Fitria dan Upaya Guru Menghadirkan Kegembiraan dalam Kelas di Lombok

Kompas.com - 31/01/2019, 21:02 WIB
Yohanes Enggar Harususilo

Penulis

KOMPAS.com - Sejak gempa mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat pada akhir Juli hingga awal September 2018, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 606 gedung sekolah di Pulau Lombok dan Sumbawa rusak akibat gempa, termasuk 3.051 kelas.

Namun demikian, kegiatan belajar mengajar (KBM) harus diupayakan tetap berjalan meski gedung sekolah rusak dan ambruk.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, mengatakan bahwa anak–anak yang terdampak gempa bumi di Lombok harus dipastikan tetap belajar, selain itu perlu ada trauma healing atau pemulihan trauma agar anak-anak kembali nyaman belajar. 

Di Lombok Utara, INOVASI (Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia) sebagai program kemitraan antara pemerintah Indonesia dan Australia di bidang pendidikan – dan bekerja langsung bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), juga turut berupaya agar kegiatan belajar mengajar dapat terus berlangsung.

Terlebih karena Lombok Utara merupakan satu dari enam kabupaten yang menjadi lokasi implementasi program INOVASI di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). 

Pelatihan psikoedukasi

Terkait hal itu, pada bulan Oktober 2018 INOVASI mengadakan pelatihan yang disajikan narasumber dari ABKIN kepada guru-guru sekolah dasar mitra INOVASI.

Tujuan dari pelatihan adalah agar guru-guru lebih siap mengajar di kelas pascagempa  merujuk  modul yang dikembangkan INOVASI bersama ABKIN dengan harapan siswa mampu beradaptasi dengan keadaan yang terjadi akibat gempa.

Baca juga: Kisah Sekolah Bambu dan Titik Bangkit Pendidikan di Lombok

Fitria Kaplale, guru kelas awal di SDN 2 Pemenang Barat, Lombok Utara, adalah salah satu guru yang terdampak gempa.

Menghadapi situasi di mana anak-anak menjadi tidak tenang saat belajar adalah hal tidak mudah baginya saat mengajar. Belum lagi proses belajar harus dilaksanakan di dalam tenda yang akan terasa panas saat diterpa matahari.

Tentu keadaan ini membuat siswa sulit berkonsentrasi dan menghambat proses kegiatan belajar mengajar.

Fitria bersama rekan-rekan guru dan kepala sekolah pun mengikuti kegiatan pelatihan psikoedukasi Program Pendidikan Tanggap Darurat dan Pemulihan Pasca Gempa yang diadakan INOVASI pada bulan Oktober 2018.

Tujuan dari pelatihan yang berlangsung di SDN 2 Sokong selama dua hari tersebut adalah agar para guru bisa mengurangi tingkat trauma siswa dengan metode permainan dan imajinasi.

Mengurangi trauma siswa 

Setelah mengikuti pelatihan, Fitria langsung mempraktikkan apa yang didapatnya saat pelatihan. Menurutnya, pelatihan tersebut sangat bermanfaat dan membantu dirinya saat mengajar.

“Ilmu yang kami dapat saat pelatihan kemarin sangat bermanfaat sekali bagi kami para guru dan bahkan bagi siswa. Dengan mempraktikkan apa yang kami dapat saat pelatihan kemarin dapat mengurangi trauma siswa atau trauma healing,” ungkap Fitria.

Mempraktikkan apa yang didapatkan saat pelatihan diakui tidak begitu sulit bagi Fitria karena menurutnya yang perlu dilakukan guru adalah menyesuaikan metode dengan materi pembelajaran disampaikan.

Halaman:


komentar di artikel lainnya
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau