Peluang dan Tantangan Pascasarjana Terapan di Indonesia

Kompas.com - 20/12/2018, 15:32 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Perguruan Tinggi berperan penting dalam perkembangan dan kemajuan suatu negara. Suatu negara yang maju pasti didukung perguruan tinggi yang maju, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Namun seiring cepatnya perubahan di era globalisasi saat ini, perguruan tinggi tidak luput menghadapi kesulitan dalam membaca fenomena global. 

Altbach dan Davis (1999) dalam bukunya “Global Challenge and National Response: Note for an International Dialogue on Internasional Higher Education” mengatakan bahwa pendidikan tinggi telah berubah selama dua dekade terakhir dan masih mengalami kesulitan untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan tersebut.

Antara lain; pendidikan tinggi mengalami hambatan dalam menambah jumlah mahasiswa, menghadapi perubahan-perubahan demografis, dituntut akuntabilitasnya, bertumbuhnya pemikiran tentang peran sosial dan ekonomi pendidikan tinggi, menanggung implikasi dari berakhirnya perang dingin, dan dampak dari teknologi baru.

Baca juga: Politeknik Siap Menjadi Motor Era Industri 4.0

 

Globalisasi telah menyebabkan perubahan peran pendidikan tinggi dari institusi pembelajaran yang tradisional menjadi institusi pencipta pengetahuan. Kegiatannya berubah dari perencanaan ‘seadanya’ menjadi perencanaan strategis, dan dari pendekatan komparatif menjadi pendekatan kompetitif.

Perubahan orientasi politeknik 

Melihat konteks perubahan paradigma antara situasi global dan perguruan tinggi, pengembangan pendidikan keterampilan dalam bentuk politeknik - yang merupakan salah satu institusi perguruan tinggi - menjadi hal yang sangat penting, karena model pendidikannya sejak awal memang didesain dekat dengan dunia luar.

Sebagai perguruan tinggi, politeknik merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang bertujuan memperkecil kesenjangan antara perguruan tinggi dengan dunia luar atau lingkungan industri, melalui penyiapan peserta didiknya dengan kemampuan profesional untuk menerapkan, mengembangkan, serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Institusi politeknik yang berorientasi keahlian dituntut untuk menjadi pendidikan profesional yang selalu proaktif dan dinamis dalam mengikuti perubahan global.

Namun demikian, dalam perkembangannya, institusi politeknik yang seharusnya menjadi sistem pendidikan nasional yang berorientasi keahlian, berhadapan dengan fenomena mencemaskan yaitu berubahnya orientasi pendidikan berbasis keahlian menjadi berbasis keilmuan.

Pascasarjana politeknik

Tidak diperbolehkannya institusi politeknik menyelenggarakan pendidikan untuk pascasarjana, menyebabkan banyak sumber daya pengajar politeknik yang melanjutkan studinya ke jenjang pascasarjana di institusi perguruan tinggi berbasis keilmuan.

Ketika mereka lulus dan kembali ke institusinya, mereka mewarnai pendekatan pendidikan di politeknik lebih banyak dengan berbasis keilmuan. Hal ini lambat laun menjadikan orientasi dan model pendidikan pada institusi politeknik bergeser dari yang seharusnya berbasis keahlian menjadi berbasis keilmuan.

Apresiasi tinggi perlu diberikan kepada pemerintah, dengan disahkannya Undang-Undang Perguruan Tinggi nomor 12 Tahun 2012, yang mengizinkan politeknik untuk menyelenggarakan program pendidikan hingga jenjang magister terapan dan doktor terapan.

Hal ini disambut secara antusias oleh institusi-institusi politeknik yang segera menyiapkan pembukaan program studi baru pada jenjang magister terapan di sejumlah kampus di Indonesia.

Dimulai hanya dengan 3 program studi magister terapan di politeknik pada tahun 2012, pada tahun 2018 ini sudah terdapat 13 program studi yang berjalan. Itu belum termasuk ada sekitar 30 proposal pembukaan program studi baru magister terapan yang sekarang sedang diajukan dan menunggu persetujuan dari Direktorat Pendidikan Tinggi.

