Kisah Hafid, Seorang Guru yang Dirikan Taman Bacaan di Asmat

Kompas.com - 17/05/2018, 16:00 WIB
Mela Arnani,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Hafid Abdullah, seorang guru di SMP Negeri Mbait, Agats, Asmat, Papua, prihatin melihat banyaknya anak-anak di wilayah itu yang tidak bisa membaca.

Keprihatinan ini kemudian ditindaklanjutinya dengan mendirikan Taman Baca Masyarakat (TBM) Baitul Akkad.

Taman bacaan ini merupakan satu-satunya jaringan Komunitas 1001buku di Asmat, Papua, yang berdiri pada 28 Oktober 2016.

Baca juga: Mereka yang Menyebar Buku hingga ke Pelosok Negeri...

TBM Baitul Akkad didirikan di bangunan berukuran 2,5 x 4 meter. Awalnya, keberadaan taman baca ini tak langsung diterima oleh masyarakat.

Lama kelamaan, mulai ada penerimaan.

Hafid Abdullah, seorang guru pendiri Taman Baca Baitul Akkad di Agats, Asmat, Papua.Dok. Hafid Hafid Abdullah, seorang guru pendiri Taman Baca Baitul Akkad di Agats, Asmat, Papua.
"Awal dibentuknya karena kegelisahan melihat banyak anak Asmat yang enggak bisa baca, bahkan ada yang lulus SD aja masih tertatih-tatih dalam membaca. Di samping itu, agar dapat menyediakan bahan bacaan untuk jamaah Masjid Saiful Bukhori," kata Hafid, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/5/2018).

Setelah taman baca berdiri selama tiga bulan, Hafid mengenal Komunitas 1001buku melalui media sosial.

Baca juga: Cerita Menyulap Kolong Flyover yang Bau Pesing Jadi Taman Baca

Taman baca yang dikelola Hafid mendapatkan donasi sebanyak 10 paket buku.

Kini, TBM Baitul Akkad memiliki lebih dari 500 buku hasil donasi.

Untuk meningkatkan minat baca anak-anak di Asmar, Hafid bekerja sama dengan PAUD Japupik, SD Negeri Mbait, dan SMP Negeri Mbait melalui kegiatan gerakan gemar membaca.

Kegiatan ini dilaksanakan setiap Sabtu secara bergantian karena minimnya relawan.

Setiap Sabtu, Hafid dibantu istrinya membawa buku ke sekolah-sekolah tersebut dan menggelar kegiatan pojok baca.

Baca juga: Nila Tanzil dan Kisahnya Bangun Taman Baca di Indonesia Timur

Awalnya, relawan yang membantu TBM ini berjumlah lima orang. Kini, hanya tersisa Hafid dan istrinya.

"Kebiasaan anak Asmat yang susah diajak untuk belajar di TBM, kalau tidak ada makanannya. Jadi, dalam mengajak mereka untuk mau ke TBM dengan mengiming-imingi dengan makanan. Jadi kalau ada dana, baru mengundang mereka," lanjut Hafid.

Kompas TV Yuk ikutan ngobrol dengan Frances Caitlin Tirtaguna.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau