Praktik lain yang juga berkesan adalah water activity. "Kami masuk ke dalam kapsul besi yang besar dan benar-benar ditenggelamkan di danau, tempat simulasi," katanya.
Di dalam kapsul itu, peserta diberi tenggat selama 15 detik. "Selama waktu itu kami harus bisa keluar dari kapsul," kenangnya.
"Kami juga harus terjun dari helikopter," tambah Nur Fitriana mengisahkan sesi pelatihan yang sejatinya dipakai pula oleh para astronot yang bakal terbang ke luar angkasa.
Tak hanya itu, Nur Fitriana yang jarang sekali menggunakan Bahasa Inggris saat mengajar para muridnya juga mendapat tantangan berkomunikasi.
"Bahasa Inggris kan bukan bahasa utama di Indonesia," ujarnya lagi.
Pengalaman selama program didapatinya dari para pengajar dari AS dan Inggris. "Mereka itu kalau berbicara kan cepat. Jadi kadang kami minta agar mereka mengulang bicara supaya kami paham," katanya.
Buah dan sayuran
Terus terang, aku Nur Fitriana, mendapat kesempatan di AS membuat dirinya bisa memahami bahwa barang-barang bekas bahkan sampah juga bisa menjadi penghasil energi.
"Ternyata sama. Di luar negeri, barang bekas dan sampah bisa dimanfaatkan untuk banyak hal," ujar lulusan Strata 1 Universitas Terbuka Yogyakarta pada 2012 itu.
Ikhwal barang bekas dan sampah itu, Nur Fitriana mengaku gembira karena murid-muridnya di SD Negeri Deresan mulai paham bahwa penghasil energi listrik tak hanya kulit pisang.
"Buah-buahan dan sayuran bisa juga jadi penghasil energi listrik," katanya.
Nur Fitriana menyebut ampas kopi, santan, bisa juga menjadi penghasil energi listrik. "Asalkan semua bahan-bahan itu mengandung mineral dan vitamin. Itulah yang bisa menghasilkan energi listrik," kata Nur Fitriana.
"Murid-murid saya, sepulang sekolah suka mengambil sampah-sampah buah dan sayuran itu dari tukang-tukang es jus di sekitar sekolah," ujarnya sembari menambahkan bahwa kardus bekas dan sampah plastik juga banyak ditemukan di sekitar SD Negeri Deresan.
Maka dari itulah, Nur Fitriana, yang berhasil menempuh pendidikan Strata 2 Psikologi Pendidikan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 2018 ini, mengajak rekan-rekan seprofesinya untuk ikut ambil bagian pada program yang sudah berjalan sejak 2004.
Sepanjang waktu hingga kini, tercatat lebih dari 3.000 guru telah mengikuti HESA. Mereka mengikuti program selama 45 jam di ruang kelas, laboratorium, dan pelatihan yang difokuskan secara khusus pada sains dan eksplorasi ruang angkasa.
Diperkirakan, para guru itu sukses menginspirasi lebih dari 5 juta murid seluruh dunia. Sebagai catatan, Sejak 2013, 40 guru SD, SMP, SMA asal Indonesia telah mendapatkan beasiswa ke space camp dan lulus dari program dengan sukses.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.