Perhatian penting dan mendesak

Formalisasi “terapan” yang disandingkan secara eksplisit pada jenjang magister dan doktor bagi institusi politeknik, adalah bentuk adaptif dan proaktif terhadap dinamika dunia usaha dan dunia industri.

Implikasi “terapan” juga menuntut institusi politeknik untuk memastikan semua desain kurikulum memungkinkan hands-on experience yang melahirkan karya dan produk yang responsif dalam menjawab kebutuhan masyarakat seiring cepatnya perubahan pada era disruptif saat ini.

Pascasarjana terapan diarahkan untuk mampu memberikan nilai tambah kompetitif bagi industri, bisnis dan pekerjaan, melalui pemutakhiran teknologi di bidangnya sesuai kaidah-kaidah penerapan teknologi, mampu memberikan alternatif atau inisiatif strategis sebagai solusi bagi dunia usaha dan dunia industri, serta mampu mengimplementasikan ilmu pengetahuan dan keahliannya dalam bentuk produk.

Jika kita berbicara dalam konteks sinergi antara dunia pendidikan dan industri di developing countries seperti Indonesia, maka perhatian terhadap pertumbuhan dan keberlangsungan program pascasarjana terapan pada institusi politeknik menjadi penting dan mendesak untuk mendapat perhatian dari pemerintah.

3 aspek kebijakan strategis

Diperlukan kebijakan strategis bagi institusi politeknik di Indonesia untuk dapat mengembangan model pendidikan tinggi yang melibatkan tiga aspek; (1) daya saing nasional; (2) otonomi kelembagaan; dan (3) kesehatan organisasi.

Pada aspek daya saing nasional, pemerintah perlu mendukung program pascasarjana terapan di institusi politeknik untuk siap menghadapi globalisasi, mengembangkan kapasitas riset, menetapkan peluang dan titik fokus perguruan tinggi, serta beradaptasi secara dinamis.

Pada aspek otonomi kelembagaan, pemerintah seharusnya memperluas otonomi institusi politeknik dalam hal pengelolaan kelembagaan sehingga mampu menjadikan institusi politeknik sebagai lembaga yang mempunyai “passion” untuk mengejar “vision” dan merealisasikan “mission” perguruan tinggi.

Pada aspek kesehatan organisasi, keberadaan program pascasarjana terapan pada politeknik ‘memaksa’ pemerintah untuk menyiapkan, mendorong dan mendukung kemampuan institusi politeknik dalam mengelola sumber daya manusia, infrastruktur, fasilitas, daya tampung, pendanaan dan penjaminan mutunya dengan baik.

Respon perubahan disrutif global

Bagi institusi politeknik, keberadaan program pascasarjana terapan menjadi suatu tantangan besar untuk meredefinisi arah dan tujuan politeknik ke depan.

Kampus harus mampu merumuskan dan mengoptimalkan tata kelola organisasi secara internal, meliputi struktur organisasi, arah pengembangan institusi, model pendidikan dan desain kurikulum, manajemen sumber daya, perencanaan infrastruktur, standar pembiayaan, standar kesejahteraan, hingga pengelolaan sarana prasarana.

Program pascasarjana terapan di institusi politeknik juga harus menaruh perhatian yang lebih tinggi pada penelitian sebagai bagian tidak terpisahkan dari improvisasi pendidikan.

Pengembangan institusi secara terus menerus juga mendesak bagi program pascasarjana terapan di institusi politeknik.

Terutama karena politeknik perlu semakin peka dan fleksibel dalam membuka wacana pergeseran competitive advantages menuju cooperative advantages, kontekstualisasi market-driven menuju user-creation, cermat dalam mempertimbangkan intangible value-added daripada sekedar tangible profit.

Tidak kalah penting, keberadaan program pascasarjana terapan akan menantang kesiapan institusi politeknik untuk mengubah orientasi dan budaya kerja, mindset dan pola aktivitas dari seluruh civitas akademika di dalamnya, agar senantiasa relevan dan mampu merespon perubahan global di era disruptif saat ini.

Penulis: Ali Ridho Barakbah, Dosen dan Pengelola Program Pascasarjana Terapan, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau