Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Genggam Kembali Senjata Tradisional Indonesia

Kompas.com - 20/11/2017, 12:12 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Bisa dikatakan usia senjata hampir sama dengan munculnya peradaban manusia. Senjata diperkirakan sejak awal-dengan bentuk paling tradisional (primitif)-sudah dirancang oleh manusia untuk memenuhi atau melengkapi kebutuhan hidupnya.

"Saya pikir, sejak manusia ada, yang namanya senjata tradisional sudah ada," kata Sosiolog Musni Umar, saat diwawancarai Kompas.com, di Jakarta, September 2017.

Oleh manusia, senjata digunakan secara multifungsi. Zaman dahulu, masyarakat menggunakannya seperti untuk berburu hewan yang dagingnya bisa dimakan. Atau, lanjut Musni, manusia menggunakan senjata untuk melawan ataupun mempertahankan diri dari musuh.

Senjata tradisional, secara dominan dikuasai laki-laki. Hal itu, kata dia, tak lepas dari budaya masyarakat dahulu yang menganut paham paternalistik, yang mana artinya menjadikan sosok laki-laki sebagai ayah, pemimpin, pencari nafkah, yang memberi perlindungan, dan lainnya.

Baca juga: Keris Itu Penggabungan Alam Atas dan Bawah...

Dari pemahaman itulah, Musni menyebut menguasai senjata menjadi semacam keharusan bagi lelaki. "Ya itu paham saja. Jadi kan budaya itu sebenarnya kebiasaan-kebiasaan masyarakat, kemudian akhirnya menjadi budaya," ujarnya.

Beragam

Sosiolog Musni Umar yang juga Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.KOMPAS.com/Robertus Belarminus Sosiolog Musni Umar yang juga Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta.
Senjata tradisional Indonesia jumlahnya sangat banyak dan beragam. Nama dan bentuknya di setiap daerah berbeda-beda. Di Pulau Jawa misalnya, lanjut Musni, memiliki senjata tradisional yang dikenal dengan keris. Pada masa lalu, keris pernah berfungsi sebagai senjata pada peperangan.

Sementara di Aceh, senjata tradisional yang dikenal yakni rencong milik Suku Aceh. Rencong dianggap simbol identitas diri, keberanian, dan ketangguhan Suku Aceh. Ia mengatakan, karena sejarah dan kepopulerannya, banyak yang menyebut Aceh dengan nama lain Tanah Rencong.

"Dijadikan nama sebagai Tanah Rencong, dan itu kemudian dianggap oleh masyarakat sebagai sesuatu yang melekat dengan masyarakat itu sendiri, kemudian memberi semangat kekuatan pada masyarakat," ujar Musni.

Daerah tertentu lain, juga menggunakan senjata tradisional berupa tombak. "Banyak sekali senjata tradisional ini yang dimiliki atau dibuat oleh masyarakat dari waktu ke waktu," sebutnya.

Baca juga: Kujang Itu Simbol Kedaulatan Sebuah Negara...

Seiring perkembangan zaman, lanjut Musni, manfaat senjata tradisional mulai bergeser karena kemunculan senjata modern. Kala dahulu orang menggunakan senjata tradisional sesuai fungsinya, sekarang sejumlah orang menjadikan senjata tradisional sebagai benda yang dikoleksi. "Sekarang ini dimanfaatkan justru untuk menguatkan budaya-budaya," ucapnya.

Dalam hal mengoleksi, ada yang melakukannya karena memang menyukai nilai historisnya. Ada juga yang menyimpan kareana kepercayaan pada sisi mistis yang diyakini melekat pada senjata tradisional tersebut.

Kujang koleksi Museum Pusaka TMIIKOMPAS.com/Kristianto Purnomo Kujang koleksi Museum Pusaka TMII
Misalnya, dalam hal mistis, senjata tradisional yang disimpan ada yang dipercaya sebagian masyarakat dapat memberi keuntungan, keberkahan, perlindungan, ketenangan, termasuk memberi kesehatan.

"Macam-macam. Ada yang mengatakan ada ketenangan yang mereka peroleh, kemudian mereka merasa ada yang melindungi mereka, ada kepercayaan diri," ujar Musni.

Yang lainnya ada yang menganggap senjata tradisional sebagai sesuatu yang punya kesakralan. Sehingga ada yang memperlakukan khusus senjata tradisional yang dimiliki, seperti merawat dengan cara memandikannya. Keyakinan senjata tradisional memiliki kesakralan sebenarnya menurut dia sudah ada sejak zaman Hidhu-Budha di Indonesia, yang cenderung animisme. "Itu menurut saya berakar dari kepercayaan Hidhu-Budha," ujar dia.

Baca juga: Badik, antara Fakta dan Mitos 

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com