KOMPAS.com – Tifani (20) mengaku dulu dirinya adalah anak yang individualis. Baginya, menjadi mahasiswi yang menonjol, apalagi berprestasi, harus dikejar sebagai miliknya sendiri. Dia tak peduli orang lain di sekitarnya.
Namun, sikap dan pandangan mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) itu sontak berubah ketika mengikuti Leadership Development batch VIII - Beswan Djarum angkatan 2017/2018 di Hotel Santika, Gubeng, Surabaya, Jumat (16/3/2018). Selama tiga hari bersama 500 mahasiswa peraih Beswan Djarum dari 91 perguruan tinggi di Indonesia, Tifani dibekali pelatihan soft skills, mulai materi penulisan yang efektif, komunikasi oral, pengendalian emosi, motivasi diri, hingga yang terpenting mengolah visi dan kepemimpinan.
Tifani bilang, dari pelatihan ini dia sadar bahwa karakter dirinya berubah total. Dia menjadi orang yang bisa mengelola emosinya, punya empati dan lebih bisa merespon situasi di luar dirinya. Ia bukan lagi anak yang individualis seperti dulu.
"Di sini saya belajar bahwa kalau kita tidak bisa menonjol atau menang sendiri. Kalau menang, itu berarti kemenangan bersama, bukan kemenangan satu individu atas individu lainnya. Ini memang masalah leadership, dan ternyata ini masalah saya dan teman-teman di pelatihan ini," kata Tifani.
Tifani mengaku beruntung meraih beasiswa. Tapi, dia mengatakan jauh lebih beruntung ketika mendapatkan pelatihan ini. Karena di sinilah dirinya belajar memahami bahwa diperlukan sosok pemimpin dengan visi yang kuat.
"Saya juga belajar membangun pemahaman bahwa visi adalah deskripsi tentang perubahan masa depan saya, yakni tujuan akhir yang ingin saya capai di masa depan. Visi yang baik itu bisa dibayangkan oleh orang lain, bernilai luhur, mudah dimengerti, berdimensi waktu dan tentu bernilai luar biasa. Jadi, tidak sekadar dapat beasiswa berupa uang saja,” kata Tifani.
Cukup berat melahirkan pemimpin visioner di tengah kemajuan era digital yang segalanya semakin mudah dicari lewat internet dan gadget. Sangat berbeda dengan generasi sebelumnya (generasi Y), internet sangat mempengaruhi anak-anak generasi saat ini, yakni generasi Z, seperti Tifani, dalam mengkonsumsi dan mengolah informasi.
Teknologi internet dan gadget membuat mereka lebih sigap dan mandiri menggali informasi. Jika generasi sebelumnya harus duduk berlama-lama di perpustakaan hanya demi mencari satu paragraf informasi yang dibutuhkan, generasi saat ini cukup membuka gadget dan internet untuk membaca segudang informasi, meski itu hanya dari kamar tidurnya.
Kemudahan tersebut membuat generasi saat ini jadi tergantung dengan gadget dan internet. Mereka lebih "terjaga" dengan informasi yang datang silih berganti begitu mudah, cepat, serta massif. Tak ada informasi terlewatkan setiap hari.
Di tengah dinamika kehidupan yang serba mudah itulah perlu upaya komprehensif untuk mencetak bibit-bibit yang tidak lagi hanya bertumpu pada aspek kemandirian dan bahkan kedisiplinan, tetapi juga jiwa visioner dan cakap secara intelegensia maupun emosional untuk membawa perubahan.
Maka itulah, menurut Laksmi Lestari, Program Associate Bakti Pendidikan Djarum Foundation, salah satu upaya yang dilakukannya adalah menghadirkan para praktisi untuk membekali mereka dengan beragam bekal soft skills mumpuni. Mereka digembleng oleh Margareta Astaman (Effective Written Communication), Riko Anggara (Effective Oral Communication), serta motivator James Gwee (Motivating Others serta What Leaders Do).
Untuk mencapai tujuan itu, lanjut Laksmi, leadership development hanya satu dari sekian banyak materi soft skills yang diberikan kepada para mahasiswa peraih Beswan Djarum. Beberapa di antaranya adalah Community Empowerment yang memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk melakukan perubahan di masyarakat, Writing & Vlog Competition serta International Exposure yang diberikan setelah para mahasiswa itu mendapat pelatihan Character Building.
Penulis dan esais Margareta Astaman menyatakan sepakat dengan Laksmi. Menurut dia, para mahasiswa itu adalah anak-anak muda yang dalam 10-20 tahun dari sekarang akan menjadi pemimpin di bidang kerja masing-masing sehingga harus bisa mengkomunikasikan visi mereka secara tepat.