Mengenal Kelebihan dan Kekurangan "Drone Parenting"

Kompas.com - 20/12/2018, 23:31 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Kini, di jaman milenial, berkembang jenis pola asuh baru yang disebut para ahli sebagai "Drone Parenting". Apa itu?

Kita mengenal drone sebagai pesawat kecil tanpa awak berbentuk mirip helikopter. Drone bebas bergerak sendiri di angkasa, namun tetap dikontrol pengemudi dari jarak jauh dengan menggunakan sebuah remote.

Seperti itulah gambaran drone parenting. Portal berita Huffington Post mencatat drone parenting memberikan kebebasan bagi anak-anak untuk memilih kegiatan yang mereka sukai. Si kecil juga dibolehkan mengatur jadwal dan memberi kebebasan yang lebih untuk melakukannya.

Berbeda dengan helicopter parenting yang mengontrol anak dari jarak dekat, maka drone parenting lebih memberi kebebasan pada sang anak, memberikan ruang untuk mengeksplor hal-hal baru, namun orangtua tetap mengawasi dan bahkan mengendalikannya melalui jarak jauh.

Baca juga: Mengenal Pola Asuh Milenial: Drone Parenting

Dilansir dari forum Sahabat Keluarga Kemendikbud, psikolog anak dan remaja di Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Vera Itabiliana Hadiwidjojo, menuturkan ada beberapa kelebihan dan kekurangan drone parenting.

Kelebihan Drone Parenting

1. Anak lebih ekspresif

Karena tidak dikontrol orangtua secara ketat, anak jadi berani mengutarakan perasaan dan pendapatnya. Anak pun jadi mudah diajak diskusi bersama orang tua.

Hal ini membuat anak punya pikiran yang terbuka dan lebih cerdas, karena pendapatnya tidak dibatasi oleh larangan orang tua. Ia juga mampu memahami serta memberikan feedback atas sebuah permasalahan.

2. Anak melek teknologi

Kalau orangtuanya termasuk golongan milenial yang bersahabat dengan teknologi, tentunya anak juga akan melek teknologi.

Orang tua juga biasanya membiarkan anak mengeksplor berbagai game juga video di gadget-nya. Apalagi saat ini sudah banyak game edukatif yang dibuat khusus untuk anak-anak.

Kekurangan Drone Parenting

1. Anak sulit diatur

Karena terlalu dibiarkan bebas mengutarakan perasaan dan pendapat, anak dengan pola asuh Drone parenting jadi sulit diatur. Anak cenderung melawan segala jenis aturan di luar rumah, seperti di sekolah atau lingkungan masyarakat.

2. Kecanduan teknologi

Sejak lahir dikenalkan teknologi oleh orangtuanya, maka anak berpotensi kecanduan teknologi. Dampak negatifnya, anak berpotensi telat bicara karena anak menggunakan gadget berlebihan.

Hal itu dapat semakin parah bila orangtuanya terlalu mendewakan gadget untuk mengajarkan anaknya tentang huruf, warna, Bahasa Inggris, dan menyusun puzzle.

Menurut Vera, untuk mengatasi kekurangan Drone Parenting, orangtua harus tetap memberikan batasan dan disiplin pada anak agar ia bisa tumbuh menjadi pribadi yang baik.

Orangtua juga harus tetap harus menetapkan beberapa peraturan di rumah. “Misalnya setiap kali habis bermain, anak harus merapikannya sendiri. Atau menetapkan bahwa jam tidurnya adalah jam 9 malam setiap harinya. Dengan begitu, anak akan lebih terbiasa pada peraturan yang ada di kehidupannya nantinya," ujar Vera.

Soal kecanduan gadget, dikatakan Vera, tidak semua edukasi anak harus diberikan melalui gadget. Orangtua bisa mengajarkan anak melalui buku, jalan-jalan ke taman untuk melihat dan belajar mengenai bermacam-macam warna, juga menyusun puzzle kayu.

“Anak butuh stimulasi yang variatif untuk perkembangan yang maksimal, jadi jangan sampai orang tua dan anak terlalu mendewakan gadget,” ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau