Kongres Pancasila UGM, Mahfud MD Tegaskan Indonesia Bukan Negara Agama

Kompas.com - 24/08/2018, 21:55 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar Kongres Pancasila di Balai Senat UGM, 23-24 Agustus 2018 dengan tema ""Pancasila, Ideologi Pemersatu Bangsa dan Dunia".

Acara diisi dengan beragam diskusi panel dan mengundang pembicara di antaranya; Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Mahfud MD, beberapa duta besar dan rekanan universitas luar negeri.

1. Negara kebangsaan berketuhanan

Dalam diskusi panel bertema "Keselarasan Agama dengan Nilai Pancasila" (23/8/2018), Komisioner Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIB), Prof Mahfud MD menegaskan Indonesia bukanlah negara agama dan juga bukan negara sekuler, tetapi "religious nation state" atau negara kebangsaan yang berketuhanan.

“Salah satu sebutan yang tepat bagi Indonesia berdasar Pancasila adalah negara kebangsaan yang berketuhanan, bukan negara agama,” ujarnya. 

Mahfud menyebutkan Indonesia bukan negara agama sebab negara agama hanya memberlakukan hukum satu agama dalam hukum negara. Bukan pula negara sekuler karena karena negara sekuler memisahkan sepenuhnya urusan negara dengan urusan agama.

Baca juga: Menhan Imbau Mahasiswa Jangan Jadi Pemimpin Pembawa Masalah

“Indonesia bukan negara agama bukan pula negara sekuler, tetapi bangsa berketuhanan,” jelasnya seperti dikutip dari laman resmi UGM.

2. Bukan memberlakukan hukum agama

Mahfud mengatakan keimanan pada Tuhan dilembagakan dalam bentuk agama-agama. Agama disini mengatur tata kehidupan manusia yang juga dapat berbentuk hukum-hukum.

Indonesia sebagai "religious nation state" tidak memberlakukan hukum agama tertentu, bukan juga hukum Islam sebagai agama mayoritas yang dianut masyarakatnya.

Dijelaskan Mahfud, Indonesia tidak mendasarkan diri pada satu agama, tetapi melindungi pemeluk agama-agama untuk melaksanakan ajaran agama sebagai hak asasi manusia.

“Jadi, negara bukan memberlakukan hukum agama melainkan memproteksi ketaatan warga negara yang ingin menjalankan ajaran agamanya,”katanya.

Selain Mahfud MD, diskusi panel juga mengundang sejarawan, Anhar Gonggong, dan Guru Besar Fisipol UGM, Purwo Santoso sebagai pembicara.

3. Pancasila sebagai alat kritik

Anhar Gonggong banyak menyoroti tentang posisi Pancasila sebagai alat kritik yang semakin terlupakan. Menurutnya, selama ini masyarakat memahami Pancasila hanya sebagai dasar negara dan alat pemersatu bangsa.

“Pancasila sebagai dasar negara dan alat pemersatu itu memang seharusnya. Namun, dalam menghadapi arus internal dan eksternal kita melupakan salah satu fungsi utama Pancasila yakni sebagai alat kritik,” tandasnya.

Padahal, Pancasila dapat menjadi alat kritik dalam menghadapi beragam persoalan internal bangsa. Bahkan, tantangan arus globalisasi yang berlangsung begitu deras.

“Persoalannya apakah Indonesia dengan Pancasilanya hanya akan mengikuti arus untuk kemudian terhempas. Tidakkah Pancasila bisa menjadi alat kritik untuk menghadapi itu?” ujarnya.

Sementara itu, Purwo Santoso menyampaikan materi tentang keselarasan agama dengan nilai Pancasila. Menurutnya, dengan membuka peluang bagi masing-masing agama akan mewujudkan inklusivitas agama. Hal ini menjadi solusi tepat terhadap keragaman agama di Indonesia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau