Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pesan Hari Batik Nasional untuk Siswa "Zaman Now"

Kompas.com - 02/10/2018, 16:44 WIB
Josephus Primus,
Yohanes Enggar Harususilo

Tim Redaksi

Pemerintah Republik Indonesia menetapkan secara tertulis Hari Batik Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2009.

Jadilah, mulai saat itu, setiap 2 Oktober, segenap lapisan masyarakat mulai dari siswa sekolah hingga orang dewasa diimbau mengenakan busana batik.

Mengenalkan batik sejak dini

Masih ada hubungannya dengan batik, Mardiyah, pengusaha UMKM yang menjadi pemilik sekaligus pengelola Omah Colet di kawasan Kota Legenda Dukuh Zamrud, Bekasi Timur, kepada Kompas.com, menuturkan pesannya tentang membatik bagi siswa sekolah zaman now yang hidup di tengah zaman serba cepat dan cenderung instan.

"Anak-anak seusia SD sebetulnya bisa dikenalkan budaya-budaya di lingkungan sekitar kita sejak dini. Kan sekarang semua bisa dilihat di YouTube," tulis Mardiyah.

Mardiyah yang memilih terjun ke bisnis batik setelah 19 tahun bekerja di bank punya tiga pesan menantang dari proses seni batik tulis, khususnya.

Membuat batik tulis, sudah barang tentu menggunakan alat bantu yakni canting. Dengan cantinglah, pembatik bisa menggoreskan paduan motif menggunakan lilin malam.

Seni dan ketelatenan


Proses membuat batik tulis punya unsur kuat yakni ketelatenan. Istilah serapan dari Bahasa Jawa ini bermakna kesabaran. "Proses membuat satu kain batik tulis bisa membutuhkan waktu 1-3 bulan," tulis Mardiyah.

Membuat batik tulis memang pantang tergesa-gesa. Semua proses dilakukan dengan kesabaran. Hanya dengan cara itu, sketsa, menutup warna dengan lilin malam hingga pewarnaan mampu menghasilkan kain batik yang indah dan bermutu tinggi.

Membatik, tulis Mardiyah adalah membuat karya seni. Karya seni itu terlihat dari bagaimana membentuk menjadi bunga, daun, gambar binatang melalui canting.

Batik colet yang dikembangkan Mardiyah adalah salah satu contoh karya seni yang membutuhkan ketrampilan tersendiri. Khusus teknik ini, Mardiyah menggunakan mukena sebagai media batik colet.

"Batik colet yang saya kembangkan menggunakan alat bantu bambu yang ditumbuk menjadi serabut seperti alat melukis," tulis Mardiyah lagi.

Tanpa menggunakan sketsa, pembuat batik colet langsung membuat gambar bunga, daun, binatang, dan sebagainya pada kain mukena. "Bayangkanlah seperti seorang pelukis sedang melukis di atas kanvas," tulis Mardiyah lagi.

Kerja sama

Satu lagi tantangan unik yang dirasa pas bagi anak sekolah zaman now adalah fakta bahwa membatik dari awal hingga akhir membutuhkan kerja sama.

Maksudnya, seperti bisa disaksikan di sentra-sentra produksi batik, harus ada kerja sama antara pembatik, petugas yang mewarnai kain hingga pihak yang menjemur kain batik yang sudah jadi.

Bayangkan, kalau kerja sama itu tidak terjalin baik, imbuh Mardiyah, akan sulit mendapatkan hasil akhir berupa kain batik yang bagus, indah warnanya, dan baik kualitasnya.

Jadi, makin tertarik untuk memulai membatik bukan? Membatik pasti mengasyikkan bagi anak-anak sekolah zaman now.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com