KOMPAS.com - Wajah Tiara dan Binsar tampak berseri ceria. Pada pagi menjelang siang, Selasa (2/10/2018), kedua siswa SD Tarakanita 2 itu berkesempatan mengikuti kegiatan membatik di sekolah mereka, di Jakarta Selatan.
Bagi Tiara dan Binsar, membatik adalah pengalaman kali pertama. "Kami puas dengan karya kami," tutur keduanya.
Pada hari ini, ungkap Kepala SD Tarakanita 2 Angelbertha Dwi Astuti Nurmawati dalam keterangan resmi yang diterima Kompas.com, seluruh siswa dari kelas 1 hingga 6 SD Tarakanita 2 ikut serta dalam kegiatan membatik bersama.
Kegiatan yang dilakukan bertepatan dengan Hari Batik Nasional ini mengusung tema "Budaya, Identitas, dan Kebanggaan Kita".
"Kami menggunakan teknik membatik jumputan dan shibori," ujarnya.
Menurut informasi pada laman masfikr.com, batik jumputan adalah salah satu jenis batik menggunakan teknik jumputan untuk membuat motif. Caranya dengan mengikat kencang beberapa bagian kain kemudian dicelupkan pada pewarna pakaian.
Baca: Raih Omzet Ratusan Juta dari Jualan Mukena
Batik jumputan juga sering disebut dengan batik ikat celup. Pasalnya, proses pembuatannya dengan mengikat dan mencelupkan kain ke dalam pewarna.
Kemudian, batik shibori dalam catatan laman marketplays.com adalah pembuatan pola pada kain dilakukan dengan pencelupan pada pewarna. Teknik shibori yang berasal dari kesenian Jepang sejatinya mirik dengan teknik membatik Indonesia.
Pada teknik membatik Indonesia, pola yang akan dilindungi dari pewarna ditutup dengan lilin malam. Lazimnya, proses ini menggunakan canting.
Sementara, pada teknik shibori, perlindungan pada pola dari pewarna dilakukan dengan cara melipat, melilit, maupun mengikat kain. Biasanya, warna yang dipakai pada teknik shibori adalah indigo.
Semoga tak lekang dalam ingatan bahwa tepat 2 Oktober hari ini, kita memperingati Hari Batik Nasional.
Inspirasi penetapan Hari Batik Nasional adalah penetapan Organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan (UNESCO) pada 2 Oktober 2009 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UAE).
Batik adalah Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity), begitu pernyataan UNESCO.