KOMPAS.com - Pendidik di seluruh dunia, terutama di sekolah menengah, dianggap sering kali gagal dalam memotivasi siswa mereka untuk bekerja keras, memperoleh pencapaian akademik terbaik sehingga sukses memiliki prospek pekerjaan menarik.
Apakah sudah ada penelitian yang menunjukan anak-anak dari latar belakang sosial lebih miskin memiliki potensi sama untuk mewujudkan impian mereka jika mereka mencapai standar tinggi dalam sistem pendidikan?
Atau dengan bahasa sederhana, apakah pendidikan lebih tinggi mampu meningkat status sosial dari anak dengan latar belakang sosial lebih miskin?
Peneliti masyarakat Richard Wilkinson dan Kate Pickett berpendapat perubahan status sosial dan pendidikan sama sekali tidak memiliki pengaruh pada negara-negara kaya yang sangat besar besar kesenjangan kaya dan miskin.
Misalnya, berdasarkan data World Economic Forum yang hasil penelitian di Amerika Serikat dan Inggris perubahan status sangat erat antara pendapatan ayah dan pendidikan anak, dibandingkan dengan negara-negara Denmark, Finlandia, Swedia, dan Norwegia.
Baca juga: INDEF: Makin Naik Rasio Belanja Pendidikan, Makin Lebar Ketimpangan
Wilkson bahkan lebih jauh berkomentar secara bergurau dalam pembicaraan TED, "Jika orang Amerika ingin mewujudkan impian Amerika, mereka harus pergi ke Denmark."
Richard Wilkinson mengatakan penghasilan orangtua adalah kunci penting dalam masyarakat Amerika.
Sebuah studi 2015 menggunakan data yang sebanding lintas-nasional dari Program Penilaian Internasional Kompetensi Dewasa (PIAAC) memberi gambaran baru tentang peran pendidikan dalam hubungan antara pendidikan seseorang, pendidikan orang tua mereka dan pendapatan.
Di negara-negara seperti Denmark, Finlandia, Norwegia, Swedia, Austria, Jerman, Belgia, dan Belanda, hasilnya menunjukkan bahwa pendidikan orang tua memiliki sedikit dampak tambahan pada penghasilan seorang anak. Artinya tingkat pendidikan anak memegang peranan penting.
Tetapi di Prancis, Jepang, Korea Selatan dan Inggris, dampak pendidikan orang tua terhadap anak mereka sangat besar.
Di negara-negara ini, anak-anak yang orang tuanya berasal dari kelompok pendidikan rendah memperoleh penghasilan 20 persen lebih sedikit daripada anak-anak yang orang tuanya memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, meskipun anak-anak ini memiliki tingkat kualifikasi sama di bidang subjek sama.
Secara kolektif, penelitian ini menunjukkan bahwa berbagai perubahan status sosial di berbagai negara terkait dengan seberapa banyak pendidikan yang didapatkan seseorang.
Pendidikan setara tidak selalu berarti kesempatan sama.
Untungnya, dalam ekonomi global, ketergantungan pada nepotisme tidak banyak bermanfaat. Sebaliknya, ekonomi global mengharuskan negara-negara memaksimalkan sumber daya manusia mereka, terlepas dari status sosial individu atau kelompok tertentu untuk tetap kompetitif.
Tidak mengherankan, pemerintah semakin peduli dengan mengatasi kerugian sosial ekonomi dalam sistem sekolah sehingga mereka dapat memaksimalkan modal sumber daya manusia dan mendorong perubahan status sosial antar generasi.
Sebagai contoh, hasil PISA 2015 menunjukkan bahwa lebih dari 30 persen siswa yang secara ekonomi kurang beruntung di Kanada, Denmark, Estonia, Finlandia, Jerman, Hong Kong, Irlandia, Jepang, Korea, Belanda, Norwegia, Singapura dan Slovenia dianggap memiliki kemampuan "akademis lebih tangguh".
Ini berarti mereka berkesempatan melakukan perubahan status ekonomi ke tingkat tinggi meskipun berasal dari seperempat bawah dari sistem klasifikasi status sosial ekonomi .
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.