Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hasanudin Abdurakhman
Doktor Fisika Terapan

Doktor di bidang fisika terapan dari Tohoku University, Jepang. Pernah bekerja sebagai peneliti di dua universitas di Jepang, kini bekerja sebagai General Manager for Business Development di sebuah perusahaan Jepang di Jakarta.

Jidoushi, Tadoushi, dan Tanggung Jawab

Kompas.com - 17/03/2017, 13:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Dalam logika bahasa Indonesia otak saya berkata, “Alat itu rusak”. Logika itu saya terjemahkan dalam bahasa Jepang, sehingga dari mulut saya keluar kalimat “Souchi (alat) ga kowareta“.

Setelah mendengar penjelasan saya, Sensei menjawab, “Kore wa kowareta janaku, kowashita desho.” (Ini sih bukan rusak, tapi kamu rusakkan).

Ada perbedaan mendasar pada dua kata kerja di atas. Kowareru berarti alat itu rusak dengan sendirinya. Sedangkan kowasu berarti ada sesuatu yang menyebabkan kerusakan, dan sesuatu itulah yang (harus) bertanggung jawab. Dalam hal ini saya. Mengungkapkan kejadian di atas dengan kata kowareru adalah bentuk pengingkaran tanggung jawab tersebut.

Perhatikan bahwa orang Jepang mendefinisikan kedua kata kerja tadi dengan cara yang secara tegas menyatakan pihak yang bertanggung jawab atas suatu peristiwa. Ini sangat mempengaruhi cara berpikir mereka.

Cobalah kita perhatikan, mana yang lebih sering kita pakai untuk mengungkapkan peristiwa, transitif atau intransitif?

Tanggung jawab dalam hal ini tidak hanya untuk soal-soal yang negatif belaka. Ini berlaku juga untuk hal yang positif.

Ada begitu banyak ungkapan yang menunjukkan bahwa tanpa sadar kita banyak berharap atau menganggap terjadinya sesuatu akibat hal-hal yang ada di luar diri kita. Pemilihan subjek atau kata kerja yang kita ambil mewakili pola pikir itu.

Misalnya, ungkapan ini. “Buku saya sudah jadi.” Bandingkan dengan,”Saya sudah selesai menulis buku saya.” Kedua kalimat membawa makna inti yang sama. Tapi kalimat kedua menegaskan usaha yang dilakukan oleh subjek.

Cara kita berbahasa menunjukkan pola pikir kita. Bahkan cara kita berbahasa memberi sugesti yang menggiring cara berpikir kita. Mari gunakan ungkapan-ungkapan yang memberi sugesti positif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com