung terbatas!
Skills yang Dibutuhkan
Sekali lagi, jika merujuk variabel media konvensional, peluang tak demikian besar. Namun pantang surut apalagi jatuh mental, karena sesungguhnya bukan kebutuhan lulusan komunikasinya yang sempit, namun arah skills yang harus lebih ditajamkan.
Pada hari ini, ketika new media kian tumbuh eksponensial bergerak melampaui utilitas dan peluang pasar media konvensional, maka dibutuhkan kompetensi unik, spesifik, dan menarik yang harus dimiliki lulusan ilmu komunikasi dalam arungi medan ketat.
Kompetensi tersebut, selain merujuk pada keahlian dasar ilmu komunikasi (penulis menyebutnya kemampuan menulis, public speaking, multimedia, dan event management), juga harus seiring dan sejalan dengan kebutuhan dari new media.
Atau dalam istilah lain yang dipopulerkan Indra Utoyo dalam buku Silicon Valley Mindset (Gramedia Pustaka Utama, 2016), haruslah beriringan dengan peradaban ekonomi konseptual yang menekankan high think, high tech, namun high touch.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.