Kata “guru” diserap dari bahasa sansekerta yang juga berarti “guru” yang arti harfiahnya adalah “berat”.
Dalam agama Hindu, guru adalah pemandu spiritual/kejiwaan bagi para muridnya, guru juga bisa berarti simbol bagi suatu tempat yang suci yang berisi ilmu (vidya). Bahkan dalam agama Budha murid memandang gurunya sebagai jelmaan dari Budha sendiri atau Bodhisattva yang memandu muridnya menuju jalan kebenaran.
Sejarah nusantara mencatat institusi pendidikan formal tertua didirikan di Kerajaan Sriwijaya antara 427 – 1197 SM, sekolah ini merupakan bagian dari Universitas Nalanda yang berada di sebelah tenggara Kota Patna, India.
Salah satu universitas tertua di dunia ini pernah mengakomodasi kurang lebih 10.000 murid dan 2.000 guru yang berasal dari berbagai bangsa termasuk dari Sriwijaya. Mereka yang menuntut ilmu disini belajar agama Budha dalam berbagai aliran terutama aliran Vajrayana, Mahayana, dan Theravada.
Setelah sekolah itu hancur juga sejalan dengan mundurnya Kerajaan Sriwijaya, tidak ada lagi institusi pendidikan formal yang terorganisasi yang sifatnya internasional seperti sebelumnya.
Sayangnya kita tidak memiliki referensi yang komperhensif mengenai institusi pendidikan misalnya di jaman kerajaan Kediri, Singasari, atau Majapahit. Kecuali hanya pengetahuan bahwa pada jaman itu ada guru-guru spiritual atau disebut “Mpu” yang menuliskan kisah-kisah sejarah maupun epos dan menjadi rujukan ilmu di padepokan-padepokan.
Memang kemudian setelah agama Islam masuk ke Nusantara sejalan dengan munculnya kerajaan Islam seperti Demak, Pajang, dan Mataram. Muncul institusi pendidikan seperti pesantren yang berdiri secara mandiri di banyak daerah namun tidak terorganisir dengan baik sehingga sangat tergantung pada figur pemimpinnya atau kiai-nya.
Ketika itu secara umum pengertian dari kata “guru” berkembang sangatlah luas, bahkan alam dan pengalaman hidup pun bisa menjadi guru bagi kita. Namun secara spesifik yang dimaksud disini adalah guru sebagai pengajar, sebagai seseorang yang melakukan transfer ilmu pengetahuan kepada siswa-siswanya sehingga mereka yang tadinya tidak tahu menjadi tahu, yang tadinya tidak paham menjadi paham mengenai berbagai fenomena yang terjadi di sekitar mereka tidak hanya sebatas mengenai pengetahuan agama saja.
Sampai masa penjajahan Belanda seseorang yang dipanggil “guru” adalah seseorang yang memiliki ilmu lebih tinggi dalam bidang tertentu yang kemudian mengajarkan ilmunya kepada orang lain misalnya seseorang yang mendalami agama Islam kemudian mengajarkan ilmu membaca kitab suci kepada orang lain disebut guru ngaji, atau seseorang yang pandai beladiri mendirikan padepokan pencak silat supaya orang lain bisa belajar silat disebut guru silat.
Institusi Pendidikan Masa Kolonial
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.