KOMPAS.com - Aneka macam sate dan nasi goreng dapat ditemukan pada acara "Konferensi dan Festival Kuliner Nasi Goreng dan Sate" diselenggarakan Universitas Gadjah Mada (UGM) selama dua hari, 9-10 Oktober 2018 di Grha Sabha Pramana UGM.
Acara ini digelar UGM bekerja sama dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) menawarkan beraneka macam sate mulai dari sate ayam, sate jamur, sate cumi-cumi, sate ikan, sate penthol, sate bunthel, sate klatak, sate maranggi, sate kere dan berbagai olahan sate lainnya.
Dalam festival kuliner tersebut turut disajikan aneka macam nasi goreng yang tak kalah menggugah selera. Beberapa diantaranya nasi goreng seafood, nasi goreng padang, nasi goreng rendang, nasi goreng kambing, hingga nasi goreng beras jagung.
Rektor UGM, Prof. Panut Mulyono dalam sambutan yang disampaikan Direktur Pengabdian kepada Masyarakat UGM, Prof. Irfan Dwi Prijambada menyampaikan bahwa industri kuliner Indonesia memiliki potensi kuat untuk berkembang.
Oleh sebab itu, sinergi antara pemerintah, akademisi, dan pelaku industri kuliner diperlukan agar kuliner Indonesia semakin berkembang.
“Pelestarian kuliner asli dan unggulan Indonesia wajib dilakukan dan dikembangkan sebagai salah satu upaya mendukung kemajuan pariwisata Indonesia,” katanya saat pembukaan festival kuliner, Selasa (9/10/2018) seperti dilansir dari laman resmi UGM.
Baca juga: 5 Universitas Terbaik Indonesia 2019 versi Times Higher Education
Industri kreatif kuliner, disampaikan Panut, memberikan kontribusi yang cukup besar yakni sekitar 30 persen dari total pendapatan sektor pariwisata.
Kuliner Indonesia yang kaya akan rasa juga telah terpilih sebagai World’s 50 Best Food versi poling CNN 2017 yang menempatkan rendang dan nasi goreng sebagai makanan favorit urutan pertama dan kedua, serta sate di peringkat keempat belas.
“Dengan potensi yang sangat bagus ini kuliner Indonesia diharapkan lebih dapat mendukung pengembangan pariwisata Indonesia,” tuturnya.
Direktur Riset dan Pengembangan Bekraf, Wawan Rusiawan menyebutkan industri kuliner memang telah memberikan kontribusi besar di sektor ekonomi kreatif. Kendati begitu, pertumbuhannya tidak begitu signifikan dalam lima tahun terakhir.
“Dalam lima tahun terakhir pertumbuhan industri kreatif kuliner stabil di angka 4-5 % sehingga ini menjadi tantangan untuk bisa meningkatkan lagi kedepannya,” katanya.
Tak hanya itu, tantangan lain adalah minimnya pemanfaatan e-commerce dalam sektor ini yang baru mencapai angka 38 persen.
Wawan mengatakan industri kuliner telah menyerap tenaga kerja cukup besar mencapai 7,9 juta. Hingga saat ini setidaknya terdapat 5,5 juta unit usaha kuliner. “Hal ini sangat luar biasa dan PR kedepan bagaimana bisa mengembangkannya dengan lebih baik lagi,” katanya.
Sementara Dekan FTP UGM, Prof. Eni Harmayani menuturkan Indonesia dikenal sebagai dapur gastronomi dunia yang memiliki banyak variasi ragam hidangan menggugah selera. Sayangnya, kuliner Indonesia masih kurang dikenal secara global.
Padahal, berdasarkan hasil survei CNN sejak tahun 2007 sampai 2017, nasi goreng menempati peringkat kedua makanan terenak di dunia setelah rendang, sedangkan sate menempati urutan kesepuluh hingga empat belas.
Hal ini menunjukkan bahwa seni dapur Indonesia telah mengangkat martabat bangsa khususnya menyumbangkan nikmat bagi bangsa-bangsa di dunia dan sangat potensial dikembangkan menjadi ekonomi kreatif yang dapat meningkatkan pendapatan nasional.
“Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya yang strategis dari berbagai pihak untuk memperkuat pelaku usaha kuliner dan para pemangku kepentingan agar kuliner Indonesia dapat bersaing di tataran internasional maupun di tanah air sendiri dari serbuan kuliner asing,” paparnya.
Selain menghadirkan parade sate dan nasi goreng turut digelar seminar “Kupas Tuntas Strategi Nasi Goreng dan Sate dalam Menembus Citarasa dan Pasar Dunia” membahas seputar nasi goreng dan sate baik dari segi sejarah, asal usul, ekonomi, keilmuan pangan, maupun dari segi pariwisata oleh para pakar yang ahli di bidang-bidang tersebut.
“Ada 252 ragam sate dengan 175 ragam sate bisa ditelusuri asal-usulnya dan 77 ragam sate tidak bisa ditelusuri asal usulnya,” jelas pakar kuliner UGM, Prof. Murdijati Gardjito, dalam diskusi tersebut.
Dalam kesempatan itu, Murdjati turut menyampaikan penelitian yang dilakukan ragam nasi goreng di Indonesia. Setidaknya ada 104 ragam nasi goreng yang tersebar di Indonesia dengan 36 diantarnya dapat ditelusuri asal usulnya. Sedangkan 59 lainnya merupakan resep pengembangan.
Temuan tersebut menunjukkan bahwa citarasa nasi goreng merupakan citarasa universal yang dapat diterima hampir seluruh masyarakat. Sebaran asal usul nasi goreng ada di Jawa dan Sumatera yang seluruhnya merupakan 50 % dari daerah kuliner yang ada di Indonesia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.