KOMPAS.com - Indonesia diprediksi akan kekurangan sebanyak 85 juta tenaga kerja dengan keterampilan memadai untuk menggerakkan perputaran roda ekonomi pada 2020 mendatang.
Menurut Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, Indonesia bahkan akan membutuhkan sedikitnya 113 juta pekerja terampil pada tahun 2030.
Angka tersebut merupakan sebuah kebutuhan yang sangat tinggi jika dibandingkan ketersediaan saat ini yang hanya sebesar 55 juta orang.
Di saat yang bersamaan, Indonesia masih harus menyiasati angka pengangguran yang kian meningkat dibandingkan tahun lalu.
Dilansir dari Kompas.com, Senin (6/11/2017), terjadi kenaikan jumlah pengangguran di Indonesia sebesar 10.000 orang menjadi 7,04 juta orang pada Agustus 2017 dari Agustus 2016 sebesar 7,03 juta orang.
Baca: Agustus 2017, Jumlah Pengangguran Naik Menjadi 7,04 Juta Orang
Pengangguran ini sebagian disebabkan oleh ketidaksesuaian antara keterampilan yang dibutuhkan oleh pengguna jasa dengan ketersediaannya di pasar kerja.
Selain itu juga terdapat permintaan yang tinggi akan lulusan pendidikan tinggi, melampaui jumlah ketersediaannya. Sebaliknya, terdapat ketersediaan tenaga kerja lulusan sekolah menengah atas dalam jumlah berlebih, dibandingkan dengan jumlah lowongan kerja yang tersedia.
Diperlukan relevansi dan kesesuaian yang lebih baik antara pendidikan tinggi sebagai penyedia sumber daya manusia dengan dunia industri sebagai pemberi kerja.
Melahirkan tenaga kerja terampil dan berdaya
Berkaca pada masalah-masalah di atas, Indonesia memerlukan sistem pendidikan keterampilan yang ideal. Tak hanya lulusan yang hanya menguasai teori, tetapi juga lulusan yang siap bekerja sesuai dengan bidang yang ditekuni.
Pendidikan dan pelatihan vokasi disinyalir menjadi satuan pendidikan yang strategis, serta bisa menjadi harapan utama bagi tersedianya pekerja profesional Indonesia yang terampil, berkualitas dan kompetitif.
Saat ini pendidikan vokasi telah berkembang sangat pesat. Jumlah institusi pendidikan vokasi berbentuk Politeknik, baik negeri maupun swasta, telah mencapai 258, dengan jumlah mahasiswa program Diploma III sebanyak 655.098 dan program Diploma IV atau sarjana terapan sebanyak 100.014 mahasiswa.
Pendidikan yang lebih berorientasi pada pelatihan dan tugas ini memungkinkan mahasiswa lebih banyak mendemonstrasikan pengetahuannya dan melahirkan karya yang memiliki nilai ekonomi sekaligus nilai sosial yang bermanfaat bagi banyak orang.
Baca: Indonesia Masih Kekurangan Tenaga Kerja Kompetitif, Apa Solusinya?
Hal inilah yang dilakukan oleh salah satu mahasiwa semester 7 Politeknik Elektronik Negeri Surabaya (PENS), Irfan Mas’udi yang berhasil mengaplikasikan ilmunya menjadi sebuah inovasi yang bermanfaat.
Robotika adalah jurusan yang ia tempuh di PENS. Ia mengungkapkan bahwa dengan menempuh studi di kampus ini, ia bisa menyalurkan minatnya dengan sangat baik.
“Saya menikmati setiap pelajaran yang diberikan karena langsung mengerti manfaat dari setiap hal yang saya pelajari,” ungkapnya.
Di kampusnya, Irfan secara aktif berkontribusi dalam beberapa proyek pengembangan ilmu robotika, salah satunya adalah dengan mengembangkan Adroit (Advanced Robotic Technology).
Adroit sendiri merupakan sebuah platform terbuka untuk merangsang kreativitas mahasiswa yang ingin belajar teknis pembuatan robot secara lengkap dan terstruktur. Adroit juga dilengkapi dengan kurikulum yang disesuaikan bagi berbagai siswa mulai dari tingkat SD, SMP, SMA maupun universitas.
Segudang prestasi juga telah ia raih, baik di kompetisi tingkat nasional maupun internasional.
Ia juga berperan aktif mengabdi untuk masyarakat di kampung halamannya di Bojonegoro dengan menciptakan sistem robotika sederhana. Sistem ini ia buat untuk membantu pengrajin gerabah di desanya, yang saat ini masih memproduksi dengan cara manual sehingga membutuhkan waktu lama.
Irfan menciptakan prototype alat pemutar yang digerakkan oleh mekanisme robot agar pengrajin dapat membuat gerabah dengan lebih cepat dan lebih akurat sehingga menghasilkan keuntungan ekonomi yang lebih signifikan.
Saat ini, teknologi pemutar gerabahnya sudah diadopsi oleh Sentra UKM di Desa Rendeng, Kecamatan Malo, Kabupaten Bojonegoro – yang memberikan kepuasan dan kebanggaan tersendiri bagi Irfan.
Irfan adalah satu dari banyak mahasiswa politeknik berprestasi yang menunjukkan bahwa mereka tak hanya sekadar siap dalam jenjang pekerjaan, tapi juga bisa menciptakan pekerjaan bagi orang di sekitarnya.
Dalam hal ini, pemerintah juga memiliki andil besar terhadap perkembangan kemampuan lulusan politeknik di Indonesia.
Untuk memajukan kualitas keluaran pendidikan politeknik, pemerintah melalui Kemristekdikti pun menggagas Program Pengembangan Pendidikan Politeknik (Polytechnic Education Development Project/PEDP) yang juga didukung oleh Asian Development Bank dan Pemerintah Canada untuk meningkatkan akses dan memperkuat relevansi sistem pendidikan ini.
“Melalui program tersebut, kami melakukan sejumlah reformasi antara lain; memfasilitasi hubungan kerjasama antara institusi politeknik dengan dunia industri di pusat-pusat ekonomi, serta membentuk Dana Keterampilan Nasional yang bersifat fleksibel dan berorientasi pada permintaan pasar,” jelas Direktur Pembelajaran, Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Mahasiswa, Kemenristekdikti Dr. Paristyanti Nurwardani.
Selain itu, program tersebut juga menyiapkan Tempat Uji Kompetensi (TUK) dan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan akan mengimplementasikan sistem transfer kredit belajar dan rekognisi akan pembelajaran lampau (RPL) sesuai Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang terintegrasi dengan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP), serta memperkenalkan mekanisme kompetitif yang mendorong berkembangnya budaya kewirausahaan.
Melalui pembenahan strategis ini, pendidikan politeknik diharapkan dapat menciptakan tenaga kerja yang profesional, aplikatif, siap kerja, tepat waktu dan inovatif, seperti yang dibutuhkan oleh pasar kerja dan industri.